kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Genteng metal: Perlu tiga lapis dana


Rabu, 15 April 2015 / 10:00 WIB
Genteng metal: Perlu tiga lapis dana
ILUSTRASI. Kadar normal asam urat.


Reporter: Sri Sayekti | Editor: Tri Adi

Seiring perkembangan tren, peluang usaha memproduksi genteng metal masih terbuka lebar. Namun, pelaku usaha ini harus merogoh kocek dalam-dalam karena biaya operasionalnya besar sementara marginnya tipis.

Tren seiring sejalan dengan perkembangan zaman. Jika dulu orang menggunakan genteng keramik, tren saat ini memakai genteng metal untuk menaungi hunian. Alasan utamanya adalah kepraktisan.

Selain warna-warni, genteng metal ada pula yang dilapisi batuan atau biasa disebut genteng metal berpasir. Pasangan genteng metal adalah rangka baja. Makanya, mayoritas produsen genteng metal juga memproduksi rangka baja.

Pelaku bisnis genteng metal cukup beragam, sesuai dengan segmen pasar yang dituju. Salah satu pionir produsen genteng metal adalah PT Tata Logam Lestari yang berdiri tahun 1994. Menurut Stephanus Koeswandi, Vice President of Operations Tata Logam Lestari, usahanya menyasar segmen ritel ketimbang korporasi atau pengembang. Pertimbangannya, meski margin keuntungannya kecil, konsumen ritel langsung membayar pesanannya.

Usaha yang dirintis pasangan suami-istri Yarryanto Rismono dan Wulani Wihardjono ini awalnya berbentuk usaha rumahan. Mereka belum  punya mesin sendiri sehingga harus memesan ke pabrik lain. "Dalam waktu setahun, kami mampu beli mesin sendiri,” kata Stephanus.

Saat ini, Tata Logam memiliki 120 mesin dengan jumlah karyawan, dari awalnya cuma empat orang menjadi 900 orang. Perusahaan ini memiliki enam kantor cabang, 4.800 gerai, 42 mitra distributor, dan 29 Roofmart alias waralaba supermarket produk-produk Tata Logam. Jaringan distribusi ini bisa terbentuk karena mereka dulu rajin memasarkan produknya ke toko-toko bangunan.

Lantaran menyasar segmen pasar ritel, margin keuntungan yang diperolehnya terhitung tipis. Hanya berkisar 1,5% hingga 2%. "Jadi sebagai pabrik, kami harus bermain di volume penjualan,” ujar Stephanus.

Dengan dua pabrik yang dimilikinya di Cikarang dan Cibitung, Jawa Barat, Tata Logam mampu memproduksi 15 kontainer genteng metal saban hari. Tiap kontainer terdiri dari 20 ton genteng metal. Kalau ditotal,  rata-rata produksi per bulan 1,5 juta lembar atau setara 30 kali luas lapangan bola.

Ada enam merek genteng metal produksi Tata Logam: Multi Roof, Surya Roof, Sakura Roof, Fancy, Multi Sirap dan Soka. Harga jual Sakura Roof, misalnya, yang ditujukan untuk segmen menengah ke bawah mulai dari Rp 28.000 hingga Rp 80.000 per lembar.

Sebagai pemain lawas, pangsa pasar Tata Logam di Pulau Jawa mencapai 10%. Adapun, di luar Jawa, pangsa pasarnya sudah 90%. Maklum, hampir sebagian besar konsumen di Jawa lebih menyukai genteng keramik. “Pasar di Jawa sudah meningkat sejak kejadian gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah tahun 2006,” imbuh Stephanus.

Selain membangun jaringan pemasaran yang luas, cara mengembangkan usaha genteng metal ini adalah rajin melakukan inovasi produk. Terutama, untuk menggaet konsumen di Pulau Jawa yang masih suka memakai genteng keramik.

Menurut Stephanus, Tata Metal  telah memproduksi genteng metal pasir. Harga genteng metal pasir ini memang sedikit lebih mahal ketimbang genteng metal biasa, yang seharga Rp 28.000 hingga Rp 59.000 per lembar. Selisih harganya berkisar Rp 10.000 hingga Rp 15.000 per lembar. “Genteng metal berpasir bisa lebih dingin 6% dibandingkan genteng metal biasa,” katanya.

Potensi pasar yang terbuka lebar lantaran tren penggunaan genteng metal tengah berkembang, mendorong bermunculannya pemain baru. Salah satunya, Dovi Indrawan yang mendirikan CV Bina Nusantara di Plered, Pedurenan, Ciledug. Usaha yang baru berdiri tahun 2010 ini memproduksi genteng metal bermerek Bina Roof.

Dovi memulai usahanya dengan modal awal Rp 300 juta. Duit itu untuk membeli satu mesin cetak. “Itu dulu mesinnya masih manual,” kata Dovi.

Tren permintaan yang terus naik dari tahun ke tahun mendorong Dovi menambah investasinya untuk membeli mesin dalam tempo dua tahun. Kini, dia memiliki 15 mesin, yang terdiri dari mesin cetak, mesin potong, mesin belah dan mesin aksesori. Alhasil, kapasitas produksi Bina Roof mencapai 5.000 meter per hari atau setara dengan 15.000 lembar per hari.

