kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Andalkan keunikan handphone organizer


Senin, 15 Desember 2014 / 15:07 WIB
Andalkan keunikan handphone organizer
ILUSTRASI. 5 Kandungan Skincare untuk Menghilangkan Flek Hitam di Wajah, Tentukan Pilihan!


Reporter: J. Ani Kristanti, Pradita Devis Dukarno | Editor: Tri Adi

Telepon genggam (handphone) sudah menjadi kebutuhan pokok di negeri ini. Tak heran, penjualan perangkat ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan, kini, seseorang bisa memiliki lebih dari satu handphone untuk mendukung berbagai kegiatannya.

Larisnya penjualan handphone tentu melahirkan banyak peluang. Salah satu celah bisnis yang muncul adalah menjadi produsen tas atau handphone organizer (HPO). Permintaan tas khusus handphone ini muncul seiring riuhnya penjualan smartphone di negeri ini.

Salah satu produsen HPO adalah Edwin Maidhanie. Bersama istrinya, Ika Yustika, pria asal Bandung ini mulai membuat HPO sejak 2008. Sebelumnya, mereka adalah produsen tas sekolah dan tas punggung dengan merek Maika Etnik.

Edwin mengembangkan produk HPO lantaran melihat adanya  kebutuhan konsumen akan tas khusus untuk handphone. Model smartphone baru, yang memiliki layar lebar, menuntut media penyimpanan yang aman dan terpisah antara satu barang dan barang lainnya. Tas bersekat pun menjadi solusi.

Lantas, Edwin dan Yustika belajar membuat HPO.  Tingkat kesulitan tas jenis ini cukup tinggi karena ukuran yang mini namun banyak sekat. Selain menyimpan handphone, HPO juga menyediakan sekat untuk kartu dan uang.

Kini, dalam sebulan Maika bisa membuat 10.000 unit. Banderol harga jual di tingkat eceran berkisar Rp 95.000–Rp 120.000. “Yang membedakan harga adalah tingkat kesulitan pembuatan, desain, dan materi bahan,” terang Edwin.    

Seperti produk fashion lain, HPO juga terus mengikuti tren yang berkembang. Edwin bilang, kalau dulu banyak konsumen menyukai kombinasi banyak warna, sekarang mereka suka yang simpel, seperti warna-warna pastel dan tidak terlalu mencolok.

Dari bisnis HPO ini, Edwin bisa mengumpulkan omzet hingga Rp 500 juta per bulan. Dari omzet itu, profit yang masuk ke kantong berkisar 20%.

Sedang Muhammad Fadel Amrulloh melirik gurihnya bisnis pembuatan HPO setelah sebelumnya terjun ke bisnis distro. “Saya beralih membuat HPO karena lebih simpel dibandingkan membuat baju yang harus detail,” jelas produsen HPO bermerek Unwind ini.

Memulai bisnis HPO sejak 2011, kini Unwind sudah terjual hingga ke Malaysia dan Singapura. Saban bulan dia bisa menjual hingga 1.000 unit HPO, seharga Rp 70.000 hingga Rp 110.000 per unit.

Fadel pun melihat, prospek usaha pembuatan HPO ini masih sangat cerah. “Sekarang, semua orang rata-rata punya handphone lebih dari satu. Jadi, potensinya masih sangat besar,” kata dia. Keuntungan yang bisa dikantongi dari bisnis ini berkisar 20%–30%.

Apakah Anda tertarik memproduksi HPO? Edwin bilang, peluang untuk pemain baru masih terbuka. “Produsen memang banyak, namun mereka masih kewalahan memenuhi permintaan pasar,” tegas dia. Asal produk Anda memiliki nilai jual dan keunikan, pasti diminati dan laku di pasar.


Jahitan harus kuat

Modal untuk membuka bisnis ini tak terlalu besar. Namun, modal penting yang harus dimiliki oleh pemain baru adalah niat dan usaha.

