kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gagal jadi tentara, Yoory Pinontoan sukses di BUMD


Sabtu, 10 Maret 2018 / 19:00 WIB
Gagal jadi tentara, Yoory Pinontoan sukses di BUMD
ILUSTRASI. Direktur Utama PD Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Pinontoan


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - PENGABDIAN dan loyalitas seseorang dalam sebuah pekerjaan niscaya akan mengantarnya pada kesuksesan. Hal ini tak sekedar diyakini, tapi juga dilakukan Yoory Pinontoan.

Loyalitas yang tanpa batas kepada PD Pembangunan Sarana Jaya mengantarkan Yoory duduk sebagai orang nomor satu di badan usaha milik daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta itu sejak Agustus 2016.

Pria kelahiran Jakarta, 21 Oktober 1970 ini dianggap sebagai sosok yang mumpuni memimpin perusahaan tersebut, karena sudah bekerja di Sarana Jaya sejak 1991 silam. Sehingga, Yoory mengetahui seluk-beluk BUMD dengan kegiatan inti sebagai bank tanah dan bisnis properti itu.

Tapi sejatinya, Yoory tak pernah membayangkan bakal memimpin sebuah perusahaan. Apalagi, ia sejak kecil terobsesi menjadi seorang tentara mengikuti langkah sang ayah. "Seperti kebanyakan anak-anak lainnya, saya saat kecil juga bercita-cita jadi tentara," ujarnya ke KONTAN, Rabu (7/3).

Cita-cita yang tak sekadar angin lalu, Yoory bilang, dirinya sungguh-sungguh ingin masuk militer dan menjadi abdi negara. Buktinya, setelah lulus sekolah menengah atas (SMA) di Jakarta pada 1989, dia langsung mendaftar ke Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI). Sayang, impian Yoory ini harus kandas lantaran gagal lolos tes sekolah perwira itu.

Yoory mengaku sangat kecewa. Apalagi, dia tak punya cita-cita lain selain menjadi tentara. Sehingga, enggak menyiapkan rencana B ketika plan A gagal.

Tapi, hidup harus terus berjalan dan Yoory mesti tetap melangkah ke depan demi masa depan. Akhirnya, dia memutuskan untuk mengambil sekolah singkat alias kursus komputer.

Hanya berbekal ijazah SMA dan sertifikat sekolah komputer non-formal, Yoory memberanikan diri membidik pekerjaan di bank. Tak tanggung-tanggung, tujuannya salah satu bank swasta terbesar di Indonesia.

Berhasil lolos seleksi hingga beberapa tahap, rupanya Dewi Fortuna masih belum berpihak pada Yoory. Dia kembali gigit jari.

Tak ingin menyerah begitu saja, Yoory menjajal untuk melamar pekerjaan ke salah satu perusahaan transportasi swasta. Berhasil masuk dalam 30 besar calon karyawan, lagi-lagi nasib baik belum berpihak kepadanya. Dia pun kembali gagal mendapat pekerjaan.

Hanya, ketrampilan dalam mengoperasikan komputer, rupanya membawa Yoory menjadi guru di salah satu SMA di Ibu Kota. Tetapi, pekerjaan ini hanya bertahan selama dua bulan.

Yoory memilih untuk keluar gara-gara tidak nyaman dengan proses belajar mengajar. Maklum, jarak usia murid dengan dirinya tak beda jauh. Alhasil, dia mengaku sering dijahili oleh siswa-siswanya.

Pada 1991, Yoory akhirnya mendapatkan pekerjaan di Sarana Jaya sebagai staf bidang administrasi. Setiap hari pekerjaannya adalah melakukan rekapitulasi absen para pegawai ke dalam sistem komputer.

Setahun menjalani pekerjaan, dia mulai merasa jenuh lantaran kariernya jalan di tempat. Salah satu jalan kalau ingin menaiki tangga karier yag lebih baik, ia harus memiliki gelar sarjana.

Berhenti kuliah

Niat untuk memperbaiki karier pun dilakukan Yoory dengan memutuskan kuliah sambil bekerja. Dia mengambil kuliah Jurusan Ilmu Administrasi Negara di Universitas Prof Dr Moestopo, Jakarta tahun 1992.

Tak mudah menjalani keseharian bekerja sambil kuliah. Terlebih, jadwal pekerjaan cukup padat sehingga membuatnya benar-benar kewalahan untuk mengikuti jadwal perkuliahan tepat waktu.

Dia bercerita, saat menuju kampus menggunakan bus kota seharusnya berhenti di halte Ratu Plaza. Tapi, ia sering terlewat sampai ke Terminal Blok M. "Hampir saban hari itu terjadi. Makanya, memasuki semester enam, saya putuskan berhenti kuliah," katanya.

Kinerja Yoory sebetulnya cukup baik sebagai staf administrasi di Sarana Jaya. Bahkan, dia memperoleh kepercayaan untuk melakukan pekerjaan yang sebenarnya bukan tugas utamanya. Meski begitu, kebijakan perusahaan sudah bulat, jenjang karier Yoory tak bisa meningkat karena tak masuk kualifikasi pendidikan.

