kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 15.875   5,00   0,03%
  • IDX 7.314   118,54   1,65%
  • KOMPAS100 1.121   16,95   1,53%
  • LQ45 892   14,50   1,65%
  • ISSI 223   2,40   1,09%
  • IDX30 459   10,01   2,23%
  • IDXHIDIV20 553   13,38   2,48%
  • IDX80 129   1,38   1,09%
  • IDXV30 137   2,73   2,03%
  • IDXQ30 152   3,22   2,16%

Bermodal obeng dan telepon, klien berdatangan


Selasa, 24 Agustus 2010 / 10:23 WIB
Bermodal obeng dan telepon, klien berdatangan


Reporter: Diade Riva Nugrahani | Editor: Tri Adi

Pemeo “sukses dalam berbisnis harus punya modal besar” tak selamanya benar. Rawi Wahyudiono membuktikan, bermodal keterampilan dan kerja keras, ia pun sukses jadi pengusaha penyedia komputer. Omzetnya ratusan juta rupiah.

Pengalaman adalah guru terbaik. Belajar pada kegagalan bisnis orangtuanya, Rawi Wahyudiono sukses menjadi pengusaha penyedia komputer lewat bendera PT Pradana Komputer (Prakom). Ia lebih banyak menangani perawatan perangkat server dan komputer milik bank, kantor pajak, perusahaan manufaktur, dan lembaga pendidikan.

Sebenarnya, pria kelahiran tahun 1971 ini berasal dari keluarga pegawai negeri. Orangtuanya bekerja di sebuah badan usaha milik negara (BUMN) di Surabaya. Sang ayah sempat memiliki usaha bengkel sepatu. Saat di bangku SMA, Rawi kerap disuruh ayahnya berbelanja lem sepatu kulit ke Pasar Turi.

Karena minim pengalaman, usaha ayah Rawi belakangan bangkrut. Setelah itu, ayahnya tak pernah mau lagi berdagang. Kondisi ini justru berbanding terbalik dengan Rawi. Pengalaman membantu ayahnya justru membuatnya semakin menyukai bisnis. Lantaran sering berbelanja ke Pasar Turi, ia mulai menyukai proses transaksi jual beli yang menghasilkan uang.

Rawi menyeriusi bisnis sewaktu kuliah di STIKOM Surabaya. Kala itu, sang ayah tak sanggup lagi membiayai kuliah lantaran sudah pensiun. Usaha pertamanya adalah berjualan rokok. Dengan sisa uang saku yang ditabung, ia membeli satu boks rokok dan menitipkannya di kantin kampus.

Tergiur pada keuntungan yang lebih besar, Rawi beralih ke bisnis kaus sablon. Dengan modal seadanya dari hasil berjualan rokok, ia mulai menerima pesanan pembuatan kaus sablon. Dari situ tabungannya terus bertambah. Selain untuk biaya sekolah, ia juga menggunakan uang itu untuk membiayai hobinya mendaki gunung. “Saya sudah ke mana-mana dengan uang hasil jualan kaus sablon,” katanya, bangga.

Semakin lama Rawi semakin asyik berbisnis. Kuliahnya pun keteteran. Namun, bisnisnya terus melebar. Ia sudah mampu menggelar lapak sendiri untuk berjualan baju, celana, dan sepatu murah di pasar. Kala itu, modalnya hanya kepercayaan pemilik toko pada Rawi yang berjanji membantu menjual barang-barang tersebut.

Dari sandang, Rawi mulai menjajal bisnis komputer, bidang yang selama ini ia pelajari. Bermodal brosur komputer, ia menawarkan jasa pemasangan dan jual beli komputer pada orang-orang di pasar.

Usaha ini cukup sukses. Rawi mulai paham mengenai proses perakitan dan cara jual beli yang menguntungkan. Maklum, kala itu, ia mendapatkan tip dari pemilik komputer yang ia tawarkan lewat brosur.

Bangkit habis bangkrut

Setelah lima tahun berkuliah dan berbisnis sambilan di Surabaya, Rawi memutuskan pindah dan bekerja di Jakarta. Selama enam tahun, ia sempat menjadi karyawan di tiga perusahaan swasta yang bergerak di bisnis komputer. Dari situ, ia semakin menimba banyak ilmu di bisnis komputer. Bahkan, ia punya banyak database klien-klien potensial yang kelak menjadi klien perusahaannya sendiri.

Pada 2003, bersama beberapa kawannya, Rawi mulai membangun bisnis jual beli komputer. Nama perusahaannya Tritunggal Jaya. Tapi, setelah berjalan lima tahun, usahanya mulai seret. Sebab, perusahaan patungan itu tidak memiliki laporan keuangan yang rapih. Akibatnya, arus keluar masuk uang perusahaan jadi tidak lancar.

Alhasil, perusahaan yang memiliki 15 karyawan itu pun bangkrut. Padahal, kala itu, omzet perusahaan sudah mencapai Rp 100 juta per bulan. Rawi sempat menganggur dan hidup luntang-lantung hanya dengan mengandalkan uang hasil jual beli barang rongsokan. Pernah dalam sebulan, ia hanya mengantongi uang sebesar Rp 500.000. “Terpaksa, saya dan keluarga hidup pas-pasan,” kenangnya.

Rawi mencoba bangkit dari keterpurukan. Pada tahun 2008, bermodal obeng dan telepon, ia mulai menghubungi klien-klien lamanya. Ia menawarkan jasa perbaikan dan pemasangan komputer. Ia memberi nama usaha kecilnya ini Pradana Komputer (Prakom). Lantaran sudah kenal dan saling percaya, lambat laun, klien yang memakai jasanya makin banyak.

Melihat potensi pasar yang besar, Rawi semakin spesifik menggarap bisnis penyediaan jasa perbaikan serta pemeliharaan komputasi dan printer untuk perbankan. Alasannya, saat itu, belum banyak pemain yang menyasar segmen ini.

Kerja keras Rawi berbuah manis. Klien berdatangan, seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI), bank perkreditan rakyat (BPR), rumahsakit umum, dan beberapa universitas. Kini, dari satu toko Prakom di Bekasi, ia mampu mendulang omzet hingga Rp 200 juta per bulan. Tahun ini, ia akan membuka cabang di beberapa kota di Indonesia.

Selain berbisnis komputer, Rawi juga berinvestasi di properti, memiliki toko sembako Cimart di Cikarang, beberapa usaha bakso dan cireng, serta mendirikan Ning Boutique di Surabaya. Kunci suksesnya: berani selalu membuat perubahan agar bisa lebih baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×