kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis wafel masih merekah


Kamis, 03 September 2015 / 16:56 WIB
Bisnis wafel masih merekah


Reporter: Izzatul Mazidah, Jane Aprilyani, Merlina M. Barbara, Rani Nossar | Editor: Dikky Setiawan

Kudapan manis berbentuk bulat dan berlubang kotak-kotak yang kerap disebut wafel sudah lumayan populer di Indonesia. Meski bukan camilan lokal, namun peminatnya cukup banyak di tanah air. 

Banyak pengusaha kuliner ini yang menawarkan kemitraan usaha untuk mengembangkan usaha. Beberapa diantaranya pernah KONTAN ulas seperti Belgian Waffle, Waffle Liz dan Wafflelicius.

Umumnya perkembangan mereka cukup baik lantaran menu cocok di lidah konsumen serta paket investasinya yang masih terjangkau kantong. Simak ulasannya berikut ini:

Belgian Waffle

Usaha ini berdiri Juni 2014 lalu dan langsung menawarkan kemitraan usaha. Ketika KONTAN mengulas usaha ini pada Oktober 2014 silam, usaha besutan Kurniawan Tsai ini baru memiliki tiga gerai dengan rincian dua milik mitra dan satu punya pusat. Setelah hampir setahun berlalu, Belgian Waffle kini telah memiliki 10 gerai dengan rincian tujuh gerai punya mitra dan sisanya milik pusat.

Belgian Waffle masih menawarkan tiga paket investasi, namun masing-masing paket mengalami kenaikan biaya investasi sebesar Rp 5 juta. Yakni, paket Belgian Express kini menjadi Rp 55 juta, paket Belgian Premier menjadi Rp 70 juta dan paket Belgian Superior seharga Rp 90 juta.

Selain itu, harga jual menu juga meningkat akibat kenaikan harga bahan baku, menjadi sekitar Rp 10.000–Rp 17.000 per porsi. Untuk omzet, Belgian masih menargetkan hal yang sama yakni mitra bisa mendapatkan Rp 35 juta per bulan dengan asumsi penjualan 100 porsi−150 porsi per hari.

Kurniawan bilang, meski peningkatan paket investasi dan harga jual tidak bisa terelakkan karena biaya bahan baku yang kian melambung, namun dia tetap berinovasi menciptakan  varian menu agar menarik konsumen lebih banyak. Kini ada taburan baru seperti red bean, choco peanut butter, dan choco almond.

Selain itu, Belgian Waffle juga menggencarkan sejumlah promo seperti memberikan diskon, memberikan bonus minuman serta memberlakukan happy hour sebagai strategi pemasaran.Menurut Kurniawan, perkembangan gerai saat ini terhitung cukup lambat karena sulitnya mendapatkan tempat di pusat perbelanjaan yang kerap penuh. Sebab bisnis wafel diperlukan pasokan listrik yang besar sehingga harus di dalam ruangan.

"Ketika masuk dalam daftar tunggu, kami tidak bisa berbuat apa-apa lagi, karena bisnis ini amat tergantung dengan listrik, sehingga jika tempat jualannya di luar ruangan akan sangat merepotkan,” keluh Kurniawan.

Kendala lain adalah tingginya biaya sewa tempat dan adanya peraturan di pusat perbelanjaan tertentu yang melarang menjual produk makanan sejenis. Kurniawan menjelaskan, biaya sewa tempat paling murah di foodcourt yakni sebesar Rp 4 juta per bulan. Di pusat perbelanjaan ternama, sewa tempat sebesar Rp 2,5 juta per bulan. Karena ukuran Belgian Waffle minimal 4 m², mitra harus merogoh kocek sebesar Rp 10 juta per bulan untuk sewa.

Untuk mengatasi kendala ini, Kurniawan berencana untuk berinovasi membuat wafel dengan menggunakan kompor gas sehingga bisa berjualan di tempat terbuka. Sehingga calon mitranya  yang masih dalam daftar tunggu bisa mulai menjalankan usaha.

Wafel Liz

Bisnis wafel yang berdiri sejak awal 2014 di Tangerang Banten ini membuka tawaran kemitraan usaha di akhir tahun 2014. Ketika KONTAN mengulas kemitraan ini pada Desember 2014 lalu, gerai Waffle Liz masih berjumlah 4 gerai yang semuanya masih milik sendiri.

Subiarto, pemilik Waffle Liz menyampaikan setelah hampir setahun berjalan kini gerainya bertambah 4 unit lagi menjadi totalnya 8 gerai. Dari 8 gerai itu, 4 milik sendiri dan 4 gerai milik mitra yang tersebar di Tangerang, Jakarta, dan Bandung.

Subiarto menyampaikan, meski mitra bertumbuh namun dia masih gencar mencari mitra-mitra baru lebih banyak lagi. Maka dari itu, dia banyak mengikuti pameran waralaba atau sekadar membuka booth di berbagai acara untuk promosi. Ia juga selalu update di media sosial terutama Twitter dan Facebook.

