kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

POTENSI BISNIS TALAS JEPANG KIAN TERBUKA LEBAR


Selasa, 13 Juli 2010 / 18:15 WIB
POTENSI BISNIS TALAS JEPANG KIAN TERBUKA LEBAR


Sumber: | Editor: Dikky Setiawan

Pembudidayaan talas satoimo di Indonesia masih dalam tahap mencari pola yang sesuai dengan kontur tanah. Tapi, dengan budidaya yang tepat, lima tahun ke depan Indonesia bisa bersaing dengan China menjadi pengekspor satoimo ke Jepang. Peluang ekspornya pun kian terbuka lebar.

Tingginya permintaan dari Jepang membuka peluang budidaya talas satoimo semakin lebar. Maklum, tanaman sejenis umbi-umbian yang kerap disebut talas jepang ini merupakan alternatif makanan pokok masyarakat di Negeri Sakura.

Seperti pernah diulas Harian KONTAN edisi 3 September 2009, potensi budidaya talas satoimo sangat prospektif. Pasalnya, permintaan talas ini di pasar luar negeri cukup besar, terutama dari Jepang. Di tahun lalu, tercatat permintaan Jepang terhadap komoditas ini mencapai 480.000 ton per tahun. China, salah satu negara pengekspor talas satoimo terbesar saat ini, belum mampu memenuhi permintaan tersebut.

Untuk menutupi kebutuhan itu, Pemerintah Jepang pun menawarkan proyek kerjasama budidaya talas satoimo kepada pemerintah sejumlah negara. Salah satunya Indonesia. Maka, pada 2006, Konsorsium Satoimo Indonesia-Jepang terbentuk.

CV Agro Lawu Internasional bertindak menjadi salah satu perusahaan penyalur bibit ke petani dan pembeli hasil panen dari petani. Bekerjasama dengan petani di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, Agro Lawu membudidayakan satoimo sejak lima tahun lalu.

Menurut Andi Christanto, pemilik CV Agro Lawu Internasional, saat ini perusahaannya mengolah 30 hektare lahan budidaya satoimo di Malang, Jawa Timur. Dari lahan seluas itu bisa ditanami sekitar 600.000 talas satoimo. "Saya bisa melakukan dua kali panen dalam setahun," ujarnya.

Selain membudidayakan sendiri, Agro Lawu juga menjual bibit satoimo. Dalam setahun, Argo Lawu bisa menjual 1,5 juta bibit kepada pembudidaya di berbagai daerah seperti Makasar, Bali dan Jawa. Dengan harga jual Rp 700 per bibit, Argo Lawu bisa meraih omzet sekitar Rp 1,05 miliar per tahun.

Andi mengklaim, saat ini satoimo menjadi komoditas agribisnis yang menguntungkan. Selain berpeluang menjadi komoditas ekspor, satoimo juga bisa menjadi alternatif produk pertanian untuk mengatasi masalah ketahanan pangan nasional.

Apalagi, tanaman pangan seperti padi dan jagung, cukup sulit bertahan dengan ketidakpastian musim seperti sekarang, yang terimbas dampak pemanasan global. Sementara, talas satoimo cenderung lebih bandel. Tanaman ini bisa hidup kembali, meskipun dengan karakter musim yang berbeda dari sebelumnya.

Namun, imbuh Andi, budidaya satoimo di Indonesia terkendala lahan yang terbatas. Selain itu, sistem pembudidayaannya belum tepat. Akibatnya, hasil panen belum maksimal. Setiap satu hektare lahan budidaya satoimo di Indonesia baru bisa menghasilkan sekitar 20 ton talas per panen. "Sementara China bisa menghasilkan dua kali lipat dari itu," imbuh Andi.

Minimnya hasil panen budidaya satoimo di Indonesia juga diakui Samsul A.Yani, Kepala Laboratotium Kultur Jaringan dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Seameo Biotrop Bogor. Dia bilang, belum lama ini Jepang pernah meminta pasokan sebanyak 100.000 ton satoimo per bulan dari Indonesia. "Tapi, kami belum bisa memenuhi karena kapasitas produksi masih di bawah permintaan," katanya.

Namun, kata Andi, saat ini pembudidaya sudah menemukan pola penanaman yang paling tepat agar hasilnya maksimal. "Tingkat produktivitas tumbuh 80% dari sebelumnya 25%," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×