kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,65   -6,71   -0.72%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Berburu amplang ke pembuatnya langsung


Sabtu, 24 September 2016 / 10:10 WIB
Berburu amplang ke pembuatnya langsung


Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Johana K.

Sebagai ibukota provinsi Kalimantan Timur, wilayah Samarinda cukup ramai. Selain penduduk sekitar, banyak pula orang yang berkunjung ke kota yang berbatasan dengan Kutai Kartanegara ini, baik untuk perjalanan dinas atau hanya melancong.  
Banyaknya kunjungan ini menggugah penduduk Samarinda untuk menciptakan camilan khas yang bisa menjadi buah tangan. Salah satunya, amplang.

Amplang adalah sejenis kerupuk. Selain menjadi camilan, amplang juga bisa menjadi pendamping makan nasi atau yang lain. Kerupuk ini terbuat dari bahan dasar ikan pipih atau ikan belida yang merupakan hasil budidaya perikanan khas  Kalimantan.
Nah, untuk memburu amplang di Samarinda ini, Anda bisa pergi ke Jalan Slamet Riyadi, Kelurahan Sungai Kunjang. Tepatnya, sentra ini terletak di pinggir Sungai Mahakam atau sejajar dengan Mesjid Islamic Center. Di sana, ada sederet gerai penjual amplang.

Ada sekitar 20 kios amplang yang berjajar di sepanjang jalan tersebut. Menurut para pedagang, sentra ini sengaja untuk wisatawan yang ingin membeli amplang sebagai oleh-oleh. "Sentra ini memang khusus menjual oleh-oleh amplang dan camilan khas Samarinda lainnya," kata Yulia, pemilik kios Amplang Yulia di sentra amplang Jl. Slamet Riyadi ini.

Yulia merupakan pendatang dari luar Kalimantan yang mengambil peluang untuk menjajakan amplang di Samarinda.  Sudah sejak tiga tahun lalu, dia berjualan amplang dan camilan lain, seperti kerupuk kepiting, keripik ikan, dan lainnya. “Sebenarnya sama saja dengan Balikpapan, hanya di Samarinda banyak yang jual amplang,” ucap Yulia.

Amplang yang dijual terdiri dari berbagai rasa. Mulai dari orisinal, bumbu barberkyu dan pedas. Harganya berkisar antara Rp 5.000 hingga Rp 50.000 per bungkus. Namun, rata-rata amplang dijual dalam kemasan berukuran 100 gram.

Dalam waktu dua hari, Yulia bisa membuat 300 kilogram (kg) atau sekitar 1.000 bungkus amplang di gerainya. Selain sebagai tempat berjualan, ia juga memproduksi amplang di gerai ini. Sayang, Yulia enggan menyebut omzet yang diperoleh.

Penjual amplang lainnya adalah Henny yang telah membuka kios Amplang Doddy sejak tahun 2000. Henny bilang, pembeli amplang di kiosnya berasal dari berbagai daerah. Selain warga Samarinda sendiri, tamu juga datang dari Balikpapan, Jakarta, Medan, dan Jawa.

Ia menjual amplang Rp 150.000 per kg. Namun, dia juga membungkus dalam kemasan kecil dengan harga Rp 5.000-Rp 10.000 per bungkus. Henny menyediakan dua rasa, orisinal dan pedas.

Dalam waktu satu minggu, Henny bisa memproduksi 50 kilogram atau sekitar 100 bungkus hingga 200 bungkus amplang. Dalam satu minggu, dia bisa mengumpulkan omzet Rp 2 juta atau atau sekitar Rp 10 juta per bulan. Omzet ini hanya dari amplang, karena selain amplang ia juga menjajakan camilan lain, seperti biskuit susu, keripik kepiting, stik keju, dan kue kering lainnya. 

---------------------

Sentra produksi dan penjualan amplang di Jalan Slamet Riyadi, Kelurahan Sungai Kunjang, Samarinda, Kalimantan Timur sudah lumayan kesohor. Sentra camilan khas Samarinda ini selalu ramai didatangi pembeli.

Selain warga lokal, pembeli juga banyak datang dari daerah lain, seperti Jakarta Jawa hingga Sumatera. Bahkan, saat Lebaran atau liburan akhir tahun, pedagang kerap kewalahan memenuhi permintaan. "Sentra ini semakin berkembang dan banyak peminatnya juga," kata Yulia, salah seorang pedagang amplang.

Ia mengaku, tidak kesulitan mendapat pembeli karena tempat usahanya sangat strategis. Camilan kerupuk ikan ini digemari karena rasanya gurih dan mudah dibawa.

Hanya, di balik rasanya yang gurih, ternyata proses pembuatan amplang tidak mudah. Menurut Yulia, untuk membuat kerupuk ikan ini butuh waktu sekitar dua hari hingga tiga hari. Untungnya pasokan ikan belida yang dipakai untuk bahan membuat amplang mudah didapat dan terjaga pasokannya.

Ia biasa membeli ikan dari hasil budidaya masyarakat setempat. "Sudah ada pemasok ikan belida yang menjadi langganan saya," ujarnya. Bila pasokan ikan belida sedang terbatas, ia bisa menggantinya dengan ikan tengiri. "Memang rasanya akan berbeda, namun tetap menggunakan bahan ikan," imbuh Yulia.

Yulia rutin produksi amplang seminggu sekali. Sekali produksi, minimal menghabiskan 300 kilogram (kg) ikan belida. Ikan sebanyak itu dia beli dengan harga berkisar Rp 200.000 hingga Rp 300.000.

