kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Generasi baru pematung di zaman serba digital


Senin, 08 Juni 2015 / 15:06 WIB
Generasi baru pematung di zaman serba digital


Reporter: Rani Nossar | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Kecintaan Harry Liong kepada dunia seni, khususnya seni rupa mengantarkan Harry menjadi seorang wirausahawan muda yang sukses meraup omzet ratusan juta setiap bulan. Lewat usaha dengan merek dagang Sugacube, pria lulusan Ohio University, Amerika Serikat  ini menjual patung figur berkarakter (action figure) tiga dimensi (3D) yang bisa dipesan oleh konsumen dengan wajah mereka sendiri atau customized 3D printed figurines.

Awal ketertarikannya berbisnis mainan  3D customized ini adalah dari kegemarannya mengoleksi action figure dan cosplay sejak tahun 2013. Dari situ, dia mulai memiliki ide menciptakan cuan dari hobinya ini. Harry melakukan riset dan trial and error selama setahun sebelum menjalankan usaha ini,  April 2014 di Jakarta.

Dia mendapat tawaran seorang kolega dari Spanyol untuk membuka usaha patung figur 3D di Indonesia. Harry bilang, pebisnis patung figur 3D ini masih jarang ditemukan di sini, sebab membutuhkan kemampuan dan teknologi 3D printing yang cukup baru. Jika ada, sebagian besar proses produksinya dilakukan di luar negeri.

Modal yang dia keluarkan saat merintis bisnis ini tidak sedikit, khususnya untuk pengadaan mesin cetak yang bernilai miliaran rupiah. Jika ditotal, Harry mengeluarkan modal sekitar Rp 5 miliar. Itu sebabnya, harga jual produk tidak murah dan menyasar kalangan menengah ke atas.

Dibantu lima orang karyawan, Harry bisa memproduksi sekitar tujuh sampai 12 unit patung figur berkarakter dalam sebulan berukuran 7 sentimeter (cm)−20 cm. Membuat patung 3D membutuhkan tenaga fotografer, desainer grafis, dan 3D artist.

Harga jualnya berkisar Rp 700.000 hingga Rp 4,3 juta per unit, sesuai dengan tingkat kerumitan detail patung dan ukurannya. Dia mengaku bisa meraup omzet hingga ratusan juta rupiah jika pemesanan sedang banyak.

Biasanya pelanggan hanya kirim foto wajahnya atau bisa datang langsung ke studionya di Jakarta untuk melakukan pemotretan sebagai salah satu proses dalam  produksi. Selama ini karya-karyanya banyak digunakan sebagai kado atau hadiah, atau sebagai pajangan untuk pribadi.

Dari segi bisnis, Harry bilang potensi bisnis saat ini bagus, 3D printing ini akan diproduksi untuk semua industri kreatif seperti design house, rumah produksi dan animator. "Kalau di luar negeri, ada Madame Tussaud, di Indonesia juga ada tapi kita baru bisa buat miniaturnya saja," kata dia.

Lantaran masih terbilang baru di Indonesia, kendala yang kerap masih dia alami adalah brand awareness yang masih rendah di masyarakat, sehingga dia harus gencar berpromosi dan menjelaskan tentang produk ini yang terbilang baru di Indonesia. Masyarakat masih butuh waktu untuk mengetahui bahwa saat ini produk kenang-kenangan tidak hanya lewat foto atau lukisan saja.  Hingga kini Harry banyak melakukan pemasaran melalui media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram.

Dia mengaku, banyak pesanan datang berasal dari rekomendasi konsumennya dari mulut ke mulut. Beberapa artis pernah memesan padanya, seperti grup band Noah, The Sigit dan pemain film Ringgo Agus Rahman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait



TERBARU

[X]
×