kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dari bayi tabung merangkak ke properti


Sabtu, 09 Juni 2018 / 07:00 WIB
Dari bayi tabung merangkak ke properti


Reporter: Merlinda Riska | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - Nama Ivan Sini sangat populer di dunia kedokteran khususnya kandungan. Dia adalah salah satu dokter ahli bayi tabung terkenal di tanah air. Ia juga dokter pertama di Indonesia yang melakukan pembedahan robotik.

Dan, gen dokter memang sudah ada dalam diri pria kelahiran Jakarta, 9 Mei 1972, ini. Ayahnya, Rizal Sini merupakan dokter sekaligus pendiri Rumah Sakit Ibu Anak (RSIA) Bunda.

Di tangan Ivan, bisnis rumahsakit sang ayah berkembang. Kini, PT Bundamedik mengelola lima rumahsakit, satu klinik spesialis, tujuh klinik bayi tabung, sekolah perawat, ambulans, serta laboratorium.

Tidak hanya kesehatan, bersama Ivan, bisnis sang ayah merambah ke sektor properti yakni hotel dan apartemen. “Jadi, di holding kami (Bundamedik) kini ada healthcare dan properti,” kata Presiden Komisaris Bundamedik ini.

Tapi sejatinya, Ivan nyaris gagal menjadi dokter. Kecintaan dengan dunia seni mengantarkannya kuliah di jurusan arsitektur. Bahkan, ia sempat membuka usaha desain grafis.

Setelah kuliah beberapa semester di jurusan arsitektur, Ivan menemukan bahwa dirinya memang harus jadi dokter. “Saya pun pindah haluan untuk kuliah di kedokteran,” ujar lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) ini.

Selepas dari Fakultas Kedokteran UI tahun 1995, dia melanjutkan pendidikan ke Australia untuk mengambil spesialis kebidanan dan kandungan di The Royal Australian and New Zealand College of Obstetricians and Gynaecologists.

Ia juga kuliah di Jurusan Reproduksi Kesehatan University of Western Sydney sekaligus membuka praktik di negeri kanguru. “Saya sepuluh tahun di Australia, sempat menjadi staf pengajar juga di University of Adelaide. Saya mendalami lagi bidang bayi tabung,” imbuh pemilik gelar Master in Minimally Invasive Surgery University of Adelaide ini.

Sepuluh tahun di Australia, Ivan merasa pengalaman dan ilmunya tentang bayi tabung sudah cukup. Ia pun memutuskan kembali ke tanah air. Kebetulan, orangtuanya juga memintanya pulang ke Jakarta untuk mengembangkan klinik bayi tabung milik RS Bunda.

Meski sudah abad milenium, Ivan bilang, bayi tabung masih sesuatu yang tabu di negara kita. Tambah lagi, program ini sangat mahal. Cuma, “Saya melihat saat itu, bayi tabung menjadi kesempatan kami untuk membangun suatu branding atau identitas,” katanya.

Pada 2008 lalu, Ivan memisahkan klinik bayi tabung dari RS Bunda dan berdiri sendiri dengan bendera Morula IVF Indonesia. Tetapi, klinik ini bukan hanya menawarkan program bayi tabung, juga yang berkaitan dengan kesuburan.

Mendirikan institut

Tahun lalu, Ivan mengungkapkan, ada 9.200 siklus program bayi tabung di Indonesia. Nah, Morula IVF melakukan 3.500 siklus atau sekitar 40% dari total siklus program bayi tabung di negara kita.

Sebanyak 10% hingga 15% pasien bayi tabung Morula IVF berasal dari luar negeri. Jadi, “Kalau Anda lihat di Klinik kami, banyak pasien bule yang mau bikin bayi tabung. Artinya, kami enggak kalah dengan klinik di luar negeri secara kualitas dokter dan teknologi,” tegas Chief Executive Officer (CEO) Morula IVF Indonesia ini.

Saat ini, Morula IVF memiliki tujuh klinik yang tersebar di tujuh kota. Yakni, di Padang, Jakarta, Depok, Bandung, Surabaya, Pontianak, dan Makassar. Morula IVF telah menjadi salah satu klinik fertilitas terbesar di Indonesia, dengan peningkatan pasien yang mengikut program bayi tabung dengan rata-rata pertumbuhan 30% per tahun.

Untuk mencetak dokter berkualitas, Ivan mendirikan Indonesian Reproductive Science Institute (IRSI) pada 2012 lalu, khusus untuk melatih dokter yang menangani bayi tabung.  “Semuanya saya bangun sesuai standar pelayanan kami,” ungkap Chairman IRSI ini.

Tentu, untuk sampai ke tahap itu bukan perjuangan yang mudah. Ivan mengungkapkan, kepercayaan masyarakat bahwa bayi tabung adalah program mahal dengan tingkat  keberhasilan yang rendah jadi stigma. Dan, ketika itu yang lebih dipercaya masyarakat adalah Malaysia dan Singapura.

