Reporter: Merlinda Riska | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - Memang, kesuksesan Moh. Ilham membangun bisnis bata hias tidak lepas dari “sentuhan” sang ibu yang merupakan pengusaha. Tapi, itu hanya di awal bisnis dan dia tetap harus merasakan pahit getir dalam berbisnis.
Kini saban bulan, pemilik Omah Bata ini rata-rata mengantongi omzet sebesar Rp 250 juta. Penghasilan Ilham yang mengklaim sebagai pionir produsen bata tempel bertambah jadi Rp 300 juta–Rp 350 juta di bulan-bulan jelang dan sesudah Lebaran.
Pelanggannya bukan cuma perorangan, juga perusahaan-perusahaan konstruksi dan properti besar. Sebut saja, PT Adhi Karya Tbk dan PT PP Tbk. Dia juga pernah mendapat pesanan untuk Hotel Santika, The Sultan Hotel, Domino’s Pizza, The Coffee Bean, J-Co.
Sebelum terjun ke bisnis bata hias, lulusan Binus University, Jakarta, ini sempat bekerja di bagian teknologi informasi (TI) sebuah perusahaan selama empat tahun. Cuma malang tak bisa ditolak, istrinya jatuh sakit. Ilham pun mengundurkan diri biar bisa fokus pada proses penyembuhan sang istri.
Meski begitu, Ilham tidak betul-betul berhenti bekerja. Dia membantu ibunya yang memiliki usaha batu alam. Namun, “Awal 2012, pas anak saya mau lahir, saya berpikir, saya harus bisa menghasilkan usaha sendiri yang bisa memberikan manfaat, pendapatan bagi keluarga saya,” kata pria kelahiran Jakarta, 20 Juni 1985, ini.
Sambil bekerja di tempat sang ibu, Ilham mencari-cari ide dan inspirasi usaha. Kebetulan, ia melayani langsung pembeli. Dari situ, dia tahu, ada konsumen yang menanyakan produk bata hias (expose) yang tidak dijual di tempat ibunya.
Melihat potensinya yang bagus, Ilham mantap membuka usaha bata hias. Untuk melengkapi produknya, dia menciptakan produk baru: bata tempel. “Saya jadi pionir bata tempel. Secara tidak langsung menciptakan tren baru untuk dunia arsitektur, dunia desain interior dan eksterior,” ujarnya.
Ilham lalu mengutarakan niatnya berbisnis bata hias ke sang ibu, bermodal uang Rp 5 juta dari tabungannya. “Saya dikasih tempat di lokasi usaha ibu saya. Tempatnya bisa dibilang kecil, enggak layak deh untuk jualan,” ungkapnya.
Habis, ibunya memberi tempat dengan ukuran hanya 2 meter x 1 meter. Itu pun lokasinya dekat kamar mandi. Ilham lalu menggunakan tempat tersebut buat memajang produk.
Produk yang dia tawarkan merupakan hasil keliling Jakarta dan sekitarnya mencari produsen batu bata hias. “Dulu, saya belum berani pesan dari luar kota yang jauh karena saat itu belum punya kendaraan untuk ambil barang tersebut, meskipun ada juga yang didrop langsung ke saya tanpa perlu ambil sendiri,” katanya.
Awalnya, yang jadi pembelinya adalah para konsumen toko batu alam milik sang ibu. Sebab, Ilham masih tetap melayani pembeli yang datang ke tempat ibunya, sembari menawarkan bata hias yang dia jual.
Serba sendiri
Ketika itu, ia menjalani bisnis seorang diri. Semua pekerjaan, mulai mengambil barang dari produsen yang jadi rekanan, mengantar ke tempat pembeli, hingga menurunkannya dari mobil sendirian. “Saya pernah antar barang ke sebuah mal jam 10 malam, menunggu tutup, buat restoran yang sedang renovasi,” kenang Ilham.
Sebetulnya, ia pernah meminta ibunya untuk menyewakan mobil bak terbuka miliknya. Tapi, sang ibu menolaknya. Alhasil, Ilham pun harus menyewa mobil pikap dari orang lain.
Sang ibu juga menolak permintaan Ilham untuk meminjamkan anak buahnya buat membantu dirinya mengantar barang. “Mungkin ibu ingin mendidik saya untuk mandiri, dan kalau mau usaha harus punya mental yang tangguh,” ujarnya.
Pelan tapi pasti, berkat pemasaran dari mulut ke mulut, pesanan yang datang semakin banyak. Ia pun menambah produk lubang angin (roster). Bahkan setahun kemudian, Ilham mulai membuat desain bata hias dan roster sendiri, termasuk menciptakan bata tempel.
