kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Filsa sukses meniti renyah rempeyek kepiting


Selasa, 07 Juli 2015 / 12:43 WIB
Filsa sukses meniti renyah rempeyek kepiting


Reporter: Marantina | Editor: Tri Adi

Kegagalan kerap kali mewarnai kisah perjuangan seorang pengusaha. Bagi beberapa pengusaha, kegagalan bisa dijadikan alasan untuk berhenti. Namun, banyak pula pengusaha yang justru menuai sukses dengan bangkit dari kegagalan. Filsa Budi Ambia termasuk salah satunya. Dia tak berhenti berjuang meski sempat mengecap gagal berbisnis.

Pria yang akrab disapa Filsa ini sudah punya mimpi jadi pengusaha sejak tamat SMK Bina Teknologi, Purwokerto. Lantaran tak punya modal, Filsa belum bisa mewujudkan mimpinya. Dus, pada 2007, ia diajak kerabatnya hijrah ke Balikpapan, Kalimantan Timur. “Niat saya pindah ke Kalimantan untuk mengubah nasib, terutama dari segi perekonomian,” ujar Filsa.

Begitu tiba di Balikpapan, Filsa tak segera mendapat pekerjaan. Tujuh bulan pertama, dia menganggur. Setelah itu, dia menjadi supir di salah satu perusahaan tambang selama dua tahun. Filsa bilang, tujuannya bekerja untuk mencari modal. Begitu modal terkumpul, ia pun langsung keluar dari tempat kerjanya pada 2010.

Usaha pertama yang ia jalani ialah mendirikan warung makan. Dengan modal Rp 10 juta, Filsa menyewa ruko dan menyajikan menu seperti ayam bakar, ayam goreng, dan lain-lain. Akan tetapi, usaha ini hanya bertahan selama empat bulan.  

Penutupan itu membuahkan konflik antara Filsa dengan pemilik ruko yang ia sewa. Buntut dari konflik itu, Filsa tak bisa menempati ruko tersebut. Lantaran modalnya sudah habis, Filsa tak lagi bisa melanjutkan usahanya.

Setelah menikah di tahun yang sama dengan Lupi Mulyani, Filsa kembali merintis usaha di bidang kuliner. Kali ini, Filsa tak perlu keluar modal. Ia bekerjasama dengan seorang partner yang bersedia memodalinya untuk usaha martabak mini.

Namun lagi-lagi, usaha itu berjalan sesaat saja. Setelah lima bulan, Filsa dan rekannya harus pecah kongsi. Padahal, ia sempat punya beberapa mitra usaha dari usaha martabak itu. “Ada masalah dengan rekan saya itu. Kami beda visi dan tujuan dalam usaha jadi terpaksa bubar,” kata dia.

Dalam kondisi itu, Filsa tetap optimistis usaha martabak mini punya peluang yang bagus untuk dijalankan. Lantas, dengan uang Rp 1,5 juta dari hasil menggadaikan cincin kawin, ia memulai kembali usaha martabak mini.

Konsep yang sama diterapkan pada usaha martabak mini. Filsa menerapkan konsep mitra usaha martabak mini Mr. Bawor. Ia sempat memiliki 35 orang mitra usaha yang tersebar di Jawa dan Kalimantan. Bahkan, Filsa sempat mendirikan kantor pemasaran di Bekasi, Jawa Barat.

Namun, usaha martabak mini itu juga harus berakhir pahit. Filsa menutup usaha martabak mini tersebut lantaran tertipu investor bodong. “Ada investor yang bilang mau membesarkan bisnis saya sehingga saya harus mengirimkan dana pada dia,” kisahnya.

Malang, investor tersebut membawa kabur uang Filsa sebesar Rp 120 juta. Uang itu ternyata bukan milik Filsa sepenuhnya. Sebagian merupakan pinjaman dari rekan dan rentenir. ”Saat itu saya bukan hanya kembali ke titik nol, tapi malah ke titik minus karena punya banyak utang,” kenang Filsa.

Sebelumnya, Filsa telah menebus cincin kawin yang pernah digadaikan. Karena tak punya uang sama sekali, Filsa pun harus menggadaikan lagi cincin tersebut. Ia pun mendapatkan uang Rp 1,8 juta yang digunakan untuk menafkahi keluarganya.


Inovasi kepiting
Di sisi lain, tetangganya yang punya usaha rempeyek kacang juga menutup usaha. Filsa justru punya ide untuk berjualan rempeyek. Dia belajar membuat rempeyek dari tetangganya itu. “Waktu saya coba jual ternyata susah. Pantas saja tetangga saya itu juga usahanya tak bertahan lama,” ungkapnya.

