kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gurih bisnis keju mengundang pemain lokal ramai bertandang


Selasa, 20 Maret 2018 / 11:15 WIB
Gurih bisnis keju mengundang pemain lokal ramai bertandang


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Keju selalu identik dengan produksi luar negeri. Memang makanan yang terbuat dari hasil fermentasi susu banyak berasal dari negara-negara di Eropa.

Namun, seiring akrabnya masyarakat Indonesia dengan keju, banyak produsen keju lokal bermunculan. Salah satunya, Dapin Narendra yang mengusung merek Chizzu.

Menurut Dapin, dalam dua tahun terakhir, perkembangan bisnis keju lokal cukup pesat lantaran makin tenarnya sajian bergaya barat yang selalu dilengkapi dengan keju. Tak hanya itu, keju juga menyentuh kuliner lokal.  

Saat ini, kualitas keju lokal yang tidak kalah dengan keju impor. Harganya yang lebih terjangkau membuat keju lokal menjadi buruan konsumen, khususnya mereka yang punya usaha kuliner.  

Bagi Dapin, kondisi ini membawa angin segar bagi bisnisnya. Produksinya terkerek naik, dari semula 400 kg per bulan, kini menjadi lebih dari 1 ton per bulan.  

Selama ini, Dapin memasok bahan baku dari pemasok susu segar di Batu, Malang. Ia membuat keju mozarella untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang tersebar di Pulau Jawa dan Bali. Kebanyakan pelanggannya adalah restoran, hotel, kafe dan lainnya.

Harga 1 kg mozarella Chizzu cukup murah, yakni Rp 85.000. Dalam sebulan, laki-laki 31 tahun ini pun mengantongi omzet hingga puluhan juta per bulannya.

Selain Chizzu, merek keju lokal lainnya adalah Indrakila. Keju ini merupakan produk dari Boyolali, Jawa Tengah. Romi Anjas Arvianto, Manager Umum Keju Indrakila menilai perkembangan industri keju lokal dalam dua tahun terakhir cukup  pesat. Hal ini ditandai dengan munculnya banyak pemain baru. "Dulu pemain hanya dari Malang, Depok, dan kami. Sekarang di Yogyakarta dan Bandung pun muncul juga," ujar dia.

Banyaknya pemain ini seiring meningkatkan kebutuhan keju lokal. Romi mengaku kondisi ini juga berimbas pada produksinya yang terus meningkat menjadi 160 kg per hari dari 80 kg per hari.

Indrakila memproduksi keju jenis mozarella, feta, camembert, dan keju tua alias mountain. Untuk harganya dibandrol mulai dari Rp 120.000 - Rp 150.000 per kg.

Seluruh produksinya untuk disebarkan kepada pelanggannya yang berada di Pulau Jawa, Bali, Balikpapan, Makasar, Banjarmasin, dan Aceh. Kebanyakan konsumennya adalah pengusaha kuliner, kafe, restoran, dan wisatawan yang singgah ke Boyolali.

Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku utamanya, yaitu susu, Indrakila menjalin kerajasama dengan satu rumah susu yang berada di Desa Singosari, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. "Proses produksi kami semuanya fresh sehingga kami memutuskan untuk mengambil susu diwilayah setempat," tambahnya.      

Harus rajin edukasi pasar agar pasar keju lokal meleleh di negeri sendiri

Popularitas kuliner dengan sentuhan keju  dikalangan generasi milenial, membawa angin segar bagi para produsen keju lokal. Tingginya permintaan membuat potensi bisnis keju ini kian menjanjikan.

Dapin Narendra pemilik Chizzu asal Malang, Jawa Timur mengamini hal tersebut. Dia menambahkan potensi pasar produk ini masih dapat berkembang dengan makin banyaknya anak muda yang menyukai makanan bergaya Eropa. Sajian khas negeri barat ini menggunakan keju sebagai salah satu bahan bakunya.

Disisi lain, tidak mudah untuk menuai sukses dan mencuil pasar keju yang ada. Maklum saja, masyarakat sudah terbiasa dengan keju buatan luar negeri.

Namun, pria 31 tahun ini punya cara sendiri untuk mengedukasi pasar. "Saya kirimkan sample dan demo ke kafe dan restoran, harganya pun dibuat terjangkau agar terlihat lebih menarik," katanya.

Kian ramainya produsen keju lokal pun menciptakan persaingan. Sebagai pemain lama, Dapin memilih untuk menjaga kualitas produk dan harga yang terjangkau agar bisnisnya tetap eksis.

Kedepan, dia menargetkan dapat berekspansi dengan memproduksi jenis keju lainnya, seperti permesan dan cream cheese. Ide diferensiasi produk ini muncul dari kebutuhan konsumen.  Sayang, modal masih menjadi hambatan bagi Dapin.

Semilir angin persaingan juga dirasakan oleh Romi Anjas Arvianto, Manager Umum Keju Indrakilla.  Membuat produk turunan keju dan olahan keju menjadi jurusnya agar tetap bertahan.

Saat ini, Keju Indrakilla  sudah mempunya 17 jenis produk turunan keju. Salah satunya adalah mozarella chili. Hanya, pengembangan produk ini belum dilakukan secara rutin, lantaran minat pasar yang masih terbatas.

Kedepan, Romi pun  berharap Keju Indrakila dapat menjadi oleh-oleh khas Boyolali, kota pabrik keju ini ada. Makanya, mereka membuat konsep gerainya menjadi toko pusat oleh-oleh.

Sama seperti Chizzu, Keju Indrakila juga berusaha keras pada awal usaha supaya produk kejunya bisa diterima pasar pada 2009 lalu. Menganggap keju sudah lebih dikenal dulu oleh para ekspatriat, mereka memilih menyasar konsumen mancanegara dengan mengincar konsumen di Bali dan Yogyakarta. Secara perlahan, pemilik usaha dan tim mencoba mengenalkan aneka keju buatannya melalui produk olahan keju kepada pasar lokal.

"Dengan adanya produk jadi maka mereka (konsumen) dapat mengenal, yang akhirnya ingin membeli keju buatan kami," jelasnya pada KONTAN, Rabu (21/2).

Kendala yang kerap dihadapinya adalah proses pengiriman barang ke luar daerah, misalnya ke wilayah timur Indonesia. Proses produksi yang tidak menggunakan pengawet membuat keju buatannya tidak tahan lama dan cukup rentan terhadap perubahan suhu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×