kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Biarkan si jins melayani selera pembelinya


Rabu, 25 Maret 2015 / 10:05 WIB
Biarkan si jins melayani selera pembelinya
ILUSTRASI. Penyebab Penyakit Jantung.


Reporter: J. Ani Kristanti, Pradita Devis Dukarno | Editor: Tri Adi

Pakaian berbahan denim alias jins bak pakaian wajib di saat santai. Tak heran, hampir setiap orang memiliki celana atau baju berbahan jins. Pamor jins juga tetap berkibar, meski modelnya tak terlalu banyak berubah.

Maklum, bahan ini bisa dipakai mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Jins juga gampang disandingkan dengan jenis kain lain, beragam corak dan warna. “Istilahnya, jins itu eksis sepanjang masa,” Muhammad Ali Akbar Taufani, pemilik Rumah Denim dan Jeans.

Itu sebabnya, tak cuma produsen jins massal saja yang bisa merasakan berkah dari popularitas jins. Pembuat pakaian jins sesuai pesanan (customized), seperti Ali, juga kecipratan. Pria yang mengawali usaha pembuatan jins sejak 2011 ini telah membuka tiga cabang Rumah Denim dan Jeans. Masing-masing di Jakarta Selatan (Gandaria City dan Bintaro), serta Tangerang Selatan (Pamulang). Dalam waktu dekat, Ali akan membuka cabang di Bali.

Ali mulai menawarkan jasa pembuatan jins setelah banyak teman yang memesan celana jins seperti miliknya. “Awalnya, saya iseng, jahit-in celana dengan model seperti celana jins pemberian teman dari Australia,” kenang dia. Tak disangka, banyak temannya yang suka dan memesan.

Karena ingin berbisnis, pria 25 tahun ini lantas menawarkan jasanya lewat online. Setelah punya pelanggan, dia baru menyewa toko yang sekaligus menjadi tempat produksi.

Saat ini Rumah Denim dan Jeans memiliki koleksi 80 jenis bahan. Selain denim, tersedia pula bahan kanvas dan korduroi. “Kalau denim saja sekitar 35 jenis–40 jenis dengan berbagai warna, ketebalan, dan serat,” kata Ali. Bukan cuma kain jins lokal, Rumah Denim juga memiliki stok bahan jins impor, seperti dari Thailand, Korea, dan Jepang.

Sejauh ini, model celana jins tak jauh berbeda, yakni skinny, slim fit, slim straight, dan reguler. Ali pun menyanggupi pesanan dengan model-model tersebut. Selain celana, dia juga menerima pesanan kemeja, jaket, dan baju katak.

Untuk cabang di Bintaro, pembuatan pakaian jins memakan waktu 3 hari–4 hari. Rumah Denim juga melayani pesanan kilat: empat jam sampai sehari langsung jadi. “Tapi, konsumen harus datang ke cabang di Pamulang karena penjahit di sana lebih banyak,” tutur Ali.

Tak hanya melayani pesanan ritel, Rumah Denim juga menerima order dalam partai besar. “Kami membantu anak-anak muda yang ingin jualan jins dengan merek mereka sendiri,” kata Ali. Kini, ada 30 brand yang memesan kepadanya.

Saban bulan, Ali sanggup menyelesaikan 1.000 helai pakaian jins di ketiga rumah produksinya. “Kalau ramai bisa berlipat hingga 3.000 potong,”  ujar dia. Banderol harga jins pesanan itu mulai Rp 165.000–Rp 750.000. Biasanya pesanan ramai berdatangan saat Idul Fitri, Natal, tahun baru, dan Valentine Day.

Dari bisnis ini, perolehan omzet Rumah Denim cukup besar. Ali bilang, saat ramai pesanan omzet berkisar Rp 250 juta hingga Rp 300 juta. Sedangkan, omzet rata-rata per bulan mencapai Rp 100 juta.

Pemain lain usaha jins pesanan ini adalah Muhammad Hidayattulah, pemilik Attic Jeans. Berbeda dengan Ali, Hidayat, panggilan akrabnya, sudah menerjuni usaha ini sejak 2004 di Cihampelas, Bandung. “Berawal dari pengalaman pribadi sulit mencari jins karena ukuran badan saya besar,” cerita dia.

Sama seperti Rumah Denim dan Jeans, Attic Jeans menawarkan empat model dasar, yakni skinny, slim fit, regular, dan low rise. “Itu basic design, ya. Perbedaannya di ukuran,” jelas Hidayat.  Attic Jeans juga menyiapkan bahan jins lokal maupun bahan impor. Proses pembuatannya berlangsung 1 minggu–2 minggu.

Harga celana jins lokal berkisar Rp 175.000–Rp 290.000 per potong. Sedang celana dari bahan impor harganya Rp 535.000–Rp 1 jutaan per potong. Dalam sebulan, Attic Jeans bisa melayani 300-400 pesanan jins. Hidayat pun bisa mengantongi omzet berkisar Rp 40 juta–Rp 70 juta per bulan.

Baik Hidayat maupun Ali bilang, profit usaha ini berkisar 10%-30%. Anda tertarik?


Utamakan pelayanan

Prospek usaha membuat jins sesuai pesanan cerah karena anak muda semakin tahu keinginannya. “Mereka mencari celana sesuai kebutuhan dan tren yang berkembang,” kata Hidayat. Kondisi ekonomi Indonesia yang baik, memperbesar peluang untuk mencetak penjualan jins pesanan.

