kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,02   -1,62   -0.17%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jasa reservasi spa online: Cermatilah mitra


Senin, 20 Oktober 2014 / 13:59 WIB
Jasa reservasi spa online: Cermatilah mitra
ILUSTRASI. Sejumlah ahli meyakini, dominasi dolar tidak akan memudar dalam waktu dekat. REUTERS/Dado Ruvic


Reporter: Sri Sayekti | Editor: Tri Adi

Pengalaman kerap menjadi inspirasi pebisnis pemula di jagad internet. Contoh terakhir pebisnis start up yang memanfaatkan pengalaman pribadinya adalah Suriafur Ken, salah seorang pendiri situs internet bernama Spavista.

Ide mendirikan situs reservasi spa itu muncul saat Ken dan seorang rekannya hendak mencari layanan thai massage di Bali. Sumber informasi tentang layanan itu memang ada, tutur Ken. “Namun semua spa masih menerapkan sistim pemesanan manual,” tutur pria itu.

Tak tanggung-tanggung dalam menggulirkan idenya, Ken pindah ke Bali agar lebih paham pasar spa di sana. Gagasan Ken adalah membuat sistem reservasi online di berbagai spa secara melalui beragam gadget. Begitu persiapan tuntas, situs www.spavista.com pun meluncur pada Mei 2013. “Spavista menjadi situs pertama yang menyediakan referensi spa dan juga fasilitas untuk melakukan reservasi dan pembayaran melalui laptop ataupun smart phone,” ujar Ken.

Untuk mengibarkan bendera Spavista, Ken mengeluarkan dana sekitar Rp 200 juta. Uang itu terpakai untuk berbagai izin pendirian perusahaan, penyediaan server serta menutup berbagai biaya yang lazim di bisnis online, seperti beriklan di Google. “Untuk programming dan pemasaran kami lakukan sendiri agar menghemat modal,” tutur Ken.

Tertarik untuk membuat situs reservasi spa online, seperti Spavista? Yuk kita lihat kiprah Ken  saat memulai usahanya.

Dalam skema bisnis ini, pendapatan akan mengalir dari komisi yang diberikan oleh spa pengguna sistem pemesanan. Itu juga berlaku untuk Spavista. Untuk setiap pemesanan yang datang melalui Spavista, situs itu berhak atas komisi sebesar 20% dari tarif spa yang dipilih konsumennya.

Selain mengail pendapatan komisi, Spavista juga memperoleh pemasukan dari jasa pemakaian software berbasis web oleh tempat spa. Spavista men-charge setiap spa Rp 300.000 per bulan. Piranti lunak itu berguna mengatur reservasi harian sekaligus menghasilkan laporan penjualan yang lengkap dengan grafik dan tren pasar. Cuma, penyewaan piranti lunak ini tidak wajib. Jadi, pemilik spa yang mengisi “lapak” Spavista sah-sah saja untuk tidak menggunakan layanan itu.

Agenda pertama bagi Anda yang ingin berbisnis situs reservasi online spa adalah mencari klien yang berminat menyewa lapak. Kembali menyimak pengalaman Ken, Spavista membuka jalur registrasi online untuk pemilik spa yang ingin memperlebar pasarnya. Saat melakukan registrasi di situs tersebut, pemilik spa harus menyediakan informasi seperti  foto, deskripsi spa, layanan yang ditawarkan berikut harga untuk tiap layanan, dan jam operasional.

Tim Spavista akan melakukan verifikasi informasi yang disediakan oleh pemilik spa, calon kliennya. Begitu proses verifikasi tuntas, Spavista akan mengaktivasi listing itu.

Sistem komisi

Perkiraan Ken, jumlah spa di seluruh Indonesia mencapai 10.000. Khusus untuk Bali, angkanya berkisar 1.000-an. Angka sebesar itu jelas merupakan pasar yang potensial bagi situs reservasi semacam Spavista.

Hingga saat ini Spavista baru menggandeng 120 spa di Bali dan 9 spa di Jakarta. “Target jumlah mitra per akhir tahun ini adalah 500 mitra,” tutur Ken. Fokus Spavista saat ini sebatas Pulau Bali.

Sebanyak 75% konsumen spa di Pulau Dewata, menurut Ken, adalah turis asing, terutama dari Taiwan, Singapura, Eropa dan Amerika Serikat. Turis domestik cuma mengisi 25% pangsa pasar spa di Bali. “Berbeda dengan Jakarta. Sebanyak 85% konsumen spa di Jakarta adalah masyarakat lokal. Penduduk Jakarta yang berkunjung ke spa sangat tinggi,” jelas Ken.

Merujuk ke komposisi pelanggan spa di Bali, Ken merancang situsnya bisa menjembatani kendala bahasa calon konsumen. Spavista pun hadir dalam empat bahasa, yakni Inggris, Jepang, Mandarin dan Indonesia. Spavista juga menerima pembayaran dalam beberapa mata uang, seperti USD, SGD, JPY, THB, SGD dan IDR.

Ken berbagi, tantangan terberatnya adalah menghilangkan image “plus-plus” yang kerap menempel di spa. Karena itu, Ken menyarankan untuk mengutamakan spa yang mengusung konsep family spa sebagai mi-tra. Jenis spa lain yang layak menjadi mitra, menurut Ken, adalah daily spa, medical spa, resort spa, hotel spa dan destination spa.

Ken juga berbagi tip mengembangkan Spavista. Ia fokus memperbanyak mitra dalam dua tahun ke depan. Alasan dia, ada tiga hal yang perlu dicer-mati dalam pengembangan start up. Pertama, seberapa besar usaha berkembang dalam satu tahun. Kedua, setelah bertahan selama tiga tahun, start up bakal dilirik investor. Ketiga, kecepatan pertumbuhan.

Bagi pemain yang benar-benar hijau di bisnis online, Ken menyarankan agar melakukan validasi target pasarnya terlebih dahulu. Tahap berikut adalah membangun website, entah dikerjakan oleh tim sendiri ataupun dengan menggunakan pihak ketiga. Tim start up sebaiknya mencakup mereka yang mengerti programming, desain dan online marketing.       

Rajin-rajinlah ikut pameran

Spavista termasuk start up yang lolos seleksi mewakili Indonesia dalam ajang Echelon 2014 di Singapura, beberapa waktu lalu. Echelon 2014 di Singapura merupakan event internasional pertama yang diikuti Spavista. Tak heran, Suriafur Ken, pendiri dan pemilik Spavista, menyebut ajang itu sebagai kesempatan untuk bertemu banyak investor asing.

Sebelum terpilih mengikuti Echelon 2014, Spavista terlebih dahulu mengikuti seleksi bersama dengan 10 start up lain yang diselenggarakan oleh Indonesia Satelite di Jakarta. Menurut Ken, pendiri dan pemilik Spavista, setiap start up sebaiknya rajin mengikuti pameran seperti ini, terlebih pameran yang memiliki target audiens investor.

Spavista pun berhasil menggaet investor melalui pameran start up ini. “Sudah ada investor yang berminat. Saat ini proses negosiasi. Semoga akhir Juli ini, sudah tercapai kesepakatan,” jelas Ken.

Tolok ukur keberhasilan start up terlihat dari kecepatan pertumbuhannya. Agar mampu tumbuh dengan cepat, tidak bisa dipungkiri modal akan menjadi penentu. Nah, bagi start up yang hendak menambah modal dengan menggaet investor, Ken menyarankan mengikuti pameran di luar negeri, seperti Echelon 2014. “Acara-acara itu sangat membantu,” ujar Ken.                

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×