kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Belajar dan kuliah ala zaman now


Minggu, 11 Februari 2018 / 13:10 WIB
Belajar dan kuliah ala zaman now


Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Pendidikan merupakan salah bidang bisnis yang masih punya potensi. Salah satunya adalah dari orang yang ingin melanjutkan karier lebih tinggi dengan melanjutkan studi.

Inilah yang coba Harukaedu pecahkan. Usaha rintisan yang bergerak di bidang belajar dan kuliah online ini ingin mengembangkan usaha di bidang tersebut.

Apalagi berdasarkan survei yang dilakukan oleh Novistiar Rustandi, Chief Executive Officer PT Haruka Evolusi Digital Utama  atau biasa disingkat Harukaedu,  Indonesia masih kekurangan tenaga ahli. Jumlah orang yang memiliki gelar pendidikan tinggi juga masih minim.

Dari sekitar 114 juta orang yang bekerja pada tahun lalu, hanya 9,5 juta orang yang  memiliki gelar sarjana. Sedangkan sebanyak 34 juta lainnya mempunyai ijazah terakhir yakni sekolah menengah atas (SMA).

Jumlah tersebut masih kalah jauh ketimbang negara  yang lain. "Seperti Amerika atau negara yang lain. Indonesia masih kurang kompetitif," katanya kepada KONTAN, Minggu (21/1).

Meski begitu, ada hal yang menarik perhatian dari Novistiar, yakni sebagian besar orang yang bekerja, ternyata masih ingin melanjutkan jenjang pendidikan lebih tinggi lagi. "Sekitar 70% orang yang sudah bekerja ada keinginan untuk kuliah lagi," capnya.

Namun, untuk menjalankan kegiatan kuliah sambil bekerja, terutama di kota besar seperti Jakarta tidaklah gampang karena kerap bentrok dengan waktu yang tidak klop. Melihat hal tersebut, ia bersama dengan dua rekannya yakni  Gerald Ariff dan Tovan Krisdianto, membuka usaha rintisan bidang pendidikan dengan nama Pintaria. Ini adalah platform yang berada di bawah naungan Harukaedu.

Ia berharap Pintaria bisa memenuhi kebutuhan bagi para karyawan yang ingin punya dua cita-cita sekaligus, yakni meraup gelar pendidikan yang lebih tinggi serta bisa meningkatkan daya tawar di dunia pekerjaan. Apalagi pemerintah sudah memberi lampu hijau bagi lembaga yang ingin membuka pendidikan tinggi secara online.

Yang menarik, Noviastri melihat celah pasar tersebut masih terbuka lebar. Ini setelah ia mengetahui tidak banyak perguruan tinggi, terutama dari perguruan tinggi swasta yang memiliki sistem pendidikan secara online. "Tidak banyak kampus yang sudah berdiri memiliki sistem atau konten pendidikan online. Hampir semua perguruan tinggi swasta tidak punya pengalaman," tuturnya.

Mereka mendirikan Harukaedu tahun 2013. Perempuan yang pernah berkarier sebagai konsultan Price Waterhouse Cooper (PwC) di Amerika Serikat ini melihat perkembangan usaha rintisan di dalam negeri yang demikian pesat. Namun setelah ia telaah lebih lanjut, rupanya masih sedikit yang berkutat di bidang pendidikan. "Saya kembali ke Jakarta tahun 2011," ucapnya.

Awal mula membuka kelas online di Harukaedu adalah meluncurkan kelas online technoprenuership. Rupanya, kelas tersebut mendapat respon bagus di pasar. Kelas yang cuma berlangsung satu minggu tersebut sanggup menjaring peserta sebanyak 2.000 orang.

Padahal, dalam pengembangan awal Harukaedu, ia cuma mengandalkan  perangkat komputer serta sokongan dana yang kalau dihitung cuma bisa berumur enam sampai 12 bulan saja. Sayang, Noviastri tidak membeberkan secara detil mengenai jumlah dana awal usaha tersebut.

