kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,44   -8,07   -0.86%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kentang goreng memang menantang


Minggu, 01 Februari 2015 / 16:25 WIB
Kentang goreng memang menantang
ILUSTRASI. Berkeringat


Reporter: Izzatul Mazidah, Rani Nossar, Tri Sulistiowati, Yuthi Fatimah | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Kentang goreng kian akrab di lidah orang Indonesia yang lama pengudap nasi. Selain sebagai pendukung ayam goreng di gerai makanan cepat saji, french fries juga kian banyak dijajakan pedagang sebagai menu utama dagangannya.

Tak mengherankan bila pedagang kentang goreng tumbuh subur bak cendawan di musim hujan. Sebagian di antaranya juga menawarkan kemitraan usaha kentang goreng dengan berbagai macam rasa dan bentuk. Inilah yang membuat sengit persaingan usaha kentang goreng.

Apakah usaha kentang goreng dan tawaran kemitraan usaha menu ini masih menarik? KONTAN mengulas kembali perkembangan tiga kemitraan usaha kentang goreng, yakni tawaran kemitraan usaha dari Twister Chip, KentangKita, dan Pota Potatoes. Berikut ulasannya.  

Twister Chips

Usaha ini berdiri sejak tahun 2006 di bawah bendera PT Tata Cipta Megapelangi. Sejak Mei 2013, Twister Chips mulai menawarkan kemitraan usaha kentang goreng.

KONTAN mengulas tawaran kemitraan ini pada Maret 2014. Saat itu, jumlah gerai Twister Chips tercatat sekitar 120 unit gerai. Setahun berselang, kemitraan usaha ini hanya bertambah dua gerai menjadi 122 unit. Yenni, Manager Waralaba Twister Chips mengatakan, dua mitra terbaru itu bergabung pada Januari 2015. Kedua mitra anyar itu berada di Makassar dan Papua. "Penambahan mitra memang tidak banyak tapi usaha mitra yang ada masih cukup stabil," katanya pada KONTAN.

Yenny menyatakan, saat ini sebagian besar mitra Twister Chips berada di kawasan Luar Jawa. Alasannya, persaingan usaha di Luar Jawa masih belum seketat di Jawa. Lagipula, di Luar Jawa mitra lebih mudah untuk menempatkan usahanya di dalam pusat perbelanjaan modern.

Twister Chips juga tidak menampik apabila banyak gerai milik mitra yang tutup dan diganti oleh mitra baru yang bergabung. Beberapa  penyebabnya adalah si mitra dicoret dari kemitraan usaha karena berlaku curang.. Misalnya, mereka tidak mengambil bahan baku dari pusat

Penyebab lain adalah  lokasi usaha yang tidak strategis. Ketidakmampuan mitra usaha menjalankan sistem manajemen yang telah disarankan oleh pusat, juga menjadi jalaran tutupnya sejumlah gerai kemitraan usaha.

Soal harga jual, Twister Chips menaikkan harga menjadi Rp 15.000-Rp 22.000 per porsi dari sebelumnya seharga Rp 7.000 hingga Rp 15.000 per porsi. "Ini lantaran harga bahan baku juga sudah naik," kata dia.

Paket usaha yang ditawarkan pun ikut naik. Biaya investasi model outdoor naik dari Rp 28,8 juta menjadi Rp 33,8 juta. Model indoor meningkat dari Rp 33,8 juta menjadi Rp 38,8 juta, sementara model booth island dari Rp 48,8 juta naik menjadi Rp 52,8 juta.

Dengan modal tersebut, mitra sudah mendapatkan seluruh perlengkapan memasak, promosi, pelatihan, bahan baku awal dan perlengkapan tambahan lainnya. Yenni mengatakan, omzet usaha untuk model booth island bisa mencapai Rp 50 juta kalau lokasi usaha bagus. Setelah dikurangi biaya bahan baku dan  biaya operasional, keuntungan yang diraih mitra sekitar 50% dari omzet tiap bulan.

Yenni mengklaim. usaha ini bisa terus bertahan karena menawarkan menu kentang goreng dengan beragam bentuk yang unik, mulai dari twister atau tornado, stik, nugget, hingga tofu kentang. Untuk bahan bakunya pun mereka memilih menggunakan bahan baku segar.

KentangKita

Usaha ini didirikan pada awal Juni 2014 lalu oleh Endy Hariandi di Jakarta Timur. Melihat permintaan yang besar, beberapa minggu kemudian Endy memutuskan membuka tawaran kemitraan.

Saat KONTAN mengulas tawaran kemitraan KentangKita, September 2014, sudah ada 47 gerai yang tersebar di Jakarta, Yogyakarta, dan Sukabumi. Beberapa bulan berselang, KentangKita mampu menambah gerai menjadi 55 unit di sekitar Jakarta.

Meski masih baru, awal tahun 2015, Endy sudah menaikkan harga paket kemitraan investasi KentangKita menjadi Rp 9 juta dari sebelumnya
Rp 5 juta. Ini karena Endy mengganti jenis booth menjadi permanen dari sebelumnya yang portable.

