kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis donat masih menggelinding


Sabtu, 14 November 2015 / 10:00 WIB
Bisnis donat masih menggelinding


Reporter: Jane Aprilyani, Merlina M. Barbara, Rani Nossar | Editor: Tri Adi

Donat boleh dibilang menjadi salah satu kudapan favorit masyarakat Indonesia. Teksturnya yang empuk dari adonan tepung terigu, gula, telur, dan mentega serta di tambah varian aneka topping di atasnya, membuat kudapan ini banyak diminati. Harganya yang ramah di kantong pun membuat camilan ini diterima berbagai kalangan masyarakat. Itu sebabnya, donat dapat dengan mudah dijumpai mulai dari pedagang dipinggir jalan hingga di pusat-pusat perbelanjaan.

Untuk mengetahui perkembangan terkini usaha donat, kali ini KONTAN akan mengulas beberapa kemitraan usaha donat yakni dari Double Dipps, Donat Bakar, dan Donat Kampung Utami. Apa saja inovasi serta kendala yang dihadapi para pelaku usaha ini? Mari simak ulasannya berikut ini.


• Double Dipps
Usaha ini telah berdiri sejak tahun 2008 silam dengan mengusung tawaran waralaba donat. Pada 2012 sudah ada 118 gerai donat yang beroperasi. Saat KONTAN mengulas usaha ini pada 2012, Double Dipps melebarkan sayap dengan menawarkan waralaba restoran dan kafe dengan nilai investasi sebesar Rp 550 juta sejak 2011 silam. Alvin Nathaniel, Penanggung Jawab Domestic Franchise Department Double Dipps menjelaskan, kemudian di tahun 2014, Double Dipps telah melakukan re-branding yang ditandai dengan perubahan logo dan konsep bisnisnya menjadi Coffee Shop dan Open Kitchen Donut bernama Double Dipps Donuts & Coffee.

Nilai investasi tawaran kemitraan konsep baru ini sebesar Rp 800 juta hingga Rp 1,2 miliar. Dengan nilai ini, mitra akan mendapat kelengkapan fasilitas berupa kitchen set, bar, interior, funitur, beserta pelatihan karyawan. Investasi tersebut sudah termasuk dengan franchise fee sebesar Rp 100 juta untuk paket coffee shop dan Rp 150 juta untuk open kitchen donut. Sementara royalty fee untuk dua paket ini sebesar 7% dari omzet.

Double Dipps membanderol harga jual makanan sebesar Rp 20.000 hingga Rp 50.000 per porsi, sedangkan untuk berbagai jenis minuman mulai dari Rp 20.000 hingga Rp 40.000 per gelas. Omzet yang mampu diraup mitra adalah Rp 150 juta hingga Rp 210 juta tiap bulannya.

Alvin menambahkan, strategi promosi yang digunakan oleh Double Dipps lebih berfokus untuk menggaet komunitas-komunitas agar menjadikan Double Dipps sebagai tempat kongko. Saat ini sudah ada tiga mitra yang menjalankan konsep baru ini di Balikpapan, Banjarbaru dan Palangkaraya. Dalam waktu dekat akan buka gerai lagi di Samarinda dan Jambi.

Meski Alvin mengaku tak mengalami kendala serius dalam mengembangkan usaha ini, namun pihak pusat harus ekstra keras untuk mendorong para mitra agar lebih aktif menjaring konsumen. “Waralaba bukanlah investasi seperti saham. Pemilik modal harus terjun langsung ke lapangan untuk mengontrol kondisi usahanya. Selain itu melakukan evaluasi apabila terjadi penurunan omzet,” jelas Alvin.

Ke depan manajemen pusat akan berfokus untuk menjaring mitra dari Indonesia bagian timur dan tengah seperti Ambon dan Kupang.


• Donat Bakar
Peluang usaha donat lainnya datang dari Iwan Abu Shalih yang mendirikan Donat Bakar (Dokar) pada April 2008 silam. Ketika KONTAN mengulas kemitraan ini pada 2014, Donat Bakar memiliki 77 mitra. Kini, mitra Donat Bakar sudah bertambah menjadi 100 mitra di berbagai wilayah di Indonesia. Namun, hanya sekitar 85 mitra yang benar-benar aktif menjalankan usaha. Sementara pusat memiliki satu gerai yang berada di Solo. "Mitra yang aktif ini paling banyak tersebar di Jabodetabek, Samarinda, Aceh dan Medan," ujar Iwan.

