kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kolektor dulu, produsen kaos kaki kemudian


Sabtu, 05 Mei 2018 / 06:00 WIB
Kolektor dulu, produsen kaos kaki kemudian


Reporter: Merlinda Riska | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - Tak banyak orang yang gemar mengoleksi kaos kaki. Nah, salah satu kolektor sarung untuk kaki ini adalah Aman Suparman. Ia mulai mengumpulkan kaos kaki saat duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA).

Motif dan warna yang bermacam-macam membuat pria kelahiran Bandung, 15 Januari 1982 ini “jatuh cinta” sama kaos kaki. “Saya pun mulai mengoleksinya,” kata Aman. 

Siapa sangka, hobi itu mengantarkan Aman jadi pengusaha sukses. Saban bulan, pemilik pabrik kaos kaki dengan 100 karyawan ini mampu mendulang omzet Rp 1 miliar.

Cuma, Aman tak ujug-ujug menjadi produsen kaos kaki. Ia mengawali usaha sebagai pedagang kaos kaki lebih dulu. Bukan jualan kaos kaki koleksinya, namun produk baru yang dia beli dari pedagang besar.

Untuk itu, Aman tak keluar modal sepeser pun. Modalnya hanya kepercayaan. Jadi, ia mengambil dulu kaos kaki dari temannya yang produsen.

Berjualan kaos kaki pun boleh dibilang terpaksa. Maklum, Aman menikah di usia muda, kala dia masih kuliah tahun 2002.

Tentu, ia butuh pemasukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. “Saya berbisnis sembari kuliah. Saya mulai dari jualan kaki lima tiap hari Minggu,” ujar Aman, yang ketika itu kuliah di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung.

Tapi ternyata, hasil berdagang satu hari saja enggak cukup untuk mencukupi biaya hidup keluarganya. Aman pun juga jualan setiap Jumat di sekitar Masjid Pusat Dakwah Islam Pusdai, Bandung. “Karena dituntut oleh kebutuhan dan hobi mengoleksi kaos kaki juga, maka saya pikir, kenapa tidak diteruskan,” imbuh dia.

Seiring waktu, bisnisnya berkembang. Dari usaha kaki lima, Aman pun punya kios, meski sewa, di dekat kampusnya. Kios itu milik satpam UPI yang merupakan warga sekitar.

Awalnya, ia hanya menyewa sebulan. Ternyata, hasil jualannya bagus. Aman pun melanjutkan berdagang di tempat itu.

Dia juga meminta satpam pemilik kios menjaga toko selagi dirinya kuliah. “Sampai akhirnya, kios tersebut saya beli meski saat itu sebetulnya ilegal karena bukan tanah milik pribadi,” ungkap Aman.

Aman serius menjalani bisnis ini, apa lagi ayahnya sudah meninggal dunia. Dia tak mau menyusahkan ibunya, apalagi ia masih punya adik. “Saya harus biayai kuliah sendiri. Artinya, saya tidak boleh menganggap bisnis kaos kaki main-main, harus serius,” ucapnya.

Produksi sendiri

Selepas lulus di 2005, dengan tambahan modal ilmu ekonomi yang didapat selama kuliah, Aman memberanikan diri memproduksi kaos kaki sendiri. Ia mendirikan CV, kependekan dari comanditaire venootschap, dan mengontrak sebuah rumah di daerah Geger Kalong yang jadi tempat produksi.

Sebetulnya, modal untuk memproduksi kaos kaki masih kurang. Berbekal sertifikat rumah milik sang ibu, Aman meminjam uang Rp 30 juta ke Koperasi Simpan Pinjam (Kospin) Jasa. “Saya pakai untuk beli mesin obras, mesin rajut kaos kaki. Intinya sederhanalah,” beber Aman.

Lokasi produksinya di dekat Pesantren Daarut Tauhiid. Lantaran membidik pengunjung pesantren pimpinan KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) yang banyak datang dari luar Bandung, dia fokus di segmen kaos kaki muslimah. Cuma di 2006, penjualannya merosot tajam akibat pengunjung Daarut Tauhiid menurun drastis.

Dari situ, Aman melebarkan bisnisnya dengan membuat kaos kaki untuk pasar umum. Di 2007, dia juga memberi merek dagang kaos kakinya dengan nama Soka, sekaligus mematenkan brand itu. 

Dia juga menambah saluran penjualan lewat daring. Ia membuat website sokasocks.com. “Di situlah Soka sebagai kaos kaki pertama di Indonesia yang dijual online,” klaim Aman.

Masih di 2007, Aman menambah varian dengan menciptakan kaos kaki khusus wudu. Idenya datang dari saudaranya, Imah yang bercerita, saat umrah kerepotan untuk wudu karena harus melepas kaos kaki. Lalu, muncul ide membuat kaos kaki yang bolong di bagian jari, sehingga cukup ditarik dan digulung saat wudu.

Proses kelahiran kaos kaki ini secara teknis butuh waktu tiga sampai empat bulan. Awalnya, Aman mengusung nama ‘kaos kaki praktis’ untuk produk ini, tapi kurang menjual.