Ivan tidak berjuang sendiri. Bersama Perhimpunan Fertilitas In Vitro Indonesia (Perfitri), dia aktif mengadakan edukasi soal bayi tabung ke masyarakat. Mereka punya program rutin seminggu sekali mengenai edukasi soal kesuburan. “Bahkan, di media sosial kami juga banyak memberikan berbagai macam informasi yang sifatnya umum,” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perfitri ini.

Lantaran klinik bayi tabung di Indonesia bukan hanya Morula IVF, ada sekitar 32 klinik, Ivan mengajak teman-teman seprofesi supaya jangan sampai membuat nila atau masalah yang akan punya imbas pada klinik bayi tabung seluruh Indonesia. “Yang kami lakukan tidaklah instan. Kami banyak sekali melakukan perbaikan sistem di klinik-klinik bayi tabung di Indonesia,” bebernya.

Inovasi juga jadi strategi Ivan mengembangkan klinik bayi tabungnya. Menurutnya, ada tiga kunci dalam berinovasi: kegigihan, kerja keras, dan keberuntungan.

Kalau seseorang gigih dan punya komitmen yang tinggi, maka harus kerja keras untuk mencapai sesuatu. “Saya bukan tipe orang yang mudah frustrasi, sehingga saya jalani saja semua,” penyabet Young Australian New Zealand Gynecologist Award 2004 ini.

Dari sisi regulasi, ia menyatakan, program bayi tabung di Indonesia juga tidak ada masalah. Aturan mainnya komplit, mulai undang-undang, peraturan presiden (perpres), hingga peraturan menteri kesehatan.

Bahkan dari segi keagamaan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah langsung mengeluarkan pernyataan tentang bayi tabung sejak bayi tabung pertama kali di dunia lahir. “Sejak 1978 sudah direspon cukup bagus oleh MUI,” katanya.

Wisata medis

Selain klinik bayi tabung, Ivan juga membantu membesarkan RS Bunda hingga bertambah jadi lima rumah sakit. Perinciannya: dua di Jakarta, satu di Depok, Tangerang Selatan, dan Padang. Lalu, satu klinik spesialis di Jakarta.

Bundamedik juga memiliki unit bisnis bertajuk PT Emergency Response (ER) Indonesia (ER). Perusahaan ini merupakan penyedia layanan kegawatdaruratan medis di luar rumahsakit.

Layanan utama ER Indonesia meliputi pendampingan dan rujukan pasien antar-rumahsakit di dalam dan luar kota maupun luar negeri dengan menggunakan ambulans darat ataupun ambulans udara.

Unit bisnis lainnya, Diagnos Laboratorium. Klinik laboratorium ini melayani permintaan dari rumahsakit, klinik spesialis, dan bayi tabung di bawah naungan Bundamedik.

Untuk menangkap pasar wisata medis (medical tourism) dan wisata fertilitas (fertility tourism), Ivan pun masuk ke bisnis properti. Ia membangun hotel yang letaknya dengan RSU Bunda di daerah Menteng, Jakarta. Namanya: Cordela Norwood Hotel yang baru beroperasi enam bulan lalu.

Dia melihat, sebagian pasien rumahsakit dan kliniknya berasal dari daerah dan luar negeri. Akhir pekan lalu, seluruh kamar di Cordela Norwood yang berjumlah 41 unit penuh. 

“Sebanyak 60%–70% dari keluarga pasien. Itu suatu bukti bahwa yang kami perkirakan itu terjadi. Makanya, kami kembangkan untuk bisa lebih dari sekadar medical tourism, tentu ada yang lain seperti transportasi dari bandara ke hotel dan hotel ke rumahsakit,” ujarnya.

Ivan juga menambah fasilitas restoran di hotel tersebut yang berlokasi di lantai paling atas, dengan nama Sixth On Roof Top. “Karena kami datang dari industri kesehatan yang pasti resto memiliki konsep non-alkohol. Menu harus sehat dan berkualitas,” tegas Ivan.

Selain di Jakarta, Ivan juga membangun hotel di dekat Rumah Sakit Umum Citra Bunda Medical Center Padang. Tahun ini, jajaran hotelnya bakal bertambah satu lagi. Sebab, ia sedang membangun hotel dan apartemen 32 lantai di dekat RS Bunda Margonda, Depok.

Untuk klinik bayi tabung, dia menargetkan tahun ini bisa melayani 5.000 siklus. Sedang target tiga sampai empat tahun ke depan adalah 10.000 siklus. Tarifnya saat ini berkisar Rp 60 juta–Rp 80 juta per siklus.

Meski kesempatan untuk ekspansi ke luar negeri terbuka lebar, Ivan belum berencana untuk membuka cabang Morula IVF di negara lain. “Saya masih mau membereskan yang di Indonesia dulu,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×