kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Lebih lama jadi atlet wushu, lebih lincah mencetak duit


Senin, 22 November 2010 / 13:55 WIB
Lebih lama jadi atlet wushu, lebih lincah mencetak duit
ILUSTRASI. PT Mitra Investindo Tbk


Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Tri Adi

Olah raga bela diri asal China ini semakin banyak penggemar di Indonesia. Wushu termasuk jenis olah raga yang banyak dipertandingkan di tingkat lokal maupun internasional. Tapi, jumlah pelatih wushu masih sedikit. Padahal, penghasilannya sebulan bisa mencapai Rp 30 juta. Anda berminat?

Wushu baru masuk ke Indonesia pada 1992 lalu. Lantaran masih merupakan jenis olahraga yang terbilang baru, sampai saat ini masih sedikit pelatih wushu yang asli dari negara kita. "Pelatih wushu masih sangat minim karena materinya agak sulit," kata Ahmad Rivai, pelatih wushu dari Sasana Inti Bayangan.

Itu sebabnya, Rivai harus berguru China selama dua tahun di pelbagai perguruan wushu di Negeri Tembok Raksasa. Setelah kembali ke Tanah Air pada 1994 lalu, ia mengajar sekaligus menjadi atlet wushu nasional.

Setelah mengikuti ajang SEA Games 1997, ia memutuskan mundur sebagai atlet dan mendirikan Sasana Inti Bayangan pada 1998. "Desember 2010 ini akan ada program pembinaan calon atlet dan pelatih di Sasana Inti Bayangan," kata lelaki yang menjadi pelatih resmi kontingen wushu Indonesia dalam SEA Games 2010 ini.

Herman Wijaya, penyabet emas dan perak pada SEA Games 1997, juga menjadi pelatih wushu dengan mendirikan Sasana Rajawali Sakti. Pelatih utama tim wushu DKI Jakarta ini tak hanya melatih di perguruannya saja, tapi juga di beberapa tempat lain di Jakarta. "Karena lokasi saya di Jakarta dan sering macet, saya harus jemput bola ke lokasi mereka," katanya.

Tapi, pria yang pernah menjadi pelatih atlet wushu yang berlaga dalam Asian Games 2002 itu mengungkapkan, saat ini, banyak sekali orang yang baru bisa wushu sedikit sudah berani mendirikan perguruan. "Levelnya hanya di bawah, sedangkan untuk level yang lebih atas, dia akan mentok karena tidak punya pengalaman banyak," ungkap Herman.

Untuk menjadi pelatih Wushu, baik Herman maupun Rivai mengatakan, pengalaman sebagai atlet menjadi modal utama. Karena itu, perlu lebih dari dua atau tiga tahun sebagai atlet dulu sebelum menjadi pelatih. Herman, misalnya, sudah 15 tahun menjadi atlet yang kenyang mengikuti pelbagai kejuaraan internasional.

Masing-masing perguruan wushu biasanya memiliki kurikulum yang berbeda. Begitu juga dengan pembagian kelas dan sabuk untuk menandai tingkat kepiawaian. Di Sasana Inti Bayangan, ada tingkat pemula, yunior, dan senior. Saat ini, perguruan ini memiliki sekitar 200 anak didik. Selain latihan rutin di Senayan, Rivai juga membuka kelas privat untuk kelompok karyawan atau satpam. "Dari Senin ke Senin lagi, padat sekali," ujarnya.

Sementara, Sasana Rajawali Sakti menerapkan kelas berdasarkan usia. Herman bilang, dirinya per hari maksimal menangani 50 anak didik dengan bantuan 10 asisten, yang semuanya merupakan atlet wushu.

Herman berharap para pelatih wushu bekerja secara profesional. "Mereka tidak perlu mencari pekerjaan lain," kata Herman yang sekarang memiliki sekitar 150 anak didik di pelbagai tempat di Jakarta.

Apalagi, penghasilan sebagai pelatih wushu di Indonesia cukup lumayan. Rivai menuturkan, pelatih wushu yang bagus bisa mendapat penghasilan hingga Rp 30 juta sebulan. Tentu, ini bukan angka yang kecil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×