kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Aliran berkah dari derasnya aliran air di Desa Ponggok, Klaten (2)


Sabtu, 31 Maret 2018 / 10:35 WIB
Aliran berkah dari derasnya aliran air di Desa Ponggok, Klaten (2)


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID -  Mempunyai debit air yang tinggi, yakni mencapai 735 liter per detik, menjadikan Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah menjadi pusat budidaya ikan nila. Ada sekitar 20 orang yang menggantungkan hidupnya melalui sektor usaha perikanan ini.

Berhasil menjadi desa mandiri, membuat para warganya cukup mudah untuk menjalankan usaha. Melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), para pembudidaya ikan ini mendapatkan bantuan untuk modal pembelian benih dan pakan ikan. Maklum saja, tingginya harga benih menyulitkan mereka melakukan ekspansi usaha.

Junaidi Mulyono, Kepala Desa Umbul Ponggok menyatakan bahwa hasil panen perikanan warga bakal digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku produksi makanan olahan ikan. Produk olahan ikan tersebut dikerjakan oleh ibu-ibu PKK. "Bentuk produknya berupa kue kering yang dikemas sehingga dapat dijadikan oleh-oleh para wisatawan," ungkap dia beberapa waktu yang lalu.

Sugeng Raharjo, salah satu pembudidaya ikan nila di Desa Ponggok menjelaskan, sistem kerjasama yang dijalin dengan BUMDes adalah subsidi pembelian pakan dan benih. Pembayaran sisa pinjaman modal dilakukan saat panen. Makanya, penjualan selalu diprioritaskan kepada BUMDes.

Hasil penjualan panen ikan tidak semata-mata hanya untuk pembudidaya dan BUMDes. Sekitar 10% dari hasil penjualan itu disumbangkan dalam kas Rukun Warga (RW). Alasannya, sungai yang dipakai sebagai lahan perikanan merupakan milik RW setempat. Baru setelah itu, selebihnya dibagikan sesuai dengan porsi pembudidaya.

Sentra perikanan ini memang masih eksis hingga sekarang. Tapi, siapa sangka pada 1990-an usaha perikanan ini sempat hancur hingga mengakibatkan para pembudidayanya gulung tikar.

Makin banyaknya benih yang ditebar dalam anak sungai dan banyaknya ikan dewasa siap panen rupanya menimbulkan bau anyir yang cukup tajam. Sontak hewan pemangsa seperti musang dan berang-berang pun mulai berdatangan.

Anggapan tidak berbahaya ternyata salah, makin lama ikan-ikan hasil ternak mereka mati dalam jumlah besar. Alhasil, mereka harus menanggung rugi. "Untuk membasminya, kami menutup semua lubang tempat sembunyi berang-berang dengan semen sehingga mereka tidak bisa lagi makan ikan kami," katanya pada KONTAN, Rabu (8/3).

Masa kejayaan perikanan berlangsung tahun 2000'an. Murahnya harga pakan ikan serta masih terbatasnya pembenih ikan nila membuat mereka menuai untung besar. Permintaan benih pun mulai berdatangan dari luar kota.

Saat itu, harga jual ikan dipasaran juga sedang bagus sehingga, para pembudidaya dapat mengantongi pendapatan yang cukup tinggi.

Sayangnya, kondisi ini tidak bertahan sampai sekarang. Harga pakan yang terus naik membuat kantong modal mereka terus menipis. Pasalnya, dalam sebulan dibutuhkan pakan minimal 30 karung.

Bila harga pasar sedang turun, mereka memilih untuk tidak memanen ikan, untuk menghindari kerugian. Ikan-ikan dewasa tersebut tetap dibiarkan dalam kolam dengan diberikan pakan. Saat harga dianggap bagus, barulah ikan-ikan tersebut dipanen dan dijual ke BUMDes serta tengkulak.   

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×