Ada dua model genteng metal produksi Bina Roof, yakni ukuran 1 x 5 dan ukuran 2 x 4. Sementara itu, segmen pasar yang dituju Bina Roof adalah konsumen menengah ke bawah. Harga jual genteng metal tersebut berkisar Rp 27.000 hingga Rp 59.000 per lembar.

Saat ini, pemasaran Bina Roof terdiri dari 60% ke proyek-proyek pemerintah, seperti gedung sekolah, kantor pemerintah, rumah sakit dan lain-lain. Lalu, sisanya 30% adalah pengembang perumahan dan 10% konsumen rumah tinggal.


Kendala bahan baku

Bagi calon pengusaha yang ingin terjun ke bisnis ini, harus siap menghadapi sejumlah tantangan. Pertama, masalah bahan baku. Mayoritas pelaku bisnis genteng metal mengeluhkan kesulitan memperoleh bahan baku sejak Agustus tahun lalu. Pangkal soalnya adalah kebijakan pemerintah membatasi impor baja.

Menurut Dovi, pabrik genteng metal saat ini mendapatkan pasokan bahan baku baja, yaitu galvalum, dari tiga perusahaan, Pertama, Bluescope Steel Indonesia di Cikupa, Tangerang, Kedua, Sarana Central Bajatama di Karawang, Jawa Barat. Ketiga, Sunrise Steel di Mojokerto.

Lantaran adanya pembatasan impor, ketiga pemasok baja galvalum tersebut hanya mengandalkan baja dari PT Krakatau Steel Tbk. Alhasil, terjadi kelangkaan bahan baku yang berdampak pada terganggunya produksi genteng metal. “Jika langsung impor, biayanya menjadi jauh lebih mahal. Selisihnya sampai 40%,” kata Stephanus.

Menyikapi kondisi tersebut, beberapa produsen genteng metal memilih memangkas produksi. Dovi mengaku sudah menurunkan produksinya hingga 20% dibandingkan kondisi biasa. Langkah ini bakal mengerek harga pokok produksi.

Sebagai gambaran, harga pokok produksi biasanya sebesar Rp 20.000. Gara-gara pemotongan produksi, ongkosnya naik menjadi Rp 22.000.

Bahkan, gara-gara kondisi itu, beberapa pelaku usaha genteng metal mulai menghentikan produksinya. Adapun, Dovi terpaksa merogoh dana cadangan untuk menjaga produksinya. Makanya, pelaku bisnis ini harus selalu menyiapkan dana cadangan untuk menghadapi kondisi darurat. "Saya terpaksa mengeluarkan dana lapis ketiga karena yang bisa memperoleh bahan baku hanya yang bisa membayar tunai,” katanya.

Ketersediaan modal jumbo memang merupakan kata wajib bagi pelaku bisnis genteng metal di jalur hulu, alias sebagai produsen. Menurut Dovi, ada tiga lapis modal yang perlu dimiliki. Dana lapis pertama digunakan untuk perputaran usaha atau operasional. Dana lapis kedua untuk biaya stok produksi dan lapis ketiga dialokasikan untuk menghadapi keadaan tak terduga. Misalnya, untuk membeli bahan baku secara tunai.

Faktor lain yang harus diperhatikan pelaku usaha genteng metal adalah stok produksi dan distribusi. Menurut Stephanus, biaya stok ini cukup menyita modal. Genteng metal diproduksi di Jawa sedangkan mayoritas pasarnya di luar Jawa. Akibatnya, biaya pengiriman menjadi tinggi dan memakan waktu lama.

Karena itulah, produsen genteng metal perlu mempersiapkan stok produknya. “Paling minim harus punya dana untuk stok selama tiga bulan,” ujar Stephanus. Hitung-hitungannya, perlu stok bahan baku satu bulan, lalu satu bulan untuk waktu pengiriman produk dan satu bulan produk berada di tempat penyimpanan di luar Pulau Jawa.

Nah, modal usaha ini akan lebih aman jika berasal dari kocek sendiri. “Kalau memakai pinjaman dari bank, jika terjadi kenaikan suku bunga maka akan ketar-ketir terus," ujar Stephanus. Maklum, margin keuntungan bisnis ini tipis namun biaya operasionalnya terhitung besar.

Lantaran dari kocek sendiri, Dovi menyarankan pengusaha pemula bisnis ini membeli mesin seharga Rp 300 juta. Sedangkan kebutuhan areal pabrik setidaknya seluas 1.000 meter persegi. Separuh dari luas lahan itu digunakan untuk gudang penyimpanan.

Besaran modal juga tergantung dari area distribusi. Misalnya, Dovi saat ini mendistribusikan sendiri produknya menggunakan 15 truk untuk dikirimkan di seputaran Jawa. Namun, untuk pengiriman ke luar Pulau Jawa, dia harus menggunakan jasa pihak ketiga. Tata Logam juga menyerahkan distribusi pengiriman kepada pihak ketiga agar bisa fokus hanya sebagai produsen.

Dalam memasarkan hasil produksi, pelaku usaha ini tentu harus memiliki jaringan yang kuat dengan para pemilik toko bangunan di berbagai daerah. Para pemilik toko itu bakal membantu pemasaran produk genteng metal hingga tiba di tangan konsumen.

Anda siap menjadi pemain baru bisnis genteng metal?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×