kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Duo ibu menuai berkah dari anjing kesayangan


Senin, 27 Juli 2015 / 13:31 WIB
Duo ibu menuai berkah dari anjing kesayangan


Reporter: Marantina | Editor: Tri Adi

Fransiska Xaveria dan Augustine Sally tak pernah menyangka pakaian hewan produksinya bisa diterima pasar dalam dan luar negeri. Duo ibu dan anak ini memulai usaha mereka lantaran himpitan  ekonomi. Namun, sekarang, keduanya sukses menjadi produsen pakaian dan perlengkapan untuk binatang peliharaan.

Krisis moneter yang menghantam perekonomian Indonesia berdampak sistematis pada keluarga Siska, panggilan Fransiska. Pasalnya, Boenadie, suaminya mengalami kebangkrutan. Sally bilang, almarhum ayahnya dulu terjun di usaha pakan ternak dan garmen.

Gara-gara sang ayah bangkrut, Siska sebagai istri terpaksa bekerja untuk menopang ekonomi keuarga. Beruntung, Siska bisa menjahit. Lantas, dia menggunakan ketrampilannya itu untuk mencari uang. “Saya mulai usaha konveksi dengan menjahit seragam. Padahal, sebelumnya suami saya kurang berkenan kalau saya bekerja,” kata Siska.

Himpitan ekonomi keluarga ternyata berpengaruh juga bagi Sally. Saat itu, keluarga mereka  memelihara lebih dari lima ekor anjing ras. Karena biaya makan dan perawatan mahal, orangtuanya sempat berpikir menjual anjing tersebut. Namun, kecintaan Sally pada anjing membuat niat itu dibatalkan.

Di saat yang sama, rumah mereka di Cimahi, Jawa Barat, disita karena menjadi agunan usaha pakan ternak. “Partner ayah saya meninggal, tapi yang disita rumah kami. Jadi, waktu itu sangat hancur,” tutur Sally.

Di tengah-tengah kesulitan ekonomi, usaha konveksi milik Siska terus berjalan meski tak banyak permintaan. Secara kebetulan, mereka ikut kontes kostum anjing di Bandung pada 2006. Walau belum pernah menjahit baju anjing, Siska memberanikan diri. Ia pelajari anatomi anjing lalu disesuaikan dengan kain dan dibuat baju.

Saking unik, kostum anjing buatan Siska terpilih jadi pemenang kontes. Anjing-anjing lain memakai baju dari toko sehingga tak terlihat istimewa di mata juri. “Sementara juri melihat kostum bikinan saya menarik, apalagi saya juga membuat baju yang matching dengan Sally sebagai pemilik anjing,” ujar Siska.


Disukai pasar ekspor
Itulah yang menjadi cikal bakal Butik Doggy. Pasalnya, setelah ikut kontes, banyak pemilik anjing tertarik membeli kostum buatan Siska. Meski awalnya ragu, Siska menerima order itu. “Saat itu, permintaan masih sedikit karena orang masih belum familiar dengan baju anjing,” ucap dia. Siska pun meminjam uang Rp 10 juta di koperasi gereja sebagai modal.

Siska mengaku mempelajari proses pembuatan baju anjing secara otodidak. Padahal, pembuatan baju anjing rumit karena tidak ada pola standar seperti baju manusia. Beda jenis anjing, beda pula pola yang digunakan.

Selama dua tahun pertama, Siska kerap menunggu orderan. Lantaran pesanan terbilang sepi, Sally yang masih jadi mahasiswa jurusan Arsitektur di Institut Teknologi Bandung turun tangan membantu ibunya. “Saya mendatangi satu per satu pet shop yang ada di Bandung dan hanya dua toko yang order baju,” tutur Sally.

Kebetulan, pelanggan pertama pemilik pet shop yang juga pecinta kucing. Sejak saat itulah, Siska dan Sally mulai menerima pesanan untuk membuat pakaian kucing. “Kami harus pelajari lagi anatomi kucing untuk membuat bajunya,” ujar Siska yang disetujui Sally.

Pelanggan kedua ialah Pet n Co di mal Paris Van Java. Sally mengakui, lewat Pet n Co, nama Butik Doggy naik daun. Pasalnya, kebanyakan konsumen toko hewan itu merupakan warga Jakarta. Dengan displai yang elegan, banyak orang mengenal dan tertarik membeli produk Butik Doggy.

Baru pada 2010, usaha Butik Doggy stabil. Selain dua pelanggan tetap tersebut, koleksi Butik Doggy mulai dijual di luar negeri. Sally bercerita, saat itu kekasih yang kini jadi suaminya menempuh pendidikan di Australia dan Kanada. Sally menitipkan produk Butik Doggy untuk dijual di sana. Lama-kelamaan, mereka juga punya teman yang bersedia jadi reseller Butik Doggy di luar negeri. Penjualan pun semakin meningkat karena pengiriman selalu dilakukan dalam jumlah besar.

Sally menambahkan, dari awal merintis usaha, mereka memang berniat menjual produk Butik Doggy untuk pasar luar negeri. Pasalnya, mereka melihat peluang di sana lebih besar. “Dari dulu sudah ada niat itu, tapi tidak ada jaringan saja,” imbuh Sally.

Saat ini, produk Butik Doggy sudah dipasarkan beberapa reseller dan distributor di Kanada, Australia, Amerika Serikat, Jepang, dan Hong Kong. Sementara, di Singapura, Sally bekerja sama dengan klien untuk produk eksklusif.

Ibu dan anak ini mengatakan, produk Butik Doggy bisa diterima hingga luar negeri karena mereka mengutamakan kualitas. “Kainnya kami pilih yang memang tidak akan melukai bulu atau kulit hewan,” ujar Sally. Di samping itu, produk Butik Doggy terbilang murah bila dibandingkan dengan kualitasnya. Tak heran, pasar luar negeri menerima produk mereka dengan tangan terbuka.

Kini, karyawan Butik Doggy mencapai 42 orang, terdiri dari empat penjahit tetap, 30 penjahit paruh waktu, administrator, serta perajin border dan payet. Ada sekitar 300 model baju untuk hewan peliharaan. Selain anjing dan kucing, Butik Doggy juga punya baju untuk kelinci. Harga kostum hewan ini mulai Rp 90.000 hingga lebih dari Rp 200.000

Sally bilang, masing-masing penjahit bisa membuat 10 potong hingga 20 potong pakaian hewan saban hari. Untuk penjualan, Sally dan Siska bisa memasarkan minimal 350 potong pakaian hewan per bulan.

Dalam waktu dekat, target Siska dan Sally mendirikan pet friendly hotel. Selain tempat menginap hewan piaraan, hotel juga bisa jadi tempat penyelenggaraan acara yang melibatkan hewan piaraan. “Hotel itu rencananya juga berintegrasi sebagai krematorium dan kolumbarium,” imbuh Sally.     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×