kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Yasa berani berbisnis mode sejak unyu-unyu


Rabu, 01 April 2015 / 10:00 WIB
Yasa berani berbisnis mode sejak unyu-unyu
ILUSTRASI. Nasabah melakukan pembukaan rekening online di booth BCA Syariah?pada ajang BCA Expo 2023?di ICE BSD, Tangerang, Banten (8/9/2023)


Reporter: J. Ani Kristanti, Marantina | Editor: Tri Adi

Menjadi pengusaha di usia muda merupakan pilihan hidup Yasa Paramita Singgih. Di saat teman-temannya sibuk dengan pelajaran sekolah dan kehidupan sosial, Yasa malah mencari uang. Ya sejak usia 15 tahun, Yasa menggulirkan bisnis mode khusus pria yang diberi nama Men’s Republic. Kini, omzet bisnis Yasa mencapai ratusan juta rupiah per bulan.

Kala masih duduk di bangku SMP kelas tiga, ayah Yasa, Marga Singgih, terkena penyakit jantung. Kejadian itu membuat dia memikirkan masa depannya. Ia tak ingin menjadi beban bagi orang tua. Yasa pun mencoba mencari kegiatan yang bisa mengisi koceknya.

Dia berpikir, setidaknya untuk memiliki uang saku dan uang buku saya tak perlu lagi minta pada orang tua. Yasa remaja pun melamar kerja sebagai Master of Ceremony di salah satu acara yang diselenggarakan di pusat perbelanjaan di Jakarta.

Setelah diterima, dalam seminggu ia bisa mengisi tiga acara pada akhir pekan. Bayaran yang ia terima saat itu Rp 350.000 setiap kali tampil. Padahal Yasa mengaku tak punya modal untuk cuap-cuap di depan penonton. “Karena terpaksa, ya, jadi bisa dan malah terbiasa,” kata dia.

Nah, pengalaman mencari uang sendiri membuat Yasa bersemangat. Ketika masuk SMA Regina Pacis, Jakarta, pada usia 16 tahun, Yasa mulai masuk ke dunia bisnis secara kecil-kecilan. Dia menjual kaus pria secara online. Saat itu, ia sudah menggunakan nama Men’s Republic. Namun, kaos yang ia jual merupakan kaus yang dibuat oleh penjahit borongan di Pasar Tanah Abang.

Modal Yasa saat itu hanya keberanian mencoba. Sepengetahuannya, dia bisa membeli kaus di pasar untuk kemudian dijual secara online. “Saat itu, saya belum punya relasi, jadi saya datangi penjahit satu per satu untuk beli barang mereka, lalu saya jual via Blackberry Messenger,” cerita dia.

Usaha penjualan kaus ia rintis tanpa modal. Pasalnya, Yasa diberi kepercayaan oleh para penjahit Tanah Abang untuk mengambil barang dengan sistem utang. “Ketika barang sudah laku, baru saya bayar jadi saya benar-benar tidak keluar modal duit,” tandasnya.

Semangat bisnis Yasa pun kian menggebu-gebu. Pada 2012, ia menjajal bisnis lain dengan membuka kafe kecil yang ia beri nama Ini Teh Kopi di kawasan Kebun Jeruk. Selang enam bulan, ia membuka cabang baru di Mal Ambassador, Jakarta Selatan.

Namun ternyata, semangat bisnis tersebut tidak dibarengi dengan perhitungan bisnis yang matang. Lantaran tidak bisa mengurus dua jenis bisnis secara bersamaan, Yasa malah merugi. Keuntungan dari berjualan kaus harus ia relakan untuk menutup kerugian kafenya.

Hingga, pada awal 2013, dia memutuskan menutup kedua kafenya. Bahkan karena sudah tak punya modal, ia juga harus menghentikan usaha penjualan kaus. Kalau dihitung-hitung, Yasa bilang, ia rugi Rp 100 juta dari kegagalan itu.

Kebetulan pada saat itu, Yasa juga harus mempersiapkan diri menghadapi Ujian Nasional. “Karena tak punya modal lagi untuk beli barang dan ada UN, jadi saya fokus untuk urusan sekolah saja. Usaha baju saya hentikan sementara,” cetus pria yang lahir di Bekasi pada 23 April 1995 ini.


Bisnis dengan konsep

Kerugian yang tak sedikit itu tidak membuat Yasa kapok berbisnis. Buktinya, setelah mengikuti UN, ia mulai dengan bisnis baru pada pertengahan 2013. Kali ini, ia lebih serius menjajaki bisnis dengan menjual produk mode khusus pria. Awalnya, anak bungsu dari tiga bersaudara ini, menjual sepatu berbahan kulit sintetis.

