kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   18.000   1,19%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Batik Pekalongan di tangan generasi muda (1)


Rabu, 26 April 2017 / 16:03 WIB
Batik Pekalongan di tangan generasi muda (1)


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Sebagai warisan budaya, motif batik di Indonesia sangat kaya ragam. Hampir setiap daerah memiliki corak yang khas. Tak terkecuali daerah Pekalongan, Jawa Tengah. Motif batik Pekalongan ini sudah lama populer di masyarakat.

Namun, patut disayangkan,  jumlah pembatik, khususnya batik tulis di kota yang berada di sepanjang jalur pantai utara ini semakin berkurang. Kebanyakan yang menekuni kerajinan ini adalah orang-orang tua.

Muhammad Abdul Rizal Bahri, salah satu perajin batik bilang, sudah tidak ada lagi anak muda dengan rentang usia belasan hingga 30 tahun yang mau membatik. Mereka lebih memilih menjadi buruh pabrik atau penjaga toko. "Mereka menganggap batik tidak bisa langsung dapat penghasilan dan jumlahnya tidak tetap per bulan," kata pria berusia 20 tahun ini, Rabu (5/4).

Tidak ingin terbawa arus, pembatik muda ini memutuskan fokus menekuni warisan budaya leluhur. Dia pun mendapatkan dorongan dari sang ibu yang juga menjadi buruh batik tulis.

Sekitar 2,5 tahun lalu, pria yang akrab disapa Rizal ini memutuskan untuk bergabung dengan Rumah Batik Tower Bersama Infrastrukture (TBIG) sebagai siswa untuk belajar proses membatik mulai dari tahap desain sampai pewarnaan.

Dua tahun mengasah ketrampilan, akhirnya Rizal berhasil memproduksi batik secara mandiri. Kini, dia dikenal sebagai produsen batik dengan motif hokokai.

Karena prosesnya yang rumit dan melalui dua kali tahap pembatikan dan pengisian, dalam sebulan dia hanya mampu memproduksi sekitar delapan lembar kain batik. Harganya pun dibanderol mulai Rp 1,2 juta sampai Rp 1,5 juta per lembar. Semua hasil produksinya dititipkan dibeberapa gerai batik di Pekalongan.  

Pembatik muda lainnya adalah Agung Prasetyo, dia mengawali kariernya sebagai perajin batik tulis sejak dua tahun lalu. Alasannya menekuni usaha ini karena ingin memperbaiki kondisi ekonomi keluarga.

Fokus belajar membatik, Agung memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya. Lebih dari satu tahun tidak mendapatkan penghasilan dan mendapatkan cibiran tetangga sudah menjadi hal biasa yang dihadapinya.

Namun demikian, dia tetap meyakini bisa meraup pendapatan besar saat berhasil memproduksi kain batik secara mandiri. Kini keyakinannya itu mulai membuahkan hasil. Sejak setahun lalu dia sudah memproduksi dan menjual batik hasil karyanya.

Produknya diminati setelah dirinya berhasil menciptakan batik dengan motif khas yang dinamakan Sekar Jagat Varda Paulina. Agar berbeda dengan lainnya, dia memilih menggunakan pewarna alami untuk batik miliknya.

Harganya pun dipatok bervariasi mulai Rp 900.000 sampai lebih dari Rp 1 juta untuk satu lembar kain selendangl. Sedangkan kain batiknya dihargai Rp 1 juta-Rp 2,5 juta per lembar.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×