Yang jelas, ada  beberapa investor lokal yang tidak mau ia beberkan identitasnya memberi permodalan utama ke usaha rintisan tersebut. Selain itu juga ada beberapa investor lain, yang memberikan sokongan dana tambahan untuk memenuhi perkembangan bisnis Harukaedu. Seperti Cyber Agent Venture, Samator dan Aearson.

Lewat sokongan sejumlah pemodal itulah usaha Harukaedu makin berkembang. Salah satunya adalah dengan membuat platform Pintaria itu. Inilah platform yang  ingin menjangkau pasar lebih luas lagi. Yakni para pekerja atau orang yang ingin melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi lagi.

Maka di konten tersebut para pendaftar bisa melihat profesi pekerjaan yang diinginkan, sembari mengetahui keahlian atau program kuliah yang harus dijalankan. Hal menarik lain yang ada di Pintaria adalah jumlah pendapatan atau gaji yang bisa konsumen raih bila bekerja di profesi tersebut.

Tak heran bila Pintaria langsung mendapat respon positif dari  pasar. Apalagi target pasar yang Harukaedu bidik di konten tersebut adalah para siswa yang baru lulus sekolah. Bisa juga mahasiswa atau orang yang sudah bekerja dan ingin meningkatkan karier dan jenjang pendidikan.

Menurut catatan Noviastri, kebanyakan para  pendaftar Pintaria mengikuti kelas training. Meski begitu ada juga yang mendaftar untuk mengikuti kuliah online.

Caranya dengan  mendaftar di program blended learning atau perpaduan belajar tatap muka dan belajar secara online. Proses ini otomatis mendaftarkan si calon mahasiswa di perguruan tinggi mitra Harukaedu.

Selanjutnya, calon mahasiswa  melewati ujian tes potensi akademik (TPA) dahulu. "Kalau lolos dan diterima maka menjalankan kegiatan kuliah. Rinciannya 50% online, 50% tatap muka setiap Sabtu," kata Novi lagi.

Hingga kini, ada tujuh perguruan tinggi yang menjadi mitra Harukaedu, seperti Universitas Sahid, London School of Public Relation, Universitas Kristen Krida Wacana, Sekolah Tinggi Informatika (STI), Universitas

Muhammadiyah, dan lainnya. Dari beberapa perguruan tinggi yang sudah menjalin kerjasama dengannya, ada perguruan tinggi yang memberi bayaran lebih murah. Seperti Universitas Sahid yang bisa membayar biaya kuliah 35% dari biaya normal. Sedangkan perguruan tinggi yang lain tidak ada pengurangan biaya. Sejauh ini sudah ada 4.000 mahasiswa yang terdaftar di program Pintaria.

Nah, pendapatan Harukaedu sendiri berasal dari perekrutan mahasiswa. Sayang, Noviastri tidak merinci pendapatan yang diperolehnya. Tapi ia memberi kisaran kontribusi satu mahasiswa sekitar 35%-75% per total pembayaran ke perguruan tinggi.

Sedangkan pendaftar yang hanya ingin melakukan training saja, Harukaedu menggandeng beberapa training provider seperti training data science, pelatihan bahasa Korea, pelatihan digital marketing dan lainnya. Biasanya pendaftar menjalani training selama tiga bulan, enam bulan sampai ada yang setahun. Biaya yang dibanderol untuk mengikuti training berkisar Rp 250.000 sampai dengan Rp 3 juta tergantung bidang pelatihan.

Ia mengklaim seluruh materi pendidikan dan pelatihan sudah disesuaikan dengan kurikulum dari mitra yang bekerjasama dengan Harukaedu. Para peserta pelatihan berasal dari ragam kalangan, ada swasta juga instansi pemerintah.

Nah, ke depan, menurut Noviastri, pihaknya berencana fokus di pelatihan bidang tertentu saja. Yakni digital ekonomi, pariwisata serta e-commerce yang saat ini tengah naik daun.

