kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,22   -11,30   -1.21%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Memberdayakan remaja putus sekolah lewat tapis


Kamis, 18 September 2014 / 14:50 WIB
Memberdayakan remaja putus sekolah lewat tapis
ILUSTRASI. Syarat Daftar IPDN Tahun 2023 serta Biaya Pendaftarannya, Pendaftaran Dibuka Hari Ini.


Reporter: Cindy Silviana Sukma | Editor: Havid Vebri

Prihatin melihat kain tapis khas Lampung mulai ditinggalkan oleh generasi muda, Nurlaili pun terdorong untuk melestarikan kerajinan kain khas provinsi Sang Bumi Ruwa Jurai ini.

Nurlaili sudah merintis usaha ini sejak tahun 1986. Saat itu, ia menggantung kain tapis yang dipakainya saat wisuda di toko pakaian miliknya. Ternyata, ada pembeli yang tertarik dengan kain tapis itu. Sejak itu, terlintas di benaknya untuk berjualan kain tapis. "Sekaligus saya ingin melestarikan kain khas Lampung ini," katanya.

Saat itu, belum banyak pedagang yang menjajakan kain tapis. Nurlaili pun mulai mencari cara untuk mengumpulkan pengrajin. Antara lain, dengan mengunjungi ibu-ibu rumah tangga dari satu kampung ke kampung lain. Ia sengaja memilih ibu rumah tangga yang memiliki keterampilan menyulam kain tapis.

Alhasil, terkumpullah sekitar 10 orang ibu rumah tangga yang direkrutnya sebagai pelatih. Masing-masing bertugas untuk mengumpulkan para pengrajin dan memberikan pelatihan di setiap kampungnya.

Saat itu, satu agen dapat memiliki 10 pengrajin. Menurut Nurlaili, para pengrajin umumnya adalah ibu rumah tangga dan remaja yang putus sekolah. "Biar mereka tidak menjadi pengangguran," ujarnya.

Upayanya itu cukup sulit karena banyak remaja di perkotaan sudah tidak tertarik membuat kerajinan kain tapis. Namun, Nurlaili tidak putus asa. Bersama para pelatih yang direkrutnya, ia terus meyakinkan para remaja untuk terlibat dalam kerajinan kain tipis yang dirintisnya.

Usahanya itu tidak sia-sia. Kini ibu dari satu anak ini telah menghidupi 350 pengrajin kain tapis. Omzetnya dalam sebulan bisa mencapai Rp 200 juta dengan laba bersih sekitar 50%-60%.

Untuk memasarkan produknya, sejak tahun 1990, ia membuka toko yang dinamakan Surya Agung di komplek Pasar Bambu Kuning, Bandar Lampung.

Nurlaili memasok seluruh kebutuhan bahan baku produksi kepada para pengrajin. Bahan baku itu terdiri dari kain dasar tapis dan benang emas. Kain dasar tapis dibelinya dari pabrikan tekstil di daerah bandung, Jawa Barat. Sementara benang emas diimpor dari India.

Dalam sebulan, ia harus mengimpor 1.000 pak benang emas.  "Semua pakai uang saya dulu sebagai modal awal pembuatan kain tapis," jelasnya.

Bahan baku itu lalu disalurkan ke para pengrajin. Jangka waktu pengerjaannya beragam, tergantung tingkat kesulitan motif. Untuk kain tapis tradisional biasanya selesai dalam waktu satu bulan. Sementara kain tapis pengantin bisa enam bulan.

Saat ini, Nurlaili gencar melakukan inovasi produk. Selain kain tapis motif tradisional, ia juga berkreasi dengan sulaman motif modern, baik di atas kain biasa, songket, peci, hingga gantungan kunci. Harga produknya bervariasi mulai Rp 50.000–Rp 1,5 juta per item.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×