kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Berburu laba fosil kayu di perut bumi


Senin, 01 November 2010 / 11:29 WIB
Berburu laba fosil kayu di perut bumi
ILUSTRASI. Bursa Efek Indonesia


Reporter: Hendra Gunawan, Rizki Caturini, Fahriyadi | Editor: Tri Adi

Fosil kayu yang banyak terdapat di perut bumi bernilai jual tinggi. Selain usia yang mencapai jutaan tahun, konon fosil ini dipercaya dapat membantu sirkulasi udara di dalam ruangan. Pembelinya dari Asia dan Eropa. Omzetnya mencapai ratusan juta rupiah.

Indonesia memang negara yang kaya akan sumberdaya alam. Tak hanya komoditas alam yang ada di atas tanah, benda-benda yang tersimpan di dalam perut bumi juga bisa bernilai tinggi. Salah satunya fosil kayu. Fosil yang berumur ratusan tahun itu mempunyai nilai jual yang sangat tinggi.

Syaiful Wathony, pedagang fosil di Jakarta, membagikan pengalamannya. Menurut dia, harga fosil kayu di pasaran saat ini berkisar Rp 20.000 hingga Rp 100.000 per kilogram (kg). "Tergantung dijual kemana," tutur dia.

Jika dijual kepada sesama pedagang, fosil kayu cuma laku Rp 20.000 per kg. Tapi bila dijual kepada kolektor, harganya bisa berlipat.

Syaiful bilang, peminat kayu fosil tak hanya dari dalam negeri, tapi juga luar negeri. Bahkan, permintaan kayu fosil dari luar negeri lebih banyak ketimbang permintaan lokal. Negara-negara di Asia, seperti Korea Selatan, Taiwan dan China, menjadi peminat utama. Permintaan fosil kayu rutin datang dari ketiga negara itu. Bulan September lalu, Syaiful menjual fosil kayu ke Korea Selatan sebanyak lima ton.

Oleh importir, fosil kayu milik Syaiful dibeli seharga Rp 25.000 per kilogram. Dia bisa mengantongi omzet hingga Rp 125 juta.

Sabran, perajin fosil kayu dari Kalimantan Selatan, mengamini pendapat Syaiful. Menurut dia, permintaan fosil kayu dari ketiga negara itu cukup tinggi. China, ambil contoh, selalu mengirim order dua kali setiap bulan.

Karena permintaan yang besar, Sabran berburu sumber fosil tak hanya di Kalimantan Selatan, tapi merambah hingga wilayah lain, seperti Jawa Barat dan Jawa Timur. Sayang, dia enggan mengungkapkan omzet yang diraih dari penjualan fosil kayu ke luar negeri tersebut.

Yang jelas, lanjut Sabran, jika sedang mengikuti pameran, pendapatannya dari penjualan fosil kayu ini berkisar Rp 500 juta hingga Rp 2 miliar. "Ini adalah barang koleksi, biasanya pembeli tak mempermasalahkan harga," ujar dia.

Selain negara-negara di Asia, sejumlah negara di Eropa juga tertarik pada fosil kayu, termasuk Belanda, Jerman, dan Inggris. Bahkan, kata Syaiful, pembeli dari Eropa berani menawar dengan harga lebih tinggi. Maklum, konsumen di benua itu lebih menghargai benda-benda yang sudah berusia ratusan tahun.

Syaiful bilang, belum lama ini rekannya sesama perajin fosil kayu di Serang, Banten, mendapatkan permintaan fosil kayu lebih dari 20 ton dari salah satu pembeli di Inggris. Karena jumlahnya terbilang cukup besar, para perajin di wilayah itu mengerjakannya secara "keroyokan". "Waktu itu fosil mereka dihargai sampai Rp 100.000 per kilogram," tuturnya.

Ipung W. Muryadi, pemilik Credo Gallery yang berlokasi di Pondok Gede, Bekasi, mengaku, meski kawasan Eropa sedang dilanda krisis ekonomi, nyatanya permintaan kayu fosil tetap ada. Buktinya, permintaan fosil yang masuk ke galerinya tidak pernah surut. Saat ini ada 18 negara yang memesan fosil kayu dari Ipung. "Pembelinya dari Thailand hingga Ukraina," ujar dia.

Saban bulan, dia bisa mengirim satu hingga dua kontainer fosil kayu ke sejumlah negara. Omzetnya mencapai Rp 100 juta.

Tak hanya bentuknya yang unik, fosil kayu banyak diminati lantaran umurnya yang mencapai jutaan tahun. Konon, fosil kayu juga dipercaya membantu sirkulasi udara di dalam ruangan. Selain itu, "Kalau hawanya panas atau dia kena panas, warnanya akan berubah menjadi agak kemerahan," tutur Syaiful. Sebaliknya, ketika cuaca sejuk, warna akan kembali normal. Jadi, fosil ini seakan-akan hidup.

Sebelum dijual, bongkahan fosil kayu terlebih dulu diolah. Untuk memprosesnya menjadi bentuk yang indah, para perajin hanya menggunakan alat yang cukup sederhana, yakni gerinda dan amplas. "Pemolesan dari bentuk bongkahan butuh waktu satu hingga dua hari saja," tutur Fendy Irwanto, perajin fosil kayu dan pemilik Surya Abadi di Solo.

Umumnya, perajin tak banyak mengubah bentuk asli fosil kayu. Cukup dipoles agar terlihat bersih dan mengkilap. Sebab, bentuk asli fosil tersebut sudah cukup bagus sebagai hiasan ruangan. "Kecuali ada permintaan khusus dari pembeli," kata Jaja, perajin di Serang, Banten.

Begitu juga kata Mugie Abdullah, pemilik Batuan Asri di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Jika profil atau karakter fosil kayu itu sudah unik, perajin tidak banyak melakukan perubahan. Kecuali jika profil fosil kayu tersebut memungkinkan diubah dalam bentuk lain, seperti meja, kursi, asbak dan wastafel. "Kadang-kadang ada fosil yang sekilas mirip dengan binatang kura-kura. Maka saya bentuklah seperti kura-kura," imbuhnya.

Menurut Mugie, perubahan bentuk ini akan mengangkat nilai jualnya. "Yang tadinya cuma Rp 500.000, harganya bisa berlipat," katanya.

Namun, lantaran bongkahan fosil kayu cukup sulit didapat, Mugie pun mengolahnya dalam bentuk lain dengan tujuan meningkatkan harga jual. "Untuk bongkahan yang karakternya kurang bagus, saya jadikan wastafel, bangku, meja atau asbak," tandas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×