Namun, kesulitan itu tak mematahkan niatnya. Dia masih bertekad untuk menafkahi keluarganya dengan berusaha. Dengan sisa tabungan sebesar Rp 100.000, Filsa pun harus memeras otak untuk menghasilkan inovasi agar usaha rempeyek bisa jalan.

Tak lupa, dia menggali potensi yang ada di Balikpapan yang terkenal dengan budidaya kepiting. Dari situ, akhirnya, Filsa mendapat ide untuk membuat rempeyek kepiting. “Saya pilih kepiting sebagai bahan baku karena banyak tersedia di Balikpapan,” sebut dia.

Maka, sejak 2013, Filsa mulai usaha pembuatan rempeyek kepiting. Awalnya, dia membuat 20 bungkus rempeyek. “Respon pasar ternyata sangat bagus karena belum pernah ada rempeyek dibuat dari daging kepiting,” ucapnya.

Produk rempeyek kepiting buatan Filsa diberi merek Kampoeng Timoer berdasarkan daerah produksinya. Pada bulan pertama penjualan, Filsa meraup omzet Rp 300.000 dari usaha rempeyek kepiting.

Tak seperti usaha sebelumnya, bisnis rempeyek ini berjalan lancar. Bahkan, berkembang pesat karena dia menjadi pelopor bisnis ini.

Kini, Filsa memproduksi 1.000 bungkus rempeyek kepiting per hari. Selain rasa orisinal, dia juga menyediakan varian rasa pedas dan lada hitam. Dia menjual rempeyek kepiting itu seharga Rp 12.000 dan Rp 24.000 per bungkus.

Saban hari, Filsa mengolah puluhan kilogram kepiting untuk dijadikan rempeyek. Filsa bilang, bahan baku kepiting berlimpah di Balikpapan. Harganya Rp 75.000 per kg. “Satu kilogram kepiting bisa jadi 20 sampai 30 bungkus rempeyek,” sebutnya.

Ayah dari satu orang putri ini menjamin gizi dari kepiting tak raib meskipun diolah jadi rempeyek. Selain didistribusikan ke pusat oleh-oleh di Balikpapan, Filsa juga mengandalkan penjualan secara online. Bahkan, kini dia bekerjasama dengan 15 distributor di seluruh Indonesia. “Saya juga bekerjasama konsinyasi dengan swalayan untuk menjual rempeyek kepiting ini,” kata dia.  

Menambah produk dari laut
Dua kali gagal dalam berbisnis tak melunturkan semangat Filsa Budi Ambia menggapai mimpi jadi pengusaha. Meski tak mengecap bangku kuliah, pria yang kini berusia 29 tahun ini punya tekad kuat untuk mengembangkan usahanya.

Pria asal Purwokerto ini mengatakan, ketika menemui kegagalan dalam usaha, ia cari tahu penyebabnya. Di samping itu, ia menyadari bahwa tidak ada orang yang bisa sukses tanpa melewati kegagalan. “Suka duka dalam bisnis merupakan bagian dari sejarah hidup saya,” tegasnya.

Ia juga mengatakan, seluk-beluk usaha tak selamanya bisa dipelajari dari bangku sekolah. Dengan terjun langsung, ia mendapat pengalaman dan pelajaran berharga dalam menjalani usaha. Selain itu, ia juga kerap mengikuti seminar yang diadakan pemerintah atau korporasi sebagai cara untuk memperkaya pengetahuan.

Kerja keras Filsa dalam mengembangkan usaha rempeyek kepiting Kampoeng Timoer membuat ia diganjar penghargaan oleh Bank Mandiri. Filsa memenangkan juara pertama untuk kategori Boga di ajang Wirausaha Muda Mandiri 2015.

Setelah melewati berbagai suka dan duka dalam usaha, bukan berarti Filsa tak lagi menemui kendala dalam usaha rempeyek kepiting. Lantaran jangkauan pasarnya meluas, Filsa terkendala mahalnya biaya distribusi produknya.

“Pasar terbesar ada di Jawa, sementara saya masih memproduksi rempeyek kepiting di Kalimantan,” ungkapnya. Dengan demikian, Filsa berencana membangun pabrik produksi di Jawa. Dia memasang targetkan dalam 10 tahun, rencana itu bisa terwujud.

Di samping itu, ia juga akan menambah varian produk Kampoeng Timoer. “Saya belum bisa beri bocoran, tapi pasti masih berhubungan dengan seafood snack,” ucap dia.•              

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×