Akhirnya, ada masukan untuk memberi nama ‘kaos kaki wudu’. Ia pun memakai nama ini mulai awal 2008.

Respons pasar sangat bagus bahkan produk ini meledak di pasaran. “Tahun 2007 merupakan titik balik usaha saya karena kaos kaki wudu dan mekanisme usaha online booming,” sebutnya.

Meski begitu, bukan berarti usahanya berjalan mulus-mulus saja. Akhir 2008, Aman kena tipu dan merugi hingga ratusan juta rupiah.

Saat itu, dua agennya dari luar kota, salah satunya dari Balikpapan, masing-masing memesan kaos kaki senilai Rp 60 juta dan Rp 100 juta.

Tetapi, mereka meminta pembayaran di belakang dari sebelumnya membayar di muka sebelum barang dikirim. Lantaran sudah setahun jadi agen dan merupakan salah satu reseller pertama, Aman pun memenuhi permintaan itu.

Cuma, tunggu punya tunggu, kedua agen itu tak kunjung membayar pesanan. Nomor telepon mereka sudah tidak aktif lagi.

Aman lalu menyambangi alamat dua agennya. Ternyata, mereka sudah tidak tinggal lagi di situ. “Ya sudah, saya ikhlaskan saja, bukan rejeki saya, walau modal saya di 2009 mulai habis,” ungkap dia.

Mengajak investor

Dari kejadian itu, Aman berencana menjalin kongsi dengan sejumlah temannya sesama pengusaha. Kebetulan, ia aktif di Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) serta Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bandung. Dia lantas mengajak teman-temannya untuk bergabung di Soka.

Targetnya, bisa menggandeng 10 temannya untuk investasi sehingga bisa terkumpul modal yang besar, yakni Rp 1 miliar. Aman berencana menambah mesin produksi dan menyewa tempat yang lebih luas untuk tempat produksi.

Selain itu, ia juga ingin menekan harga pokok produksi (HPP). Sebab, selama ini dia menambah modal dengan meminjam uang ke koperasi yang berbunga.

Satu per satu temannya bergabung di Soka. Hingga November 2011 sudah tujuh orang bergabung dengannya.

Di bawah target memang, tapi sasaran dana Rp 1 miliar tercapai. Mereka memiliki latar belakang berbeda. Salah satunya, Memed Murzid, mantan Chief Executive Officer (CEO) Shafira Corporations, yang menaungi label Shafira, Zoya, Mezora.

“Saya anggap Pak Memed sebagai pengusaha sukses karena jualan baju muslim dari omzet Rp 7 juta sampai ratusan miliar. Jadi, saya meminta bimbingan dan mengajaknya bergabung dengan Soka,” jelasnya.

Soka pun naik status dari CV menjadi PT alias perseroan terbatas, tepat pada tanggal cantik 11 November 2011 (11-11-11)  namun mulai efektif 1 Januari 2012. Namanya: PT Soka Cipta Niaga.

Cuma, lantaran Aman biasa sendiri, bekerja dalam tim rupanya sulit. Apalagi, mereka juga pengusaha senior dan lebih kaya. Tapi, pelan-pelan semua masalah terpecahkan. Omzet Soka di tahun itu melesat, dari hanya puluhan juta per bulan jadi ratusan juta rupiah.

Ini juga berkat strategi masuk ke pasar menengah atas, dengan memproduksi kaos kaki berharga hingga Rp 30.000 per pasang. Soka awalnya bermain di pasar menengah bawah, dengan menjual kaos kaki Rp 10.000 dapat tiga pasang.

Tak cuma di dalam negeri, produk Soka telah merambah ke luar negeri, seperti Malaysia, Singapura, Brunei, dan Australia. Saat ini sedang penjajakan untuk kerjasama dengan mitra di Turki dan Pakistan.

Soka pun tak berhenti inovasi. Tahun ini, mereka bakal merilis kaos kaki 2 in 1. Satu kaos kaki bisa dua fungsi.

Contoh, kaos kaki bolak-balik. Satu sisi berwarna coklat, sisi lain berkelir putih. Lalu, satu sisi polos, sisi lain memiliki motif. “Ini untuk produk value for money, beli satu kaos kaki dapat dua warna atau motif,” kata Arman yang sekarang duduk di kursi Direktur Utama Soka.

Aman juga punya mimpi di 2018, yakni menjadikan Soka sebagai perusahaan kaos kaki dan produk turunannya nomor satu di Indonesia. Soka akan melebarkan sayap bisnisnya dengan memproduksi manset, ciput, sarung tangan, legging, singlet, dan celana dalam.

Sedang untuk bisnis, target Aman tahun ini, penjualan Soka bisa tumbuh di atas 30%. “Ini sudah cukup baik karena pertumbuhan ekonomi Indonesia 5% dan industri kaos kaki 10% hingga 20%,” ujar Aman yang berencana menawarkan saham (IPO) Soka pada 2020.

Jadi, memulai usaha dari hobi, kenapa tidak?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×