kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Eksportir mebel ikut kecipratan berkah


Selasa, 01 September 2015 / 12:17 WIB
Eksportir mebel ikut kecipratan berkah


Reporter: Robi Gunawan | Editor: Tri Adi

Di tengah masih melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, pelaku usaha mebel mendapatkan keuntungan lebih. Eksportir mebel mengaku ada penambahan Rp 20 juta-Rp 25 per invoice. Namun, tidak semua produk mebel yang diekspor bisa meraup untung lebih. Sebab, sebagian transaksi masih menggunakan kontrak lama.  

Selalu ada berkah di balik musibah. Begitu kira-kira kondisi yang dialami para pelaku usaha di bidang furnitur alias mebel saat ini. Ketika nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah belakangan ini, para pengusaha furnitur justru mendulang untung besar.

Salah seorang pengusaha mebel yang mengaku mendapat keuntungan lebih dengan adanya pelemahan rupiah adalah Bahroni, pemilik Jepara Art Furniture. Pengusaha mebel asal Jepara, Jawa Tengah ini mengaku, kendati skala ekspor mebelnya masih terbilang sedikit, namun penguatan dollar AS terhadap rupiah memberikan angin segar bagi usahanya. "Ada penambahan Rp 20 juta hingga Rp 25 juta per invoice," kata Roni tanpa mau menyebut volume ekspor mebelnya.  

Yang jelas, kata Roni, kenaikan harga jual mebel di pasar ekspor bergantung pada perjanjian kontrak dengan buyer. Apalagi, ia mengklaim hanya mengekspor sekitar 20% dari total produksi mebel hasil kerajinannya. Mebel itu diekspor ke sejumlah negara di Asia dan Eropa.

Karena itu, ia mengaku belum bisa menghitung total keuntungan ekspor mebelnya dari adanya penguatan dollar AS. Bahkan, kata dia, tidak semua mebel yang diekspor harganya menyesuaikan nilai tukar dollar AS. Sebab, sebagian transaksi dengan buyer masih menggunakan kontrak lama. Selain itu, Roni mengklaim, tidak bisa seenaknya menaikkan harga jual di pasar ekspor.

Dalihnya, ketika dollar AS menguat, harga mebel jadi lebih mahal. Kondisi ini dikhawatirkan bisa mempengaruhi daya beli konsumen di luar negeri. "Kontrak selanjutnya akan dievaluasi lagi harganya agar disesuaikan dengan pasar dan harga bahan baku," jelas Roni.

Bahkan, untuk menjaga loyalitas konsumen dan menambah volume penjualan, Roni akan mengekspor mebel dengan harga di bawah kurs dollar AS saat ini. "Harapannya agar jumlah pembeli bertambah. Misalnya, dari 10 set produk menjadi 20 set," imbuh Roni.

Pengusaha mebel lainnya yang kecipratan berkah penguatan dollar AS adalah Maskur Zaenuri, pemilik CV Aulia Jati Indofurni. Berbeda dengan Bahroni, Maskur mengekspor seluruhnya produk mebel hasil kerajinannya. Maskur mengekspor mebel ke pasar eropa seperti, Inggris dan Belgia. Ada sekitar 100 item produk mebel yang dia ekspor. Harganya dibanderol  di kisaran US$ 15 hingga US$ 150 per item.

Dalam sebulan, ia bisa mengirim 10 kontainer hingga 15 kontainer ke luar negeri. Jika ditotal, Maskur mengaku, omzet usahanya dari ekspor mebel rata-rata Rp 20 miliar per tahun.

Maskur bilang, penguatan dollar AS terhadap rupiah memang memberikan keuntungan. Namun, kata dia, selisih kenaikan harganya hanya sekitar 5% dari harga sebelumnya.

Jadi, keuntungan tersebut hanya bisa untuk menutupi lesunya penjualan mebel tahun sebelumnya alias subsidi silang. Selain itu, keuntungan dari kenaikan dollar juga untuk menambal kenaikan harga bahan baku mebel. "Konsumen memantau perkembangan ekonomi Indonesia. Selanjutnya kami akan negosiasi ulang dengan buyer untuk menyesuaikan harga pasar," imbuh Maskur.

Untuk menjaga loyalitas pelanggan, ke depan Maskur akan fokus memenuhi permintaan konsumen di Inggris dan Belgia, "Yang terpenting kita dapat memberikan harga bagus ke konsumen. Dengan kualitas yang bagus, konsumen akan bertambah," tutupnya.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×