kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Danjyo Hiyoji, kolaborasi sukses duo sahabat


Sabtu, 04 Agustus 2018 / 14:05 WIB
Danjyo Hiyoji, kolaborasi sukses duo sahabat


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Ketertarikan pada dunia fesyen serta adanya peluang, mendorong Dana Maulana dan Liza Masitha nekat mendirikan Danjyo Hiyoji pada 2001 silam. Dari sebuah galeri kecil di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, bisnis mereka terus berkembang. Pamor Danjyo Hiyoji cepat melesat sebagai salah satu merek fesyen ternama dan bergengsi.  

Dana bercerita bila sejak awal mereka fokus membidik pasar lokal. Desain yang simpel tapi unik dan penuh inovasi membuat produknya gampang menembus pasar.  

Produknya terus dicari lantaran Dana rutin merilis koleksinya tiap enam bulan.Setiap meluncur koleksi baru, ia menyiapkan 20-35 model baru, baik untuk laki-laki dan perempuan.

Awalnya, Danjyo Hiyoji memang memasarkan lewat gerai fisik, namun sejak 2006, mereka menutup jalur penjualan di gerai. "Karakter belanja konsumen mulai berubah dari offline ke online," jelas Dana. Harga produk fesyen ini mulai Rp 500.000 hingga Rp 1,25 juta per helai.

Selain melayani konsumen ritel, Danjyo Hiyoji juga membidik pelanggan korporasi. Sayang, Dana tak menyebut sejumlah perusahaan yang telah menjalin kerjasama.

Dalam sebulan, rata-rata produksi Danjyo Hiyoji berkisar 500-1.000 helai. Selain mempunyai tim produksi sendiri, Dana juga menjalin kerjasama dengan beberapa vendor yang ada di Solo, Cibinong dan Tangerang Selatan. "Khusus untuk desain yang mempunyai detil khusus atau rumit, kami mengerjakannya sendiri, vendor membantu kami untuk produksi busana dalam skala besar," jelasnya.

Butuh waktu sekitar satu sampai dua bulan untuk menyelesaikan satu proyek pesanan pelanggan korporasi. Sebelum produksi, dia akan memberikan saran desain dan revisi sampai pembuatan produk contoh.

Sejauh ini, Dana dan Liza masih menggunakan bahan produksi lokal. Selain kualitasnya tak kalah dengan bahan impor, penggunaan bahan lokal menjadi strategi untuk bisa menekan biaya produksi. Sebab, harga jual produk sudah tak bisa dipatok tinggi. Mereka menggandeng pemasok  untuk kebutuhannya.           

Jeli lihat peluang, Danjyo Hijoyi cepat melesat

Meski berstatus mahasiswa, Dana Maulana dan Liza Masitha mantap mewujudkan impiannya membuka galeri busana. Berbekal modal patungan Rp 15 juta, mereka menyewa tempat untuk galeri dan modal produksi.  

Duo sahabat ini lantas berbagi tugas. Dana mengambil peran sebagai konseptor pakaian sekaligus bisnis, sedangkan Liza lebih fokus dalam memperkaya detil produk. Sama-sama tak mempunyai latar belakang pendidikan fesyen, keduanya belajar secara otodidak.

Tak disangka, koleksi Danjyo Hiyoji pun cukup menarik perhatian pasar. Bahkan, sebuah majalah tertarik menggunakan koleksinya untuk sesi pemotretan. "Dari sana (majalah), kami dikenal. Jadi hampir tak melakukan branding untuk membentuk awareness," katanya pada KONTAN, Selasa (31/7).

Lantas, mereka juga banyak mendapatkan pesanan pembuatan jaket custom untuk beberapa komunitas di kampus. Maklum saja, peluncuran label fesyen mereka bertepatan dengan booming label-label indie dan menjamurnya distro. Sehingga, pasar sudah teredukasi dan mulai bangga menggunakan label lokal.

Namun, siapa sangka keputusan Dana memulai bisnis fesyen sempat tidak direstui kedua orang tuanya. Namun, dia tetap kekeuh menjalankan bisnisnya sampai mampu memenuhi seluruh kebutuhan kuliahnya.

Asal tahu saja, anak kedua dari empat bersaudara ini, memutuskan untuk pindah jurusan dari teknik sipil ke teknik industri pada tahun 2000. Alasannya, dia tidak nyaman dan merasa kesulitan mengikuti mata kuliah. "Teknik industri lebih tepat buat saya karena berhubungan dengan sektor manufaktur dan saya bisa belajar tata letak pabrik, jadi ada semangat buat sekolah," jelasnya.

Tidak mudah memang menjalankan bisnis sambil kuliah. Dana dan Liza sering kali kerepotan untuk memastikan roda bisnisnya terus berjalan. Keduanya berbagi waktu untuk mengontrol dan menjaga galeri, namun tetap saja kewalahan. Sampai pada akhirnya keduanya memutuskan untuk mencari tambahan partner.

Sayang, partner baru mereka tidak tahan lama. "Tetap tak bisa (bertiga) karena nyawanya ada pada saya dan Liza," tegasnya.      

Gandeng label fesyen lain untuk undang perhatian

Berhasil melalui berbagai rintangan saat membangun bisnis kini duo sahabat Dana Maulana dan Liza Masitha telah menuai sukses. Danjyo Hiyoji pun kondang sebagai brand fesyen lokal.  

Koleksi fesyennya tak pernah absen mewarnai panggung fashion show. Sepanjang 2018 ini, bakal ada empat event pagelaran yang diikuti, seperti  Plaza Indonesia Fashion Week di Jakarta dan fashion show di Bandung serta Batam.

Dana juga akan bertolak ke Singapura bersama  Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (BEKRAF) untuk ikut dalam ajang pameran. "Saat di luar negeri fokus kami adalah mencari buyer tidak untuk menyasar pasar ritel," katanya pada KONTAN, Selasa (31/7).

Disisi lain, Dana masih menghadapi kendala, yakni mahalnya harga sewa gerai.  Padahal, dia berencana untuk membuka kembali gerai fisik untuk mengakomodir para pembeli yang ingin merasakan kualitas bahan dan mencoba sebelum membeli.

Selain soal tingginya harga sewa gerai, masalah sumber daya manusia (SDM) juga mengganjalnya.  Selalu memperhatikan detil setiap busana menuntut kejelian dan ketelatenan para karyawan dalam proses produksi.  
Dana mengaku, sampai hari ini dia masih turun tangan untuk melakukan cek dan ricek serta pelatihan. Tidak hanya itu, dia membuat konsep kantor terbuka alias tanpa sekat antar divisi, untuk memudahkan komunikasi dalam tim.

Cepatnya laju bisnis fesyen dalam negeri dengan kehadiran para desainer muda juga dirasakan oleh Dana. Namun, kondisi ini tak membuatnya risau.  

Pertumbuhan berbagai label lokal justru ia sambut dengan positif untuk meramaikan pasar. Sebab, mereka dapat berjalan bersama dengan mengeluarkan koleksi masing-masing yang dapat menarik perhatian pasar.
"Konsumen saat ini tidak bisa diarahkan seperti dulu. Mereka tidak selalu menyukai koleksi kita setiap musim, jadi saat banyak label dan kami bekerjasama dalam event itu akan lebih menarik dimata pasar," jelasnya.

Meski labelnya sudah populer, anak kedua dari empat bersaudara ini masih melakukan edukasi pasar melalui ajang kolaborasi dengan komunitas atau saat dia diminta menjadi pengajar sementara di universitas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×