kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Difabel yang mempercantik busana


Sabtu, 03 Desember 2016 / 10:00 WIB
Difabel yang mempercantik busana


Reporter: Jane Aprilyani, Teodosius Domina, Tri Adi | Editor: Tri Adi

Kita selalu merasa bersimpati bahkan iba terhadap orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik dan ekonomi. Kita terkadang ingin mereka sedikit dari rezeki kita karena kasihan. Eit, ternyata itu perilaku yang salah.

Orang-orang berkebutuhan khusus dan tidak mampu itu justru tidak ingin dikasihani. Mereka mau dihargai sebagai manusia. Mereka tidak mau menerima sesuatu tanpa bekerja. Mereka juga manusia yang berhak untuk mendapatkan pekerjaan dan berhak untuk sejahtera.

Terdorong untuk lebih memberdayakan orang-orang berkebutuhan khusus itu,  Amy Atmanto seorang desainer busana, mengajari para penyandang disabilitas dan kaum dhuafa untuk mandiri. Amy membekali mereka dengan keterampilan. Lantas juga ada  Misye Sasongko yang  mempekerjakan kaum difabel dalam usaha jasa pasang payet dan bordir miliknya.  Lain dengan  Aldo Egi Ibrahim yang  membikin usaha yang melibatkan kaum kurang beruntung itu dalam membuat es krim buah naga. Wah, sepertinya upaya seperti ini pantas ditiru.
 

Berbusana apik dari kaum difabel

Amy Atmanto tentunya bukan nama asing di jagat fashion. Pakaian yang didesainnya banyak digunakan oleh pesohor di negeri ini. Sebut saja di antaranya  politisi Puan Maharani, Yenny Wahid, atau Nadine Chandrawinata.

Namun, di balik gemerlap dunia yang digeluti, Amy membina tidak kurang dari 400 ibu-ibu penyandang tunarungu dan kaum dhuafa lewat Rumah Kreatif Amy Atmanto sejak 2008. Amy ingin penyandang disabilitas yang selama ini sulit mendapat penghasilan, karena tidak mendapat akses pendidikan baik itu formal maupun nonformal, bisa mendapat penghasilan. "Jangan sampai yang miskin semakin miskin," terangnya.

Amy mengajari mereka memasang payet, mote, dan sebagainya. Nantinya,setelah menjalani serangkaian pelatihan, peserta akan mendapat sertifikat. Dengan sertifikat tersebut, para tunarungu bisa menjadi mitra pedagang pakaian di Pasar Tanah Abang. Misalnya,  mereka bisa mendapatkan upah sekitar Rp 15.000 dari membuat satu kerudung, dan biasanya mereka bisa membuat 10 kerudung dalam seminggu.

Bukan cuma itu, lewat Rumah Internet Atmanto (RIAT), Amy menggandeng para tunanetra dari komunitas Kartunet (Karya Tuna-netra). Para tunanetra tersebut difasilitasi dan diberi pelatihan agar bisa mandiri secara ekonomi. "Latar belakangnya sebenarnya terinspirasi oleh disahkannya UU tentang disabilitas baru-baru ini. Selain itu pemerintahan Presiden Jokowi kan juga menetapkan revolusi digital," terangnya.

Para tunanetra diberi pelatihan mengenai online marketing dalam model camp selama seminggu. Beberapa mentornya juga merupakan tunanetra yang sudah mendapatkan penghasilan lewat online marketing tersebut. Misalnya Rico, salah satu mentor, pernah mendapatkan hingga US$ 20.000 dalam seminggu.

Selain Amy, Misye Sasongko juga mempekerjakan kaum difabel dalam usaha jasa pasang payet dan bordir miliknya. Usahanya yang berlokasi di Bandung ini mempekerjakan sekitar 15 orang difabel yang dia latih sendiri.

Pelibatan kaum disabilitas dalam usahanya ini bermula saat bertemu dengan seorang guru dari sekolah swasta ketika membeli kebutuhan menjahit. Dari pertemuan itu, Misye mengetahui bahwa guru tersebut mengajar memasang payet para murid tunarungu.  Dari situlah, Misye berniat untuk juga memberdayakan kaum difabel dalam usahanya.

Setelah dua tahun berselang, tepatnya tahun 2008, Misye pun mengganti usahanya  menjadi Rumah Pengantin. Ada sekitar 15 orang karyawan difabel yang dia pekerjakan. Keterbatasan komunikasi ternyata tidak menjadi kendala berarti bagi Misye. Yang menarik, pegawai tunarungu yang bekerja di Rumah Pengantin bebas menuliskan gaji yang diinginkannya, asal masuk akal. Saat ini rata-rata upah yang didapat karyawannya sekitar Rp 1,5 juta hingga Rp 1,8 juta sebulan.

Ke depan, Misye berencana untuk mengajarkan bahasa Inggris dan mengaji untuk kaum dhuafa. Daripada mereka melakukan kejahatan, atau kerja di jalanan, lebih baik kita ajak untuk bisnis yang bisa memperbaiki perekonomiannya, sebut Misye. Salut, Ibu Misye!


Menyeruput es krim bikinan kaum difabel

Terdorong untuk membantu memperbaiki perekonomian para penyandang disabilitas di Desa Sidomulyo, Bantul, Yogyakarta, Aldo Egi Ibrahim, seorang pemuda lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM), mengajak mereka memproduksi es krim dari buah naga.

Ia mulai mendirikan usaha ini bersama kelompok disabilitas pada September 2015 dengan mengusung brand Osiris. Ide bisnis ini muncul setelah melihat banyak perkebunan buah naga di Yogyakarta, seperti di Bantul, sekitar Parangtritis dan Pantai Pandansari.

Alasan lainnya, Aldo sengaja melibatkan para penyandang cacat untuk membantu perekonomian mereka. Selama ini, kata Aldo, banyak orang menyumbang uang kepada penyandang disabilitas di desa tersebut. Tapi mereka tidak tahu mau diapakan bantuan tersebut. Mereka juga tidak mau hanya menerima uang saja. "Jadilah saya mengajak mereka untuk bekerjasama membuat es krim buah naga. Jadi selain membantu penyandang disabilitas, saya juga ingin memaksimalkan potensi lokal yang ada," jelasnya.

Saat ini ada lebih dari lima orang wanita penyandang disabilitas yang menjadi bagian tetap dari proses produksi Osiris. Aldo dan timnya mampu membuat 8 liter es krim per minggu atau setara dengan 160 skup es krim.  Harga es krim dibanderol Rp 6.000 per skup. "Sebulan kami bisa menghasilkan 800 skup-1.000 skup es krim dengan omzet Rp 5 juta- Rp 10 juta," katanya.

Waduh, angkat jempol pada kesungguhan Amy, Misye, dan Aldo dalam membantu kaum yang memiliki keterbatasan tersebut. Tapi, percayalah semua perbuatan baik tidak pernah sia-sia. Jadi, ingat sama sama kata-kata ini: Perbanyaklah dan teruslah berbuat dalam kebaikan, karena itulah yang akan kembali kepada kita. Salam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×