Pusat saat ini sudah menaikan nilai investasi dari Rp 7 juta menjadi Rp 7,5 juta bagi mitra di Pulau Jawa, dan Rp 25 juta dari Rp 8 juta bagi mitra berada di luar Pulau Jawa. Perbedaan investasi yang cukup jauh ini, menurut Iwan karena di luar Pulau Jawa akan didirikan pabrik sehingga tak perlu repot dan kesulitan dalam pendistribusian bahan baku.

Harga jual donat juga naik. Pada tahun 2014 lalu, pihaknya membanderol harga sebesar Rp 2.500 sampai Rp 5.000 per buah. Kini, harga jual naik menjadi Rp 3.000 hingga Rp 6.000 per buah. Iwan bilang, kenaikan harga jual ini bukan karena kesulitan bahan baku, namun memanfaatkan momen ketika nilai tukar dollar AS yang naik, walaupun tidak ikut terpengaruh karena bahan baku semua dari lokal.

Kendala yang justru paling sering dihadapi oleh mitra dalah SDM yang tidak bertahan lama dalam bekerja. Selain itu, terkadang mitra juga kurang aktif dalam menjalankan usaha dan kerap terkendala dalam pengelolaan keuangan. "Pemilik modal sering menyerahkan pengelolaan usaha sepenuhnya pada karyawan. Hal ini yang menyebabkan manajemen atau pengelolaan keuangan menjadi kacau," ujar Iwan.

Iwan mengaku, belum ada layanan atau produk baru yang ditawarkan kepada pelanggan. Meski demikian, pihaknya selalu pro aktif dalam berpromosi via media sosial dan mengandalkan pemasaran dari mulut ke mulut oleh para pelanggan setianya.

Dia tidak muluk-muluk dalam menggaet mitra, dalam sebulan ia hanya menargetkan satu hingga dua mitra saja. Fokus usahanya kini lebih pada menjaring calon mitra yang berada di luar Jawa karena investasi dan potensi pasarnya cukup menjanjikan. "Ke depan, saya ingin mengembangkan model usaha donat tapi berkonsep kafe dan resto," ujarnya.


• Donat Kampung Utami (DKU)
Satu lagi tawaran kemitraan usaha donat dari Rosidah widya Utami yang mengusung brand Donat Kampung Utami di Jombang. Mendirikan usaha sejak tahun 2001 lewat industri rumahan, Rosidah pun mantap menawarkan kemitraan pada tahun 2008. Ketika KONTAN mengulas usaha ini pada 2014, ada tiga mitra di Jombang, Mojokerto, dan Jember. Sekarang, total gerai sekitar 33 gerai, sebagian besar milik mitra menggunakan brand sendiri dan tiga mitra yang menggunakan nama DKU di Jombang dan Jember.  Khoerul Anwar, Staf Marketing Donat Kampung Utami, mengatakan, akhir tahun akan ada mitra anyar yang akan buka di Malang.

Sebelumnya Donat Kampung Utami menawarkan paket investasi Rp 50 juta untuk konsep kafe kecil, di luar sewa tempat. Kini, konsep kafe mini yang ditawarkan bernilai investasi Rp 225 juta. Mitra akan mendapat mesin pembuat donat, alat pendukung usaha lainnya, renovasi tempat, dan pengurusan manajemen dari pusat. Donat Kampung Utami juga menawarkan jasa kursus bagi pelaku usaha yang baru terjun menjalankan usaha kuliner. Harga kursus Rp 3 juta per lima jam.

Saat ini, tersedia 40 varian rasa donat seharga rata-rata Rp 10.000 per buah. Anwar mengatakan Donat Kampung Utami selalu memberi inovasi pada produknya, seperti menciptakan donat dengan karakter atau donat tulis yang telah diluncurkan usai Lebaran tahun ini.

Terlepas dari hal itu, Donat Kampung Utami masih menghadapi kendala usaha, di antaranya makin sesaknya kompetitor di bidang kuliner, khususnya di menu donat. Namun hal itu membuat Donat Kampung Utami lebih fokus mengembangkan usahanya di seluruh Indonesia. Salah satu strategi yang dilakukan adalah dengan melakukan pemasaran melalui sosial media dan melakukan pendampingan usaha bagi para mitranya.           

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×