kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Hirup wangi laba lampu aromatherapy


Kamis, 05 Januari 2017 / 15:03 WIB
Hirup wangi laba lampu aromatherapy


Reporter: Nisa Dwiresya Putri | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Inovasi menjadi kunci untuk menarik perhatian pembeli. Itulah yang dilakukan Sutoyo asal Bantul. Yogyakarta. Memanfaatkan limbah kaca, Sutoyo membuat lampu aromatherapy. 

Lampu olahan limbah kaca ini tidak sekadar memancarkan cahaya. Dengan tetesan minyak aromatherapy, lampu ini juga menyebarkan wangi yang menenangkan. Bentuknya pun, didesain unik dan elegan, hingga cocok dijadikan hiasan.

“Ketika main ke perajin kaca, saya lihat ada sisa potongannya yang terbuang. Waktu itu saya minta satu dus,” ujar Sutoyo mengawali kisah perjalanan usahanya. 

Sutoyo sempat bereksperimen dengan limbah kaca selama tiga bulan. Pada tahun 2013, akhirnya lahir produk lampu aromatherapy. “Selain jadi lampu hias, produk ini kan menyehatkan bisa untuk relaksasi, pengharum ruangan, dan pengusir nyamuk juga,” tuturnya.

Lampu aromatherapy pada awalnya dibuat dengan tinggi 20 cm dan diameter 12 cm. Bahan baku yang digunakan adalah limbah kaca dengan ketebalan 5 mm, sakelar, kabel, bohlam, serta mangkuk kecil. Belakangan, Sutoyo berinovasi dengan kombinasi batu kapur.

Ukuran lampu kini dibuat makin beragam mulai dari tinggi 20 cm hingga 60 cm. Ada pula limited edition dengan tinggi 1,2 m. Sutoyo juga mengembangkan produknya dengan membuat vas bunga dan tempat minum. Setidaknya Sutoyo kini menyediakan 36 bentuk olahan produk dari limbah kaca.

Limbah kaca didapatkan Sutoyo dari toko-toko perajin kaca se-Yogyakarta. Sedangkan untuk menghasilkan wangi aromatherapy, Sutoyo menggunakan minyak aromatherapy dari Bali. Ada 16 varian wangi yang ditawarkan. “Kita kerja sama dengan sistem barter barang, mereka kirim minyak, kita kirim lampu,” jelas Toyo.

Dengan bantuan sembilan orang karyawan, Sutoyo memproduksi produk olahan limbah kaca dari tiga tempat berbeda. Workshop di Karang Jati untuk merangkai dan pengemasan, di Gunung Kidul untuk pengolahan batu kapur, dan di Malioboro untuk pemotongan kaca.

Pemasaran produk karya Sutuyo dengan merek dagang TJP ini dilakukan secara online dan offline. Ada dua gerai pusat penjualan di Yogyakarta. Aga pula gerai reseller di beberapa tempat, seperti di Surabaya.

Usaha yang diawali dengan modal Rp 100.000 ini ternyata mendapat respons positif dari konsumen. Sutoyo pada awalnya rajin mempresentasikan produknya ke sekolah-sekolah, lalu berlanjut ke perumahan-perumahan, ibu-ibu PKK, dan darma wanita. “Dari 15 yang datang, Alhamdulillah 13 beli,” ujarnya.

Sejak merintis usaha ini, Sutoyo juga rajin memboyong produknya ikut dalam berbagai pameran. Baik yang diselenggarakan pemerintah, maupun pameran mandiri. Di salah satu kesempatan tahun 2013, Sutoyo sempat mendapatkan penghargaan penjualan handicraft tercepat dengan omzet terbesar pada salah satu pameran yang diselenggarakan pemerintah daerah.

“Waktu itu produk kita habis dengan omzet Rp 31 juta dalam tiga hari,” jelas Sutoyo. Produk olahan kaca rancangan Sutoyo diboyong mulai dari harga Rp 150.000 hingga Rp 1,4 juta per unit. Setiap pembelian lampu, sudah disertai isi ulang minyak aromatherapy.

Kini, produk kerajinan limbah kaca TJP sudah dikenal luas. Orderan tidak hanya datang dari berbagai penjuru di Indonesia, tapi juga mencapai Malaysia, India, dan Amerika. Tiap bulannya Sutoyo kantongi puluhan juta rupiah dari penjualan lampu aromatherapy tersebut. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×