kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Andrie Wongso sukses membangun usaha berbekal kata mutiara


Kamis, 24 Maret 2011 / 13:08 WIB
Andrie Wongso sukses membangun usaha berbekal kata mutiara
ILUSTRASI. Staf medis yang mengenakan alat pelindung memeriksa penumpang sebagai tindakan pencegahan terhadap virus corona (COVID-19) di Bandara Domodedovo, Moskow, 7 Maret 2020.


Reporter: Anastasia Lilin Y | Editor: Tri Adi

Kegemaran Andrie Wongso merangkai kata mutiara membuahkan hasil manis. Setelah sempat sukses di bisnis kartu ucapan lewat bendera Harvest, berbekal keterampilan yang sama, saat ini, Andrie mendulang sukses sebagai motivator.

Anda mungkin mengenal produk kartu ucapan merek Harvest yang banyak dijajakan di toko buku. Di era 1990–2000, Harvest terkenal sebagai kartu ucapan yang berisi kata-kata mutiara. Belakangan, bisnis Harvest melebar ke produk tas, buku catatan kecil (memo), buku tulis, dan stiker.

Pemilik PT Harvindo Perkasa, pemegang merek Harvest, adalah Andrie Wongso. Pria 57 tahun ini mengaku, di masa jayanya, produksi kartu Harvest bisa sampai 10 juta lembar semusim. Musim kartu ucapan adalah saat Lebaran, Natal, tahun baru, serta Valentine. Saat ini, bisnis kartu ucapan memang meredup, meski permintaan produk lain masih banyak.

Pada tahun 1985, Andrie memulai bisnis kartu ucapan dari nol. Bermodal duit tabungan pribadi, dia membuat kartu ucapan di atas kertas kecil. Kertas yang semula berfungsi sebagai pembatas buku tersebut ia tulisi kata-kata mutiara karangannya sendiri.

Andrie menawarkan kartunya ke sejumlah toko di Jakarta. Tapi, tidak mudah memasarkan produk yang masih dianggap remeh itu. Banyak toko menolaknya. Untung, akhirnya, ada toko di Pasar Pagi, Mangga Dua, yang bersedia menerima produknya. Saat itu, produk bermerek Harvest tersebut ia jual seharga Rp 100 per lembar.

Tak disangka, kartu tersebut mendapat sambutan positif dari pasar dan cepat menjadi tren di kalangan anak muda. Roda bisnis Andrie pun makin kencang berputar. Produk Harvest mulai masuk ke toko-toko besar. Saking banyaknya penggemar, Andrie sampai mendirikan Harvest Fans Club, wadah bagi para pecinta produk ini.

Tapi, sebelum sukses membesarkan Harvest di Indonesia, Andrie harus melalui jalan hidup yang terjal. Pria asal Malang, Jawa Timur, ini tidak pernah lulus sekolah dasar (SD). Sebab, SD Mandarin tempatnya belajar dulu ditutup ketika pecah kerusuhan politik tahun 1965. Andrie yang berasal dari keluarga miskin tak mampu pindah ke SD umum. Ia harus puas menghabiskan masa kecil dengan membantu orang tuanya membuat aneka kue yang dititipkan di pasar.

Berniat ingin sukses, tahun 1974, Andrie merantau ke Ibukota dan bekerja sebagai penjual sabun detergen keliling. Dia lalu berganti pekerjaan menjadi penjaga toko listrik di Kenari Jaya, Jakarta Pusat. “Upah saya saat itu sekitar Rp 30.000 per bulan,” kenangnya.

Tahun 1976, anak kedua dari tiga bersaudara ini mendirikan perguruan kungfu Hap Kun Do. Ini bukan kebetulan. Andrie memang memiliki kecakapan ilmu bela diri yang ia pelajari secara autodidak sejak kanak-kanak. Uang hasil mengajar kungfu ia kumpulkan untuk mewujudkan cita-citanya: menjadi bintang film kungfu.

Cita-cita Andrie itu tercapai. Pada tahun 1980–1982, dia dikontrak oleh perusahaan Eterna Film, Hongkong. Cuma, kariernya sebagai bintang film tak menjanjikan. Ia tidak pernah menjadi pemeran utama. Dia hanya bisa puas lantaran cita-cita masa kecil tercapai.

Andrie lantas memutuskan kembali ke Indonesia. Ia kembali mengelola perguruan kungfu. Di tengah aktivitas mengajar ini, bapak tiga anak ini sering menuangkan hobi menulis kata-kata mutiara yang ia ambil dari kisah hidupnya. Kumpulan kata-kata mutiara itulah yang kemudian memberi inspirasi untuk berbisnis kartu ucapan.

Namun, torehan manis Harvest tak langgeng. Ketika Indonesia terkena krisis moneter pada 1998, Andrie merasakan bisnis kartu ucapannya mulai porak-poranda. Namun, bukan cuma faktor ekonomi biang keladi satu-satunya. Sejak 2000, saat penggunaan telepon seluler (ponsel) mulai marak, bisnis kartu ucapan memang makin terpuruk. “Kirim ucapan lewat SMS tentu lebih murah ketimbang kirim kartu,” ujar Andrie.


Produk sama, media beda

Alhasil, sejak 10 tahun silam, bisnis kartu ucapan Harvest mulai meredup. Kini, produk Harvest yang tersisa tinggal kertas isi ulang (looseleaf), kertas kado, dan tas sekolah anak. Namun, Andrie tetap menghadapi kondisi tersebut secara bijak dan pantang menyerah.

Andrie lantas mengalihkan bisnisnya ke bidang motivasi. Kebetulan, sejak menggarap Harvest, dia kerap diundang menjadi pembicara untuk membagikan kisah hidupnya. Lama-lama, namanya mulai dikenal sebagai motivator.

Andrie lantas memaksimalkan peran sebagai motivator dengan membuat buku, majalah, dan compact disc (CD). Enam bukunya sempat menjadi best seller. Majalah Luar Biasa buatannya dicetak hingga 30.000 eksemplar per bulan. Di jaringan tokonya, AW Success Shop, ia juga menjual aneka pernik, seperti kaus dan bantal bertuliskan kata motivasi. “Dulu, saya pakai media kartu, sekarang lewat aneka produk ini,” ujarnya. Sekali diundang sebagai motivator, tarif Andrie bisa di atas Rp 50 juta.

Tahun ini, Andrie akan melebarkan bisnisnya dengan membuka sekolah motivasi di Central Park, Jakarta Barat. Sayang, Andrie enggan mengungkapkan penghasilannya saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×