Cuma, bukan Yoory namanya bila menyerah pada keadaan. Dia kembali mengambil pendidikan yang sama di Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI tahun 1996. Bernasib sama, ratusan SKS yang diambil selama 12 tahun kuliah di LAN, Yoory tak kunjung lulus. Merasa lelah, dia pun kembali memutuskan untuk berhenti kuliah tahun 2007.

Toh, selama proses perkuliahan berlangsung, Yoory dinilai sebagai salah satu talenta terbaik perusahaan. Pasalnya, ia selalu total dalam bekerja dan selalu cepat belajar ketika mendapatkan pengarahan.

Namun, fokus pada pekerjaan ini rupanya membuat Yoory dianggap tak serius dalam perkuliahan. Sehingga, waktunya terbuang banyak di bangku kuliah.

Kegagalan Yoory dalam pendidikannya terdengar hingga ke telinga direktur utama Sarana Jaya ketika itu. Yoory menyebut sang bos merasa gemas padanya karena diberi kesempatan kuliah tapi tak juga lulus. Walhasil, si bos mengultimatumnya dan memberikan kesempatan sekali lagi untuk kuliah. "Bila gagal lagi, saya dipecat," ungkapnya.

Ancaman sang bos ternyata ampuh. Yoory akhirnya berhasil menyelesaikan kuliahnya di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mandala Indonesia (STIAMI) tahun 2007 dan meraih gelar sarjana tahun 2008 atau rampung hanya dalam 1,5 tahun. Waktu kuliahnya lebih singkat karena 110 SKS perkuliahan sudah dia ambil di kuliah sebelumnya.

Karier melesat

Tak pelak, kelulusan Yoory disambut baik oleh perusahaan tempatnya bekerja. Soalnya, dia akan dipromosikan jadi manajer di salah satu bidang usaha Sarana Jaya.

Lantaran proses panjangnya dalam berburu gelar sarjana, karier Yoory sempat tersalip beberapa rekan yang secara angkatan kerja dan usia lebih muda darinya. Tapi, "Saya tidak pernah takut untuk terus terpuruk di posisi ini (saat itu) karena ketika kita menyediakan karpet merah untuk teman sendiri, saat itu juga kita disediakan karpet emas oleh Tuhan," katanya.

Makanya, Yoory tak menyerah. Dia memulai lompatan kariernya tahun 2008 dengan ditunjuk menjadi senior manager di Divisi Usaha Sarana Jaya.

Sebelum menembus level manajerial ini, Yoory terlibat dalam berbagai proyek kerjasama Sarana Jaya dengan berbagai pihak terkait bisnis perusahaan dalam menyediakan lahan untuk pembangunan proyek strategis di Jakarta.

Proyek pembangunan pasar tradisional, rumah sakit umum daerah (RSUD), dan rumah susun sederhana milik (Rusunami) di berbagai lokasi di Jakarta pernah berhasil ditanganinya.

Karena itu, soal pengalaman dalam bekerja di Sarana Jaya, Yoory dianggap lebih dari cukup untuk menjadi seorang manajer. Tak heran, jika tahun 2015 ketika dilakukan pergantian direksi, Yoory diangkat menjadi Direktur Pengembangan dan Operasional Sarana Jaya.

Langkah pertama yang dilakukan kala itu adalah mengumpulkan teman-temannya untuk mengubah budaya kerja menjadi lebih dinamis dan modern. Tambah lagi, tahun 2015 menjadi tahun pembenahan BUMD Jakarta yang dilakukan dalam kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

BUMD DKI yang selama ini terlihat kaku dan sulit berkembang didorong untuk lebih dinamis dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Di sinilah tugas Yoory untuk melakukan transformasi perusahaannya.

Setahun menjalankan tugas sebagai Direktur Pengembangan dan Operasional, Yoory dinilai sukses mengubah budaya kerja yang terlihat dari peningkatan pendapatan perusahaan. Kinerja apik Yoory ini ternyata termonitor oleh Gubernur DKI. Pada Agustus 2016, Ahok pun menunjuk Yoory menjadi Direktur Utama Sarana Jaya.

Berada di puncak posisi tertinggi perusahaan membuatnya lebih mudah untuk melakukan transformasi internal secara menyeluruh. Menurutnya, Sarana Jaya mempunyai potensi yang besar serta bisa bersaing dengan perusahaan properti swasta kalau berani keluar dari zona nyaman.

Langkah Yoory pertama, membentuk tiga unit baru untuk mendorong roda bisnis perusahaan. Yaitu, unit perencanaan dan pembangunan, unit layanan pengadaan, dan unit pemasaran dan pengelolaan aset.

Kedua, budaya kerja yang selalu melibatkan pihak ketiga dalam proyek pembangunan, kini secara perlahan mereka mulai untuk mengerjakannya sendiri. Selain itu, posisi perusahaan yang selalu menjadi pihak minoritas dalam suatu kerjasama kini harus jadi mayoritas.

Hal tersebut coba Yoory lakukan pada proyek pembangunan Kelapa Village. Perusahaan pelat merah ini mengambil porsi 75% dan 25% sisanya adalah pemerintah. Nantinya, perusahaan bakal membangun empat tower. Salah satunya untuk program rumah tanpa uang muka atau DP Rp 0.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×