Fadel, misalnya, merintis bisnis HPO dengan modal Rp 500.000 untuk membuat sejumlah contoh ke penjahit. Kebetulan, ada distributor yang berminat dan menambah modalnya Rp 10 juta. “Dari situ, saya beli mesin jahit dan membuat sendiri,” ujar dia.

Sementara, Edwin menaksir, modal untuk merintis bisnis ini bisa mencapai Rp 50 juta. “Itu hanya khusus untuk membeli bahan, di luar mesin produksi dan belum termasuk sewa tempat,” ujar dia.

Bagi pemain baru, penting untuk membuat produk yang punya ciri khas. Ciri khas yang menjadi pembeda itu bisa berupa motif, desain, bahan, dan pasar. “Pasar masih bisa diperluas, mulai anak-anak sampai orang dewasa,” kata Edwin.

Maika sendiri mengandalkan motif bordir sebagai ciri khasnya. Motif ini sulit ditiru lantaran bordirnya yang sedikit rumit. “Ada sentuhan tangannya juga,” ujar Edwin.

Ciri khas juga menjadi senjata menghadapi persaingan. Asal tahu saja, tingkat persaingan usaha ini ketat. Tapi, jangan khawatir, Fadel bilang, kalau Anda konsisten terhadap ciri khas, pelanggan akan setia menunggu. “Semua ada pasarnya sendiri, yang penting tetap konsisten dengan ciri khas sendiri,” jelas Fadel yang mempekerjakan 14 karyawan ini.

Bahan baku untuk membuat HPO bisa dengan mudah Anda temukan di Bandung. Biasanya, HPO ini dibuat dengan kain kanvas. Anda juga bisa menggunakan beberapa bahan lain seperti kulit dan katun.

Ada sejumlah kain kanvas yang bisa dipakai sebagai bahan HPO, seperti kanvas terpal, kanvas wedding, dan kanvas ring. “Kalau pasar lagi ramai, kanvas terpal biasanya kosong. Karena itu, kami beralih ke kanvas wedding sama ring,” kata Fadel.

Sejauh ini, HPO berbahan kanvas terpal paling banyak peminatnya. Ini bisa jadi karena tekstur kain yang timbul.

Hanya, Anda harus berusaha lebih keras mencari tenaga kerja. Baik Fadel maupun Edwin mengamini adanya kesulitan mencari penjahit dan pembordir. “Kebanyakan memilih bekerja di pabrik,” kata Fadel.

Untuk bersaing dengan pabrik, Fadel menjanjikan tunjangan kesehatan bagi karyawannya. Selain itu, dia memberi keleluasaan pada karyawannya untuk mengerjakan HPO di rumah. Namun, tetap ada kontrol dari bagian produksi.

Sementara, untuk mencari solusi bagi tenaga bordir, Edwin  selalu melatih karyawannya. “Kami tidak menerima orang-orang yang sudah mahir, tetapi mengutamakan orang-orang yang punya keinginan kuat untuk belajar menjahit bordiran,” terang dia.

Maklum, dalam bisnis ini, kualitas produk adalah nomor satu. Indikator kualitas adalah kerapian pembuatan dan kekuatan jahitan. Jahitan itu harus kuat karena tas menyimpan barang-barang berharga.

Untuk pemasaran, baik Edwin maupun Fadel mengandalkan distributor. Edwin menawarkan peluang menjadi distributor eksklusif, sub distributor eksklusif, dan reseller bagi yang berminat. Masing-masing posisi mempunyai kewajiban menyetor dana yang berbeda, berkisar Rp 1 juta–Rp 50 juta.

Jika memakai jalur ini, Edwin pun berpesan, agar pemain baru terbuka dengan para distributor tentang stok barang. “Kalau memang sedang tidak banyak barang, harus memberitahukan kepada distributor jauh-jauh hari,” kata Edwin.

Selain itu, komunikasi penting dalam menjawab komplain dari pasar. “Hadapi saja, beri informasi dengan tenang dan keyakinan,” tutur Edwin.

Siap mencoba?   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×