kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Fulus jasa binatu tak mengenal musim kering


Sabtu, 05 Desember 2015 / 10:25 WIB
Fulus jasa binatu tak mengenal musim kering


Reporter: Marantina | Editor: Tri Adi

Bisnis laundry atau jasa binatu memang tak ada matinya. Gaya hidup masyarakat yang semakin sibuk jadi faktor pendukung menjamurnya gerai yang menawarkan jasa cuci dan setrika pakaian. Tak hanya di kota-kota besar macam Jakarta dan Bandung, di kota-kota kecil pun, usaha ini tumbuh pesat.

Layaknya usaha kuliner, banyak pengamat yang bilang bahwa usaha binatu tak bakal mati. Pasalnya, manusia selalu butuh pakaian bersih untuk dikenakan setiap hari. Kesibukan sehari-hari membuat tak banyak orang mampu menyisakan waktu untuk menyuci dan menyetrika pakaian.

Kebanyakan para pengusaha binatu ini menawarkan paket kemitraan atau waralaba. Bahkan rata-rata pemilik usaha laundry juga memproduksi produk pembersih dan pewangi yang digunakan. Selain untuk mengurangi belanja produk, ini dilakukan untuk menjamin kebersihan pakaian yang dicuci.

Simak saja penuturan Andy Rachmat Santoso, pemilik usaha Beach Laundry asal Yogyakarta. Andy mengatakan, di tengah-tengah kelesuan ekonomi, usaha laundry kiloan miliknya malah meroket. Jumlah gerai Beach Laundry saat ini mencapai 267 gerai yang tersebar di seluruh pelosok negeri. Semuanya ada di bawah bendera
PT Ghalasa Putera Indonesia. “Dua tahun belakangan, peningkatan sangat pesat, sampai 50% per tahun,” ujarnya.

Sekarang, Andy hanya mengelola satu gerai miliknya di Yogyakarta. Selebihnya dipegang oleh mitra. Dus, pihak pusat memberi konsultasi serta memasok kebutuhan pembersih dan pewangi pakaian. Dari usaha ini, Andy bisa mengantongi omzet Rp 2,5 miliar - Rp 3 miliar saban bulan. Itu belum termasuk pendapatan dari para mitra yang bekerjasama dengannya.

Ada banyak faktor yang menunjang keberhasilan Andy membesarkan Beach Laundry. Salah satunya, semakin banyak orang yang tertarik menggeluti bidang wirausaha. “Usaha laundry kiloan jadi pilihan menarik karena tergolong mudah dijalankan,” kata dia.

Pertumbuhan usaha juga dirasakan oleh Mia Arsofthin, pemilik Limas Shop di Jakarta Timur. Pada 2013, Mia memiliki 44 gerai yang dikelola mitra. Kini, jumlah gerai Limas Shop meningkat jadi 60 gerai. Dari usaha ini, tiap bulan omzet sebesar puluhan juta rupiah bisa dikantongi oleh Mia.

Ia mengakui, angin persaingan usaha ini sangat kencang. Akan tetapi, karena menyangkut kebutuhan sehari-hari, jasa mencuci dan menyetrika pakaian ini terus diperlukan. Yang perlu diperhatikan para pemain hanyalah memberikan pelayanan yang maksimal sehingga konsumen loyal dan tak berganti tempat binatu.

Pemain lain dalam bisnis ini ialah Fen Saparita, pemilik usaha Melia Laundry. Usaha binatu kiloan ini termasuk yang paling lama karena sudah dimulai sejak 1996. Lantas, untuk ekspansi, Fen menawarkan paket kemitraan dengan nilai investasi cukup besar, yakni Rp 500 juta pada 2004. Paket itu meliputi biaya kerjasama lima tahun dan fasilitas untuk usaha, seperti mesin cuci, mesin pengering, gantungan baju, setrika, dan vacuum cleaner.

Operational Manager Melia Laundry Arum Tripuspitasari menyatakan, sejauh ini mereka sudah memiliki 125 mitra. Selain menawarkan paket investasi kemitraan, Melia Laundry juga membuka kesempatan untuk jadi agen. “Tugas agen hanya mengumpulkan pakaian kotor dari konsumen lantas proses pencucian ada di gerai Melia,” katanya. Dalam dua tahun, Melia Laundry memasang target menjangkau 300 mitra.


Strategi baru
Meskipun usaha binatu kiloan kerap bertumbuh, para pemain mengaku terus berinovasi agar tak kalah saing. Pelayanan dijadikan kunci utama agar pelanggan tak pindah ke tempat binatu kompetitor. Namun, nama besar tak pelak juga jadi pertimbangan utama bagi konsumen dalam memilih jasa laundry.

Tengok saja Beach Laundry dan Melia Laundry yang mengaku tak punya kendala lagi dalam menjalankan bisnisnya. Pengalaman bertahun-tahun menawarkan jasa cuci dan setrika pakaian membuat mereka sudah khatam dengan kemauan konsumen dan mitra usaha.

Andy menuturkan, kendala dalam bisnis ini sudah bisa diatasi. Bahkan, Beach Laundry kewalahan menerima permintaan untuk membuka gerai baru. Memang, ia membatasi peluncuran empat gerai baru tiap bulan. “Sekarang ada 20 pending order untuk gerai baru karena kami sudah full sampai April 2016,” tutur dia.

Pria berusia 32 tahun ini tak mau jumawa melihat kesuksesan usahanya. Ia mau terus meningkatkan produksi agar memperbesar omzetnya. Apalagi Masyarakat Ekonomi Asean sudah di depan mata. “MEA tak jadi masalah karena kami produsen jadi bisa menentukan harga. Hanya saja, kami perlu cari kontrak kerjasama besar supaya omzet juga terus naik,” jelasnya.

Menjelang MEA, Andy bilang, para pengusaha binatu akan meresmikan Asosiasi Laundry Indonesia (ASLI) pada 5 Desember. Asosiasi ini sebenarnya telah berjalan selama setahun dengan sekitar 4.500 anggota. “Namun, baru akan diresmikan Kementerian Koperasi dan UKM bulan depan,” sebut dia.

Sementara itu, Mia punya strategi lain untuk mengembangkan bisnisnya. Mengingat pemain binatu kiloan bertambah terus, ia ingin putar setir dengan menawarkan jasa binatu premium alias cuci pakaian satuan. Sejak Agustus lalu, ia sudah menawarkan mitra untuk membuka binatu premium. Hasilnya, ada tiga mitra baru yang tertarik. Selanjutnya, Mia berharap mitra yang lain juga menggeser fokus bisnis, bukan pada binatu kiloan tapi satuan. “Pendapatan bisa bertambah dan konsumen juga tetap banyak karena kualitas binatu satuan lebih bagus,” kata Mia.

Siap bertarung di layanan jasa binatu?  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×