Yasa tak sekadar berjualan. Ia bekerja sama dengan pabrik sepatu asal Bandung untuk memproduksi sepatu kasual dan formal untuk laki-laki. Yasa kembali merintis usaha ini tanpa modal uang. Setelah mendapatkan pabrik yang tepat, ia diberikan 250 pasang sepatu. Nah, Yasa diberi tenggat dua bulan untuk mengembalikan hasil penjualan sepatu.

Tenggat waktu itu membuat ia berpikir lebih serius untuk usahanya. Yasa mulai menjajaki media sosial untuk menjual sepatu tersebut. Akhirnya, dalam waktu dua bulan, semua sepatu itu bisa terjual.

Sejak 2014, Yasa menerapkan konsep pada usahanya. Men’s Republic dipasarkan sebagai produk khusus pria dengan kualitas premium tetapi berbanderol harga yang sesuai dengan di kantong anak muda. Berdasar surveinya, Yasa mendapati bahwa rata-rata pembeli Men’s Republic berusia 15 tahun–25 tahun. Dus, ia menyesuaikan agar harga produknya tak lebih dari Rp 500.000 per item.

Saat ini, Men’s Republic menjual berbagai produk. Selain sepatu, Men’s Republic juga memasarkan pakaian dalam, celana dalam, sandal, dan jaket. Kisaran harganya Rp 195.000 hingga Rp 395.000 per produk. Kini, dia serius mengembangkan branding dan penjualan.

Hingga sekarang, Yasa bekerja sama dengan enam pabrik di Bandung. Untuk tiap macam produk yang ia jual, pabrik yang membuatnya pun berbeda. Yasa bilang, untuk sepatu, pabrik yang bekerja sama dengannya juga memproduksi sepatu merek lain, seperti Yongki Komaladi dan Fladeo. Makanya, Yasa ingin mengikuti jejak merek tersebut untuk membesarkan nama Men’s Republic. “Merek-merek itu tak punya pabrik sama sekali, tapi penjualannya luar biasa, kan? Saya mau terapkan hal yang sama pada usaha saya,” kata dia.

Kini, penjualan Men’s Republic sudah di atas 500 pasang sepatu per bulan, ditambah produk lain. Yasa mengantongi omzet ratusan juta rupiah dari usaha ini. Laba bersihnya cukup menarik, bisa sampai 40% .

Di masa mendatang, Yasa sudah menyiapkan beberapa produk baru yang mau ia buat, seperti ikat pinggang dan celana. “Yang pasti, saya mau memperluas pemasaran dan memantapkan konsep bisnis karena Men’s Republic bukan sekadar online shop,” tukasnya.     


Dua bekal menjadi miliuner

Menjadi pengusaha di usia muda tidak membuat Yasa Paramita Singgih berpuas diri. Ia menyadari masih harus banyak belajar, baik dari sesama pengusaha, maupun dari pengalaman sendiri. Bagi Yasa, pengusaha harus punya dua modal utama, yakni keberanian dan relasi.

Dua hal inilah yang mengantarkan seseorang masuk ke arena bisnis. “Uang bukanlah modal yang utama. Banyak yang salah kaprah bahwa bisnis harus dimulai kalau sudah punya uang,” ujar mahasiswa Bina Nusantara, Jakarta ini.

Nah, jika sudah punya rencana bisnis, Yasa menyarankan calon pengusaha untuk tak terlalu banyak pertimbangan. Menurut dia, bisnis harus dijalani dahulu. Memang risiko gagal pasti ada. Di situlah karakter pengusaha diuji. “Pengusaha itu bukan menghindari risiko kegagalan, tapi berusaha untuk terus-menerus menghadapi kegagalan,” tegas dia.

Memiliki pengalaman sebagai MC pada masa remaja ternyata ada gunanya untuk Yasa. Sejak merintis usaha Men’s Republic, dia rajin diundang menjadi pembicara pada seminar mengenai dunia bisnis.

Tiap akhir pekan, ketika tak ada jadwal kuliah, Yasa mengisi waktu menjadi pembicara. Ia membagikan pengalamannya sebagai pengusaha muda. Yasa bilang, kebanyakan peserta seminar tak menyangka bahwa usianya bahkan belum mencapai 20 tahun. “Saya sering mengisi seminar di kampus yang pesertanya mahasiswa. Kalau saya bilang usia saya, mereka kaget karena tak menyangka,” ucapnya.

Tapi, meski masih muda, masyarakat tak lagi memandangnya sebelah mata. Menurut Yasa, saat ini kesempatan untuk anak muda untuk bersinar dalam bidang bisnis terbuka lebar. Ini sejalan dengan moto hidupnya, never too young to become billionaire.                           

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×