kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45940,39   -23,34   -2.42%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Aroma kelezatan kedai bebek kurang menyengat


Sabtu, 09 Juni 2018 / 10:05 WIB
Aroma kelezatan kedai bebek kurang menyengat


Reporter: Elisabeth Adventa, Maizal Walfajri, Nur Pehatul Janna, Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Bisnis di sektor kuliner masih terus berkembang. Kini, makin banyak ragam kuliner kekinian baru yang bermunculan. Beberapa tahun lalu, kuliner olahan bebek yang lekat dengan citarasa tradisional sempat booming di pasaran. Dan pada akhirnya banyak pelaku usaha yang terjun dengan membuka gerai olahan bebek.

Melihat tren yang ada, olahan bebek yang dominan dengan cita rasa tradisional tergeser oleh kuliner kekinian. Beberapa pelaku usaha bebek yang diulas KONTAN tak berkembang. Bahkan ada yang menutup gerai bebek tersebut untuk sementara waktu. Namun, ada pula pelaku usaha yang bisa bertahan.

Review Waralaba pekan ini bakal mengulas perkembangan kemitraan olahan bebek dari tiga pelaku usaha, yaitu Bebek Kremes Isabella, Bebek Lieur dan Bebek Rahminten. Simak ulasannya berikut ini :

Bebek Kremes Isabella

Kemitraan olahan bebak asal Yogyakarta ini berdiri sejak 2007 lalu dan  mulai membuka peluang kemitraan Juli 2016. Usaha ini dinahkodai oleh Andre Yakub.

Saat KONTAN mengulas usaha ini Agustus 2016, belum ada mitra yang bergabung, baru ada satu gerai milik pusat di daerah Umbulharjo, Yogyakarta. Kini, usaha ini dibekukan sementara oleh Andre. "Karena tidak ada karyawan kami off dulu selama satu bulan dan mulai buka lagi setelah Lebaran," ujar Andre kepada KONTAN.

Selain itu, Andre mengaku sejak membuka kemitraan, hingga saat ini, Bebek Kremes Isabella belum memiliki satu gerai kemitraan pun.

Sebelumnya, Andre menawarkan satu paket investasi Rp 75 juta. Paket tersebut sudah termasuk franchise fee selama tiga tahun. Jadi, mitra tidak perlu lagi membayar biaya apapun tiap bulan ke pusat.

Investasi itu tidak termasuk peralatan, tempat usaha dan karyawan. Sebab Andre menyerahkan sepenuhnya kepada mitra. Juga tidak ada syarat luas lokasi, asalkan lokasinya strategis dan pasarnya ada.

Mitra memang tidak perlu membayar biaya apapun lagi ke pusat tiap bulan. Namun mitra wajib membeli bahan baku utama ke pusat, yakni bebek, bumbu dan sambal. Sedangkan untuk bahan baku pelengkap seperti lalapan timun, kol dan lainnya atau kecap, tahu dan tempe, mitra bisa membelinya di luar. Ketiga bahan baku utama harus dipasok pusat agar tetap menjaga kualitas rasanya.

Sebelumnya Andre menyatakan dalam satu hari gerai bebeknya bisa menjual minimal 40 – 70 porsi. Jumlah tersebut akan meningkat dua kali lipat saat akhir pekan tiba menjadi 100 porsi per hari. Rata-rata omzet yang ditawarkan antara Rp 18 juta sampai Rp 30 juta untuk gerai wilayah Yogyakarta.

Bebek Lieur

Pelaku usaha olahan bebek lainnya adalah Ikbal Kirang, pemilik Bebek Liuer yang telah berdiri 2012 di Bandung. Saat diulas KONTAN  Februari 2017, Bebek Lieur baru memiliki satu mitra di Palembang dan dua gerai pusat di Bandung.

Hingga kini, kata Ikbal, belum ada tambahan jumlah mitra. Lantaran para mitra ingin menggunakan nama merek sendiri. Faktor inilah yang membuat dirinya terpaksa menutup paket kemitraan pada tahun ini. "Ini menjadi pelajaran bagi kami untuk berhati-hati dalam memilih mitra," tandasnya kepada  KONTAN (31/5).

