kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

CIPS: Perluasan lahan bukan satu-satunya cara dongkrak produksi pangan


Rabu, 23 Mei 2018 / 16:57 WIB
CIPS: Perluasan lahan bukan satu-satunya cara dongkrak produksi pangan
ILUSTRASI. Petani merawat padi


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai perluasan lahan bukanlah satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produktivitas pangan nasional. Apalagi, perluasan lahan pertanian saat ini sulit dilakukan mengingat terbatasnya jumlah lahan yang bisa dipakai untuk kegiatan pertanian dan jumlah penduduk yang terus meningkat.

Peneliti CIPS Novani Karina Saputri mengatakan, pemerintah seharusnya fokus pada peningkatkan efisiensi lahan yang sudah ada, peningkatan kapasitas petani dan revitalisasi alat pertanian serta pabrik-pabrik yang sudah tua.

Novani menyebutkan, terdapat beberapa hal yang menyebabkan sulitnya perluasan lahan pertanian terwujud, salah satunya adalah gencarnya industrialisasi dan pembangunan infrastruktur. Industrialisasi dan pembangunan infrastruktur tidak jarang harus mengorbankan lahan pertanian.

Tak hanya itu, ada pula berbagai perubahan lainnya seperti jumlah penduduk yang terus meningkat. Apalagi, pertambahan penduduk Indonesia terjadi sangat cepat.

“Jumlah penduduk yang bertambah harus diikuti dengan kemampuan lahan pertanian untuk menyediakan pangan bagi mereka. Selain itu pemerintah juga seharusnya meningkatkan kapasitas petani dengan mengadakan pelatihan, memberikan penyuluhan dan bimbingan soal penggunaan alat-alat pertanian yang lebih efisien dan pembaharuan metode tanam,” jelas Novani dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Rabu (23/5).

Peningkatan kapasitas petani juga sangat erat kaitannya dengan tingkat efisiensi pada komoditas pangan yang panen. Indonesia memiliki tingkat efisiensi yang rendah pada proses pasca panennya. 

Dari sekitar 57 juta ton padi yang dihasilkan, sekitar 8,5 juta ton-nya atau sebesar 15% terbuang percuma dalam proses pasca panen. Hal ini diakibatkan berbagai faktor, seperti jauhnya rentang waktu antara panen dengan proses perontokan bulir padi (threshing) dan juga proses pengeringan yang masih tradisional (dijemur) dan belum menggunakan mesin.

Menurut Novani, jika dibandingk dengan Malaysia, Thailand dan Vietnam, hanya sedikit padi yang terbuang percuma. Dimana Malaysia kehilangan 319.000 ton, Thailand sebesar 3,9 juta ton, dan Vietnam sebesar 4,9 juta ton.

“Penguasaan teknologi di kalangan petani juga belum menjadi sesuatu yang memasyarakat di kalangan mereka. Hal ini tentu membutuhkan waktu,” ujar Novani.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan melakukan diversifikasi. Diversifikasi pangan bisa menjadi pilihan daripada hanya fokus pada satu jenis komoditas pangan saja.

Meski begitu, diversifikasi pangan tidak akan terwujud apabila pemerintah tetap menjadikan swasembada sebagai tujuan utama. Hal ini dikarenakan masyarakat akan memilih komoditas yang tersedia dalam jumlah banyak

Lebih lanjut Novani menjelaskan, Penyediaan pangan saat ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat saja. Penyediaan pangan kini juga termasuk bagaimana menyediakan pangan yang bergizi untuk masyarakat dan menciptakan food supply chain yang sustainable untuk masyarakat.

Revitalisasi alat pertanian dan pabrik juga penting dilakukan karena hal ini sangat memengaruhi produktivitas pangan. Untuk itu, lanjut Novani, pemerintah seharusnya melakukan pemeriksaan dan perbaikan alat secara berkala untuk meminimalkan biaya yang dikeluarkan. Banyak pabrik di Indonesia, seperti pabrik gula, yang umumnya sudah berproduksi sejak zaman Belanda dan belum banyak direvitalisasi sampai saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×