Pembuat bata dan roster yang jadi mitranya masih memproduksi secara konvensional. Agar produknya bisa menembus perusahaan konstruksi besar atau pemborong yang mengerjakan proyek-proyek gede, Ilham menetapkan standar-standar produknya kepada pembuat bata dan roster. “Meskipun produksinya dari pihak ketiga, produknya tetap khas Omah Bata,” tegas dia.
Pada tahun 2013, ia juga membangun toko online agar pemasaran produknya semakin luas. Biayanya pembuatan situs Omah Bata mencapai Rp 5 juta. “Bayarnya saya cicil karena uang segitu besar banget buat saya waktu itu,” beber Ilham.
Kata Omah jadi pilihan lantaran punya arti tempat untuk bernaung. Jadi, tempat usaha ini bisa menaungi keluarga dengan produk bata. Sedang bata, Ihman menjelaskan, sejatinya sebuah produk yang merefleksikan diri sendiri. Asal bata kayak manusia dari tanah.
“Jadi, Omah Bata tempat naungan kami mencari rezeki. Maka itu, saya narik karyawan dari teman-teman sendiri,” kata Ilham yang kini punya 17 karyawan di luar bagian produksi. Adapun untuk produksi, sekarang ia menggandeng mitra yang punya pabrik di daerah Muntilan, Jawa Tengah.
Bidik ekspor
Berkat desain bata dan roster bikinan sendiri, order dari perusahaan konstruksi besar atau pemborong yang mengerjakan proyek-proyek gede pun berdatangan. Apalagi, Omah Bata juga menerima pesanan khusus dengan desain dari para pelanggan alias customized.
Juga, ada proyek besar yang mengerek nama Omah Bata. Pada akhir 2013, Ilham mendapat pesanan bata hias dari Denny Gondo. Arsitektur kenamaan ini membangun kantor dengan model kastil dengan menggunakan bata hias Omah Bata.
Penjualannya makin moncer pasca Omah Bata memiliki akun di sejumlah media sosial terutama Instagram. Dari sini, ada pemerhati roster asal Australia yang mengamati produk Omah Bara.
“Katanya, produk kami punya potensi untuk naik. Lalu, ada juga dari Amerika Serikat yang bilang, Omah Bata adalah duta besar roster Indonesia,” ungkap Ilham yang saat ini, saban hari memproduksi antara 1.500–2.000 roster dan sekitar 21.000 bata hias tiap dua pekan.
Pesanan partai besar dari perusahaan konstruksi dan properti pelat merah bahkan datang tanpa perlu Ilham menawarkan diri. “Kebanyakan mereka pesan roster untuk proyek rumah susun,” sebutnya.
Tapi, bukan berarti usaha Omah Bata ini selalu berjalan baik-baik saja. Pada 2015, Ilham sempat puyeng tujuh keliling lantaran tak punya uang untuk membayar pegawai, walau hanya empat orang. Keuangannya defisit saat itu.
Pasalnya, dalam berbisnis dia bermodal kepercayaan dan kekeluargaan. Meski pembayaran belum lunas, boleh tetap ambil barang. Dia sendiri juga mengambil barang ke mitra kadang bayarnya belakang.
Selain itu, Ilham mengikuti cara sang ibu. “Dulu, kan, ibu saya juga begitu, tapi masih eksis saja usahanya. Jadi, pelanggan bisa nyaman dan mereka akan balik lagi ke kita, meski barang yang dulu belum bayar,” jelasnya.
Karena itu, kas Ilham sempat kosong bahkan defisit. Akhirnya, demi tetap membayar gaji karyawannya, ia menggadaikan mobil senilai Rp 50 juta. “Cuma setelah gadai mobil, saya malah kewalahan bayar bunga yang gede banget. Jadi sampai sekarang, kapok deh pakai sistem utang gadai,” tegas dia.
Beruntung, Ilham mendapat pesanan tak terduga dari luar kota, yakni Riau menjelang bulan puasa tahun 2015. Order yang masuk total mencapai 130.000 buah bata hias. Sampai sekarang pesanan dari Riau masih datang, juga dalam jumlah besar sekali order.
Ke depan, sambil terus membuat desain baru yang kini sudah mencapai ratusan, Ilham berencana masuk ke produk roster keramik dan kayu. Dan, agar bisa menembus pasar ekspor dalam jumlah besar, dia bakal melengkapi produknya dengan sertifikat akreditasi nasional.
“Sudah ada dari China, Korea Selatan, Australia, dan Kuwait yang berminat. Tapi, karena belum siap untuk keluarkan barangnya, jadi kami tahan dulu,” imbuhnya.
Siap terbang ke luar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News