Karena tergolong baru dalam menjalankan platform pendidikan, Novi menyatakan masih ada beberapa kendala yang dihadapinya. Pertama, seperti regulasi pemerintah yang belum jelas mengenai peraturan soal perguruan tinggi berbasis online. "Kalau dahulu boleh secara online tetapi sistemnya 50% saja online, sekarang boleh 100% tetapi belum menyeluruh," tandas Novi.

Kedua adalah akademisi atau dosen ketakutan dengan sistem online yang bisa menggerus lahan pekerjaan dari profesi pendidikan tersebut.  Padahal dosen yang mengerti sistem pendidikan online bisa terbantu karena tidak perlu mengajar materi yang sama setiap hari. Malahan cukup mengajak diskusi dan menjawab pertanyaan mahasiswa yang telah belajar lewat konten digital.

Ketiga, yaitu edukasi ke seluruh masyarakat mengenai platform Pintaria dan program kelas blended learning. Saat ini, Novi fokus menyasar target di Jabodetabek. Dan tahun depan rencananya menggandeng mitra di sekitar Jawa.

Untuk bisa bersaing dengan start up pendidikan lainnya, Novi menyiapkan beberapa strategi. Yaitu memberi informasi mengenai platform Pintaria lewat website, ataupun mulut ke mulut. Disamping itu, Harukaedu juga menyiapkan tes gratis, seperti yang dalam waktu dekat ia lakukan adalah soal tes gratis calon pegawai negeri sipil (CPNS).

Langkah lainnya adalah start up ini sudah menyiapkan event digital carrier akselerator yang ditujukan bagi para pencari kerja yang ingin mengetahui keahlian dan profesi menjanjikan di masa depan. Acara ini akan berlangsung di salah satu hotel di Jakarta, bertepatan dengan hari Pendidikan Nasional.

Terakhir adalah membuat portal vokasi offline yang tidak cuma menerima kelas online saja.  Ia sebut kelas jenis ini jarang terdapat di Tanah Air. Supaya target tercapai, pihaknya bakal menggandeng sejumlah mitra kerja untuk bisa merealisasikan program tersebut. Sayang, Noviastri tidak merinci target realisasi dari program tersebut.   

Bidik pasar yang tepat dan materi yang oke

Pengamat usaha rintisan dari Information and Communication Technology Heru Sutandi menilai, usaha start up bidang pendidikan masih mempunyai potensi berkembang lebih lanjut di masa mendatang. Lantaran masih banyak perguruan tinggi yang belum menyelenggarakan pendidikan secara online. Selain itu, jumlah perguruan tinggi yang ada di Indonesia juga masih bakal terus bertambah.  

Ini jelas dari potensi bagus bagi platform pendidikan semacam Harukaedu. "Keberadaan platform pendidikan tersebut bisa menjadi sarana one stop shopping bagi perguruan tinggi dalam hal pendaftaran," katanya kepada KONTAN, Minggu (21/1).

Maka, bidang yang disasar Harukaedu yang fokus dan mengedepankan layanan edukasi secara online sudah tepat untuk mengisi celah yang belum digarap perguruan tinggi yang bersangkutan. Tinggal bagaimana cara usaha rintisan ini membidik segmen pasar yang mau masuk ke platform tersebut. "Seperti Ruangguru yang memberi materi seperti training juga," tuturnya.

Sedangkan untuk materi pelatihan atau training di start up pendidikan, ia mewanti-wanti supaya bisa memberikan pelatihan yang sudah teruji serta punya kualitas. Ini supaya start up ini tidak kalah dengan program pelatihan yang selama ini berlangsung secara tatap muka.

Nah, supaya program pelatihan di start up pendidikan ini bisa menarik minat pasar  yang dibidik, maka ia menyarankan ada baiknya para start up juga berani membuat program pelatihan dengan materi yang mumpuni.

Selain itu yang tidak kalah penting adalah bekerjasama dengan pusat pelatihan yang punya pengaruh langsung ke dunia kerja. Seperti sebagai penyedia sertifikasi SAP atau program sejenis yang lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×