kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini dia pioneer batik celaket khas Malang (2)


Jumat, 04 Agustus 2017 / 09:30 WIB
Ini dia pioneer batik celaket khas Malang (2)


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.

Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Peribahasa itu sesuai dengan perjuangan Hanan Jalil membesarkan bisnis batik celaket khas Malang.

Bagi keluarga Hanan, bisnis batik ini bukanlah hal baru. Bisnis ini pernah digeluti oleh keluarga sang istri, Ira Hartanti. Namun, sudah lama mati. Pada 1997, terbersit keinginan Hanan untuk menghidupkannya kembali.

Bermodal Rp 3 juta, ia membeli malam, pewarna dan kain. Produk pertamanya adalah batik dengan pakem lama atau sama dengan batik kebanyakan. Ratusan lembar kain batik pun dibawanya berkeliling sembari menjalankan pekerjaannya sebagai reporter di Surabaya Post.

Tak jarang, dia memasarkan batiknya kepada teman sekantor dan nara sumber. Sayang, nasib baik belum berpihak padanya. Satu tahun berjalan, dia gulung tikar. "Saya kalah bersaing dengan batik lainnya karena desainnya sama," katanya.

Tak putus asa, tahun 2000 laki-laki berusia 50 tahun ini kembali menekuni usaha batiknya. Kali ini, dia menggelontorkan modal Rp 12 juta. Agar tak kembali tergerus persaingan, dia membuat batik dengan warna-warna yang sedang naik daun, seperti merah, biru, hijau dan lainnya. Selain warna yang beda, Hanan juga membuat motif yang lebih menarik, yakni dengan berdasar pada ikon kota Malang.

Tak lagi berjualan keliling, Hanan memamerkan batiknya melalui pagelaraan seni yang rutin terselenggara di Malang. Selain lewat fashion show, batiknya juga dibuat kostum para penari.

Namun, lagi-lagi Hanan merugi. Seorang pelanggan menipunya dengan menghilang saat jatuh tempo pembayaran. Padahal, nilai pesanannya mencapai puluhan juta.  

Beruntung, Hanan tak patah semangat. Peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi dia untuk lebih berhati-hati. Ia pun tetap bertekad meneruskan bisnis batiknya.

Saat usahanya makin besar, dia mengajak para pemuda di lingkungannya untuk ikut membatik. Tujuannya, agar mereka mendapatkan tambahan pendapatan.

Dia juga membuka pelatihan bagi mahasiswa asing. Siswanya datang dari  Belanda, Jepang, Denmark, Canada dan negara lainnya. Kelas tersebut rupanya membawa berkah bagi Hanan. Sebab, setelah kembali ke negaranya, para mahasiswa tersebut ikut menjadi kepanjangan tangannya dengan memesan batik celaket.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×