Untuk nilai investasi masih tetap sama yakni Rp 15 juta tanpa booth dan  tambahan Rp 7 juta hingga Rp 10 juta untuk paket dengan booth. Fasilitas lainnya yang diberikan kepada mitra adalah dua mesin pembuat wafel listrik, tepung wafel untuk 98 porsi, perlengkapan promosi, handuk, kipas angin kecil, wadah topping, kemasan wafel, dan lain-lain

Sedangkan harga jual harus naik dari Rp 10.000−  12.000 per porsi menjadi Rp 15.000−22.000 per porsi. Hal ini karena ukuran wafel yang dibuat lebih besar dan ada tambahan taburan yang lebih banyak. Lagipula kata dia, selama 4 bulan terakhir terjadi kenaikan bahan baku seperti tepung untuk membuat wafel.

Agar bertahan, Subiarto juga meluncurkan varian rasa baru seperti rasa greentea dan beberapa lagi ke depannya.Untuk target penambahan, Subiarto ingin ada penambahan minimal satu gerai dalam sebulan. Maka sebab itu, Subiarto tidak menentukan lokasi mitra usaha. "Jika ada di luar Jawa pun tidak masalah," kata dia.

Waffelicious

Waffelicious berdiri sejak 2009 di Solo, Jawa Tengah di bawah bendera CV Nirvana Setiabudi. Pemilik usaha ini adalah kakak beradik Adi Bagus dan Hendy Tanaka. Menu yang ditawarkan adalah wafel Hong Kong dengan bentuk bulat-bulat di tengahnya.

Ketika diulas KONTAN 2013 lalu, Waffelicious memiliki 26 gerai yang lokasinya tersebar di Solo, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Semarang, dan Banjarmasin. Kini Adi bilang jumlah gerai sudah ada 96 gerai tersebar di seluruh indonesia. Rinciannya satu gerai milik induk usaha di Magelang dan sisanya milik pusat. Penambahan mitra yang cukup signifikan, menurut Adi karena  selama ini mereka sangat aktif melakukan promosi di media sosial seperti Facebook, Twitter dan Instagram sehingga produknya lebih luas dikenal masyarakat.

Waffelicious juga menawarkan produk baru agar menarik pelanggan. Ada sekitar lima hingga tujuh rasa baru yang dijajakan diantarannya rasa green tea, blueberry, asin, durian dan taro. Ada juga jenis topping baru diantaranya fresh fruits, ovomaltine, sosis sapi dan ayam, abon, ham, saus BBQ, dan selai aneka rasa buah.

Adi, bilang saat ini harga jual produk meningkat di kisaran Rp 14.000−Rp. 28.000 per porsi. Harga ini naik dari sebelumnya Rp 13.000−Rp 20.000 per porsi. Namun, paket investasi masih tetap sama, yaitu senilai Rp 45 juta. Paket ini mengusung konsep outlet atau gerai di mal. Mitra berhak mendapatkan booth, alat usaha, bahan baku untuk 200 porsi, media promosi,dan seragam karyawan.

Berdasarkan pengalaman beberapa mitra, omzet yang bisa diraih berkisar Rp 30 juta hingga Rp 100 juta per bulan, tergantung lokasi usaha.

Menurutnya, selama ini kendala usahanya terletak pada SDM yang kurang kompeten menggunakan mesin pembuatan waffle meski sudah dilakukan pelatihan. Sehingga hasilnya kurang bagus.Rencana ke depan Wafflelicious ingin membuat waffle dengan berbagai macam ukuran dengan berbagai jenis cetakan agar bentuknnya lebih variatif. Adi menargetkan bisa gaet 50 mitra baru saban tahun untuk lebih melebarkan usaha Wafflelicious.

BOX           

Harus Aktif Berpromosi Agar Berkembang

Erwin Halim, Pengamat Bisnis dari Proverb Consulting menilai, usaha waffle masih akan berkembang hingga tiga sampai lima tahun mendatang. Potensi perkembangan usaha di sektor ini karena pengaruh tren kuliner asing yang sedang terjadi di tanah air. Tren ini sama dengan minuman bubble atau makanan asing lainnya yang sedang populer di sini.

Meski begitu, pihak pusat dan mitra yang menjalankan usaha ini harus bersiap jikatren usaha ini mulai berlalu, karena peminatnya pun akan ikut turun juga. Beberapa kendala yang biasanya dihadapi kemitraan ini adalah tempat usaha, harga bahan baku yang meningkat serta SDM yang kerap keluar masuk. Ini  menjadi hal umum dalam kemitraan usaha," ucapnya.

Untuk mengatasi masalah ini, mitra harus menyiapkan strategi semisal, jika bahan bakunya diimpor bisa menggantinya dengan menggunakan bahan-bahan lokal. Pusat juga harus mendukung mitra dengan survei tempat usaha yang sesuai  serta dukungan pelatihan karyawan.

Manajemen pusat dan mitra usaha harus memperhatikan faktor diferensiasi produk waffle yang dijual. "Bagaimana waffle yang dijual punya rasa nikmat dan varian menu menarik, entah ditambah es krim atau yoghurt. Sehingga pembeli tidak bosan dengan produknya," tutur Erwin.

Selain itu, agar bisnis waffle tidak mudah diduplikasi, baik pusat atau mitra harus aktif untuk ikut pameran atau mengatur strategi untuk mengembangkan usahanya. Salah satunya bisa dengan memperbanyak cabang agar dikenal khalayak luas.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×