kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Berdayakan warga dan lestarikan hutan dengan kopi


Kamis, 13 April 2017 / 17:22 WIB
Berdayakan warga dan lestarikan hutan dengan kopi


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Sejak 2007 silam, Tasuri mulai mengajak warga setempat untuk mengubah mata pencaharian, dari perambah hutan menjadi petani kopi. Maklum, hutan Soko Kembang, Petung Kriyono di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah memang dipenuhi pohon kopi yang tumbuh liar.

Dia berharap dengan cara ini, warga sekitar tak merusak ekosistem hutan. Sebab, hutan ini juga menjadi habitat  Owa dengan populasi terbesar kedua se-Indonesia. "Jadi saya berpikir, harus angkat dulu sisi ekonomi mereka baru dapat diajak untuk melestarikan hutan," terangnya pada KONTAN Kamis pekan lalu. 

Karena, hanya memetik dari pohon yang tumbuh liar, hasil produksi kopi tak dapat diprediksi. Awalnya, semua hasil panen petani ini dijual kepada para tengkulak yang ada dipasar Doro, Pekalongan. Lantaran merasa rugi dengan mengandalkan penjualan ke tengkulak, Tasuri pun terinspirasi untuk menjadi pengepul kopi dari petani setempat. Dia memberikan harga beli kopi yang lebih tinggi yaitu Rp 35.000 per kg untuk kopi robusta kering, sedangkan untuk kopi basah hanya Rp 5.000 per kg.

Sebelum fokus menjadi pengepul, Tasuri mengajari para petani untuk mengolah biji kopi dan meminta mereka hanya memetik biji merah. Tak lupa, dia juga selalu mengingatkan untuk tidak membuka lahan baru bagi penanaman pohon baru.

Banyak mendapatkan ilmu soal kopi dan pelatihan pengolahan kopi dari Lembaga Swadaya Masyarakat di Yogyakarta, laki-laki berkulit gelap ini mengolah biji kopi menjadi kopi kemasan siap minum dengan merek Owa. Dia membanderol haraga kopi ini Rp 20.000 per 100 gram untuk kopi arabica, Rp 15.000 untuk robusta dan Rp 2,5 juta per kilo untuk kopi luwak. "Harganya memang agak mahal karena ini kopi liar yang tidak menggunakan bahan kimia dalam pembudidayaannya," tambahnya.

Mengingat hasil produksi yang terbatas, penjualan Kopi Owa pun baru melingkupi wilayah Petung Kriyono. Alhasil, konsumen yang ingin mencicipi kopi hutan ini harus meluangkan waktu menuju Petung Kriyono. 

Langkah ini juga menjadi kunci untuk menarik kunjungan wisata di Petung Kriyono. Sebab, kata Tasuri, area hutan Petung Kriyono banyak terdapat air terjun yang masih alami.  

Tapi, tahun lalu dia mencoba untuk memasarkan kopi lebih luas dengan menjalin kerjasama dengan buyer yang ada di Yogyakarta. Nantinya, hasil kopi ini bakal di ekspor ke Singapura. Untuk pengiriman tahun lalu,  Tasuri menyuplai 25 kuintal biji kopi mentah.

Kedepan, dia berharap kopi Owa dapat lebih berkembang dengan mempunyai lokasi penjemuran sendiri dan meningkatkan hasil produksi sehingga tingkat ekonomi warga meningkat. Sampai saat ini, proses pengolahannya masih dilakukan di rumah Tasuri. 

Tidak hanya itu, dia berharap dapat membuka kedai kopi dengan sasaran para wisatawan. Supaya wisatawan tak perlu datang ke rumahnya untuk mencicipi secangkir kopi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×