Hanya, yang perlu diingat, persaingan cukup berat, terutama dari produk impor jadi. Celana jins pesanan ini pasarnya lebih spesifik, yaitu menyasar anak-anak muda. “Strateginya, konsumen minta apa, kami harus bisa menerjemahkan keinginan mereka dalam bentuk celana,” kata Hidayat.

Misalnya, menyediakan berbagai pilihan benang dan jenis jahitan. Ali bilang, ada dua jenis jahitan untuk jins, yakni jahitan biasa dan jahit rantai. “Jahitan rantai ini adalah kualitas internasionalnya,” kata Ali.

Konsumen jins pesanan biasanya juga ingin memasang aksesori, mulai tempat ikat pinggang dari kulit hingga pemasangan logo. Logo ini biasanya diinginkan oleh pemesan yang akan menjual lagi celana jins yang dipesannya.

Ali berpesan, pemain baru jangan menggelontorkan modal terlalu banyak. Sebaiknya, mencari gerai yang biaya sewanya murah. “Dulu, sewa toko Rp 1,3 juta sebulan,” ujar dia.

Saat merintis bisnisnya tiga tahun silam, Ali mengalokasikan modal untuk membeli mesin sekitar Rp 8 juta. Mesin yang dibeli terdiri dari mesin jahit biasa, mesin obras, mesin lubang kancing portabel. “Dulu, saya tak terlalu mementingkan kualitas. Tapi, selanjutnya, saya menyadari kualitas penting supaya diterima kelas menengah atas dan ekspatriat,” ujar dia.

Tak jauh berbeda, Hidayat merintis Attic Jeans di 2004 dengan modal Rp 30 juta. Awalnya, dia memakai mesin manual, kemudian, setelah terkumpul modal lebih banyak, dia mulai membeli mesin yang otomatis supaya bisa mengikuti perkembangan mode terkini dan keinginan konsumen.

Hidayat menaksir modal yang diperlukan oleh pengusaha baru bisa mencapai Rp 250 juta hingga Rp 300 juta, dengan skala seperti Attic Jeans. Dia memerinci biaya yang dibutuhkan untuk pembelian mesin berkisar Rp 65 juta, bahan baku Rp 100 juta. Sisanya untuk sewa workshop dan upah karyawan.

Bahan jins bisa dibeli dari sejumlah pemasok kain jenis itu. Ali, misalnya, mengambil pasokan jins lokal dari Bandung dan Solo. Sedang untuk bahan impor, dia memesan langsung dari pemasok di luar negeri.

Kebutuhan bahan baku ini dibelinya dalam satuan ton. “Dalam sebulan, kebutuhan kami sekitar 3 ton. Kami enggak pakai semua bahan itu, tapi ada juga yang dijual,” jelas Ali.

Hidayat juga memasok bahan jins lokal untuk gerainya dari produsen sekitar Bandung. Sedangkan produk impor diperolehnya dari Thailand, Jepang, dan Amerika Serikat (AS). “Kalau yang impor, ada importirnya sendiri, khusus yang dari AS dan Jepang saya pesan sendiri ke sana,” tutur Hidayat. Dalam sebulan, kebutuhan bahan jins di Attic Jeans sebesar  600 meter–750 meter. Komposisinya 80%–90% dari bahan lokal, sisanya bahan impor.

Nah, salah satu kendala di bisnis ini adalah mencari penjahit yang andal. Anda harus memberi pelatihan untuk penjahit dulu, seperti yang dilakukan Hidayat. Penjahit jins ini biasanya dicari dari Garut, Majenang, Brebes, dan Bandung.  

Agar pengelolaan karyawan bisa mulus, Hidayat menyarankan menganggap tiap penjahit seperti keluarga sendiri. Sebaiknya memberi mereka pondokan untuk menginap. Kini, Attic Jeans mempekerjakan tujuh orang penjahit.

Sementara. Ali berani memberi penghasilan besar untuk penjahitnya. “Bayaran tinggi itu asalkan sebanding dengan kualitas jahitan mereka,” tutur Ali.

Oh, ya, biasanya, gaji mereka dihitung dari jumlah pakaian yang dijahit. “Kami juga memberi fasilitas uang makan dan tempat tinggal di belakang workshop,” kata Ali. Karena berbagai fasilitas ini, lanjut Ali, justru sekarang banyak penjahit yang datang kepadanya.

Hanya saja, Anda harus mewaspadai adanya kecurangan. Seperti Ali yang pernah mendapati bahan sering hilang. “Jadi, saya tutup jalur tikusnya, kami pakainya sistem jadi. Semua harus diserahkan sudah utuh dalam bentuk celana atau kemeja,” terang dia.

Karena layanan menjadi prioritas penting dari usaha ini, maka menjadi pantangan bagi Anda membuat konsumen kecewa. Untuk memudahkan konsumen, Ali pun menerima pesanan melalui jalur online. Jadi, konsumen hanya perlu menyebutkan tinggi, berat badan, dan ukuran jins yang biasa dipakai saat pemesanan. “Kami punya tukang jahit yang memahami pola itu semua,” kata Ali.

Selain itu, dia juga menawarkan garansi hingga satu tahun. Jadi, kalau konsumen ingin memermak pakaian jinsnya, ada masa garansi satu tahun. Attic Jeans juga menawarkan garansi selama dua minggu. “Kalau ada komplain, seperti kepanjangan, kependekan, kegedean, atau kekecilan masih bisa kami la-yani,” kata Hidayat.           

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×