Selain fasilitas rombong tersebut, Endy tidak menambah maupun mengurangi fasilitas yang didapat mitra pada paket investasi tersebut. Mitra akan tetap mendapatkan peralatan memasak, cooler box, bahan baku awal dan bumbu, seragam karyawan, serta peralatan promosi seperti brosur dan banner.

Di sini, Endy juga tidak mengenakan biaya royalti maupun biaya franchise. Namun, mitra harus tetap membeli bahan baku seperti bubuk bumbu, saus, dan kentang dari pusat. KentangKita masih menawarkan dua pilihan rasa original dan pedas dengan harga  jual Rp 8.000 per porsi-
Rp 10.000  per porsi. Dia mengaku sedang mempersiapkan untuk menambah tiga varian baru yang akan rilis pada Maret mendatang.

Endy mengklaim tawaran kemitraan maupun menu KentangKita saat ini masih bagus. "Sebentar lagi akan ada mitra baru yang akan  buka di Samarinda," ungkapnya.

Meski tidak mengalami kendala berarti, ada beberapa mitra usahanya yang sempat melanggar perjanjian seperti tidak membeli bahan baku di pusat. Oleh karena itu, selain terus mengembangkan bisnis ini, ia juga fokus memantau perkembangan bisnis yang dijalankan oleh mitra.

Di tahun 2015 ini, Endy menargetkan gerainya akan bertambah menjadi sekitar 70-an gerai. Untuk itu dia kini juga gencar mempromosikan KentangKita melalui brosur dan media sosial seperti Twitter dan Facebook.

Pota Potatoes

Bisnis kentang goreng ini di bawah bendera perusahaan Pioni Adya Group (PAG) yang berdiri tahun 2009.  Ketika KONTAN mengulas usaha ini pada 2012 lalu, saat itu Pota Potatoes memiliki 120 gerai.  Selang beberapa tahun, jumlah mitra usaha yang berasal dari Parongpong, Bandung ini berkembang hingga kini memiliki 500 gerai yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.  PAG hanya memiliki 11 gerai, selebihnya adalah gerai milik mitra.

Dana Prihadi, pemilik  Pota Potatoes bilang, sebagian besar mitra berada di pulau Jawa.  Kini Pota Potatoes menawarkan lima menu andalan, seperti Pota Stick, Pota Cass, Pota Mayors dan Pota Lintang. Dana bilang Pota Potatoe belum akan menambah menu baru. "Inovasi menu baru akan di lakukan selama 2 tahun sekali," kata dia.

Pota Potatoes tidak menaikkan biaya kemitraan di tahun ini namun menambah paket investasi baru. Awalnya  ada tiga paket investasi, yakni senilai Rp 30 juta, Rp 7 juta dan Rp 5 juta. Kini paket terbaru bernama 2in1 dengan nilai investasi Rp 10 juta. Perbedaan paket ini terletak pada penjualan menu. Selain menu kentang, paket 2in1 juga bisa menjual minuman bubble drink. Masa kerjasama pun sedikit berbeda.  

Dana mengaku kendala yang dihadapi Pota Potatoe adalah masalah ketersediaan sumber daya manusia.  Banyak pekerja yang keluar dan masuk sehingga menghambat kinerja perusahaan. "Karena karyawan baru butuh waktu pelatihan dan lain-lain, kadang masalah ini kerap jadi hambatan," kata dia.  

Dana bilang, saat ini akan lebih fokus mempertahankan mitra yang sudah ada dan meningkatkan kualitas mitra dan produk, ketimbang agresif menambah jumlah mitra.       

Erwin Halim, Pengamat Waralaba dari Proverb Consulting bilang kentang goreng dan makanan olahan kentang lain cukup diminati pasar karena karakteristiknya yang praktis dan bisa dibawa kemana-mana.

Alhasil wajar jika sejumlah merek kemitraan kentang goreng berada pada tren pertumbuhan usaha yang bagus dan sepertinya bakal terus berlanjut. "Saya lihat permintaan kentang goreng masih tinggi untuk saat ini, " kata dia kepada KONTAN, Jumat (30/1).

Namun, Erwin mengingatkan bahwa pertumbuhan jumlah gerai tidak selalu menjadi barometer bahwa suatu merek usaha memiliki kualitas yang baik. Hal yang perlu diperhatikan adalah volume penjualan harian dari gerai tersebut. Dia bilang peningkatan jumlah mitra belum tentu berbanding lurus dengan omzet penjualan harian.

Twister Chips dan Kentang Kita misalnya, meski pertumbuhan jumlah gerai milik mitra tidak melonjak drastis, namun barangkali penjualan harian bertambah dan tingkat kesadaran masyarakat akan merek tersebut atau brand awareness semakin besar.

Selain itu, peningkatan nilai investasi kemitraan dinilai sebagai hal yang wajar. Pasalnya, pewaralaba atau franchisor perlu mengevaluasi dan merevisi kebutuhan usahanya. Misalnya, KentangKita yang mengganti booth usaha dari gerobak portable menjadi gerobak permanen dam kenaikan nilai investasi juga masih bisa diterima.     n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×