Selain ikan, bahan lainnya adalah tepung terigu, telur, dan bumbu lainnya. Sebelum diproses, ikan dikeringkan terlebih dahulu selama sekitar satu hari. Setelah itu ikan dihancurkan dengan cara ditumbuk.
Langkah selanjutnya dicampur racikan bumbu lain. Bahan tersebut lalu diberi terigu hingga membentuk adonan dan dibentuk seperti kerupuk. "Dua hari kemudian, bahan digoreng dan dibungkus dalam kemasan plastik," tandas Yulia, pedagang dengan merek Amplang Yulia.

Henny, produsen amplang lainnya mengatakan, musim panen ikan belida tidak bisa ditentukan. Jika musim kemarau, hasil ikan belida biasanya melimpah, dan itulah yang dijadikan bahan utama bagi pedagang amplang. Sementara saat musim hujan, pedagang akan banyak memasok ikan tengiri atau mencampur keduanya untuk bahan baku amplang. "Sejauh ini pasokan ikan dari para pebudidaya tidak menjadi kendala," ujarnya.  

Hennny mengaku, amplang dilakukan setiap hari. Sekali produksi membutuhkan 50 kg hingga 100 kg ikan belida. Ikan sebanyak itu bisa menghasilkan 100 bungkus amplang.

Tapi saat permintaan lagi ramai, produksinya bisa lebih banyak lagi. Saat Lebaran atau libur akhir tahun, ia bisa memproduksi 200 bungkus amplang setiap harinya. "Kalau jelang Lebaran, dari jauh hari juga sudah memasok ikan belida sebanyak-banyaknya untuk buat amplang," tutur Henny.

Heny mengaku, keahliannya membuat amplang didapat dari orang tuanya. Kebetulan orang tuanya dulu juga produsen amplang. "Bagi saya tidak sulit," ujarnya.                

-------------------------

Sentra pembuatan dan penjualan amplang di Jalan Slamet Riyadi, Kelurahan Sungai Kunjang, Samarinda, Kalimantan Timur diramaikan puluhan perajin. Ada sekitar 20 kios amplang yang berjajar di sepanjang jalan tersebut.
Tak heran, bila persaingan sesama pemilik kios amplang cukup ketat. Di tengah persaingan yang ketat, mereka pun adu strategi untuk menarik minat pembeli.   

Contohnya dalam pembuatan amplang. Dalam memproduksi amplang, masing-masing produsen coba berkreasi sendiri-sendiri menciptakan bentuk amplang yang bisa menarik minat pembeli. Begitu juga dengan bumbu amplang. Ada yang menggunakan bumbu beli jadi, ada juga yang membuat bumbu hasil racikan sendiri.

Menurut Henny, salah seorang pedagang amplang, kios amplang kian menjamur karena peminatnya tinggi. “Makanya pedagang berbondong-bondong menjajakan amplang," katanya.

Di tengah persaingan yang ketat, Henny mengaku mematok harga jual yang terjangkau di kantong. Di kiosnya, ia menghargai amplang bikinannya mulai Rp 5.000 hingga Rp 10.000 untuk ukuran dan bentuk apa pun. “Itu harga baik rasa orisinil atau pedas dengan bentuk apapun. Bedanya dari ukuran saja,” tutur Henny.

Ia juga selalu menjaga citarasa amplangnya. Henny mengaku, tak pernah mencampur bahan baku ikan belida dengan ikan jenis lainnya. Ia sendiri tak menampik, ada pedagang yang mencampur beberapa jenis ikan demi menekan biaya produksi. “Kadang-kadang pedagang ada yang nakal campur ikan belida dengan tenggiri, atau ikan lain. Dan harga amplang bisa jadi lebih murah,” ungkapnya.

Karena bahannya terjamin, Henny mengaku selalu memberi tester bagi pembeli yang datang ke gerainya. "Biar lebih yakin," ujarnya.

Ia juga slelau menyapa ramah setiap calon pembeli yang datang. Ia juga tak mempermasalahkan bila ada pengunjung yang hanya melihat-lihat atau sekedar mencoba amplang di gerainya. Toh, menurut Henny, kalau pembeli menyukai amplang buatannya, pasti mereka kembali lagi.

Selain bahan baku yang terjamin kualitasnya, ia juga selalu menyediakan stok amplang yang fresh atau baru dibikin. Ampalng memang tahan dua bulan hingga tiga bulan. "Tapi saya tetap tetap memproduksi amplang yang fresh," ujarnya.

Sementara pedagang amplang lainnya, Yulia mengakui persaingan pedagang semakin ketat. Ia sendiri berusaha memenangkan persaingan dengan membuat bumbu amplang yang enak di lidah. "Saya bikin bumbu barbekyu dan pedas yang diolah sendiri," ujarnya.

Ia juga berinovasi dengan membuat bentuk amplang yang berbeda-beda. Ada yang bentuknya bulat lonjong, melingkar, atau seperti lingkaran kapsul. “Ini untuk menarik pengunjung yang datang ke gerai saja. Harga sih sama saja, beda ukuran saja,” ucap Yulia.

Untuk memperluas pasar, ia juga rajin ikut pameran. "Tahun lalu saya ikut pameran di Jakarta yang difasilitasi Kementerian Perdagangan," ujarnya. Lewat pameran, ia berharap produknya semakin dikenal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×