Adanya kendala tersebut membuat Ikbal saat ini tengah mengubah ulang sistem manajemen usahanya. Baik itu dari sisi pengembangan produk maupun sistem kemitraan. Langkah ini ia lakukan lantaran sudah ada beberapa  permintaan kemitraan dari berbagai pihak yang belum bisa terealisasi akibat terkendala di sistem pengelolaan.

Setelah sistem pengelolaan dan kemitraan anyar terbentuk, barulah ia mulai menawarkan kembali program kemitraan mulai tahun depan. "Jadi dengan sistem manajemen yang baru dan jauh lebih baik," klaimnya.
Saat ini, gerai yang masih berjalan masih setia memberi banderol harga Rp 10.000 - Rp 35.000 per porsi.  Ia pun berupaya mempertahankan cita rasa yang sudah ada.  

Bebek Rahminten

Beda lagi nasib dari Bebek Goreng Rahminten yang berdiri 2006 di Lamongan, Jawa Timur. Sejak 2009, sang pemilik, Dymas Tunggul Panuju mulai menawarkan kemitraan. Saat KONTAN ulas 2013 , Bebek Goreng Rahminten telah memiliki 29 gerai dengan komposisi 14 milik mitra dan 15 sisanya milik pusat.

Selang lima tahun, usaha kuliner ini kian memperlihatkan perkembangan. Saat ini total mitra yang bergabung sudah lebih dari 30 yang tersebar di beberapa kota seperti Surabaya, Mojokerto, Malinau, Tuban, dan Malang.

Dymas mengaku saat ini para mitra tidak lagi menggunakan merek Bebek Rahminten, karena hanya sebagai pemasok bahan baku. "Kami sebagai pemasok bebek beku berbumbu ke resto-resto," katanya pada KONTAN, Kamis (31/5). Perubahan konsep kerjasama ini sudah berlangsung sejak 2016.

Sebelumnya, Bebek Rahminten mengenakan biaya franchise kepada mitra sebesar Rp 30 juta. Fasilitas yang didapatkan adalah satu unit motor, perlengkapan dapur dari kompor sampai lemari es, branding, bahan baku, dan pelatihan.

Sejak awal tahun ini dia mengerek harga jual produk dari semula Rp 6.000 menjadi Rp 10.000 per porsi.
Pada 2012, ia sempat menutup kemitraan lantaran salah satu peternakan  bebeknya terserang virus unggas. Maklum, seluruh pasokan bebek usaha itu berasal dari peternakan bebek miliknya.        

Harus mulai berani berinovasi menu baru

Pengamat waralaba Djoko Kurniawan menilai kuliner bebek sejatinya terbatas dalam hal pengolahannya. Artinya, tidak bisa membuat varian rasa yang lebih beragam.

Ini berbeda dengan sajian ayam yang punya banyak pilihan olahan. "Kalau ayam bisa diolah jadi apa saja, misalnya  fillet ayam krispi, ayam geprek dan yang lainnya. Tapi menu bebek kan tidak begitu," jelas Djoko ke KONTAN.

Menurutnya, olahan bebek yang sudah tertanam dalam benak konsumen adalah olahan bebek goreng atau bebek bakar saja. Maka dari itu, eksplorasi dan inovasi kuliner olahan bebek ini menjadi cukup sempit.

Mengatasi persepsi konsumen tersebut, para pelaku usaha harus pintar memilih strategi. Semisal para pelaku usaha harus memilih antara rasa yang khas dan legendaris, atau dengan membuat inovasi menu.

Tanpa menyebut identitas dari gerai makanan bebek, Djoko bilang kalau saat ini sudah ada penguasa pasar yang menjual bebek dengan harga tinggi tapi dengan cita rasa yang khas dan lezat. Nah, bila ada pemain anyar masuk meramaikan bisnis kuliner bebek tersebut, harus siap dibandingkan dengan pemain lawas.

Lain cerita bila si pelaku anyar tersebut ternyata berani membuat inovasi menu dan rasa baru.
Ia langsung memberi contoh  menu inovasi bebek. Seperti bebek mozarella atau steik bebek. Ia pun memberi saran kepada calon mitra untuk lebih jeli dalam memilih kemitraan bebek. Kalau bisa pilih yang sudah punya nama dan dari sisi rasa memang punya ciri khas. "Baca juga perjanjiannya, jangan sampai salah investasi," tandasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet Using Psychology-Based Sales Tactic to Increase Omzet

[X]
×