kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Lewat inovasi, Wilson sukses dengan Burgushi


Minggu, 08 Juli 2018 / 13:05 WIB
Lewat inovasi, Wilson sukses dengan Burgushi


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Banyak orang menyelami bisnis makanan berawal dari hobi kuliner. Wilson Tjandra salah satunya. Kecintaan terhadap burger dan sushi, pria 23 tahun ini berinovasi dengan menciptakan sajian dari paduan kedua jenis kuliner itu. Terciptalah, Burgushi!  

Dari hasil inovasi tersebut, Wilson membuka lapak kulinernya. Lantaran unik, Burgushi cukup menyita perhatian, disamping memang citarasa Burgushi yang tak mengecewakan. Alhasil, hanya dalam waktu setahun, dia bisa meraup omzet Rp 200 juta per bulan.  

Awalnya, pada Februari 2017, Wilson menjalankan bisnis bersama dua rekannya. Modalnya kurang dari Rp 50 juta. Mereka membuka kios foodcourt di PHX Grogol dan bazar to bazar.   

Namun, kemudian sang teman tak melanjutkan kerjasama. Wilson pun memberanikan diri untuk membuka gerai Burgushi di kawasan Panglima Polim, Jakarta Selatan.  

Berbeda konsep, kini gerainya berbentuk restoran.  Alasannya, restoran lebih nyaman sehingga kunjungan konsumen bisa lebih meningkat. Ia pun menyuguhkan desain minimalis dengan sentuhan khas negeri sakura.  

Dia pun tidak lupa membuat spot khusus untuk tempat berswa foto. Ini disesuaikan dengan target pasarnya yang menyasar kaum milenial yang gemar berkunjung ke tempat-tempat yang Instagramable.

Tak butuh waktu lama, gerai barunya segera viral di media sosial dan banjir konsumen. Rata-rata dalam sehari tidak kirang dari 200 porsi makanan keluar dari dapurnya. Dia mengaku dalam sebulan dapat mengantongi omzet hingga ratusan juta rupiah.

Berbeda dengan resto lainnya, anak bungsu dari lima bersaudara ini hanya menjual 15 menu dengan harga mulai dari Rp 30.000 sampai Rp 45.000 per porsi. "Konsepnya memang tidak terlalu banyak menu dan kasual," jelasnya.

Untuk bahan bakunya, dia menggunakan campuran bahan lokal dan impor. Agar kebutuhan bahan baku terjaga dan terpenuhi, dia menjalin kerjasama dengan suplayer. Saat ini dia dibantu oleh 10 orang karyawan untuk menjalankan roda bisnis kulinernya.       

Sempat Ingin menyerah lantaran penjualan drop

Meski berstatus mahasiswa,  tekad Wilson Tjandra untuk punya usaha sendiri cukup kuat. Bermodalkan uang Rp 50 juta, patungan bersama dua temannya, mereka membangun Burgushi.

Ketiga rekan itu pun berbagi tugas sesuai latar belakangnya. Ada yang menciptakan resep Burgushi, ada yang mengurus soal desain. Sementara, Wilson mengelola bagian pemasaran.

Saat-saat awal menjaring konsumen, mereka menawarkan Burgushi ke teman-teman dan keluarga. Lantas, Wilson pun aktif berpromosi lewat Instagram. Tak ketinggalan, ia menjalin kerjasama dengan aplikasi pesan antar makanan.

Jangkauan konsumen pun mulai meluas. Wilson pun mendata, sekitar 80% penjualan berasal dari pesanan melalui online.

Seperti pengusaha lainnya, Burgushi pun mengalami pasang surut bisnis. Belum genap setahun berdiri atau tepatnya pada akhir 2017 penjualannya turun tajam. "Saya hampir menyerah waktu itu," kata Wilson.

Pesanan online tidak seramai dulu. Konsumen pun enggan mampir ke gerainya yang bertempat di salah satu foodcourt di Grogol, Jakarta Barat karena lokasinya yang kurang strategis dan kurang nyaman.

Selain itu, keterbatasan modal juga menjadi masalah utamanya saat itu. Akibatnya, sulit untuk mengembangkan produk. Waktu itu, Burgushi hanya memiliki menu burger dengan dua varian saja.  

Dia pun terus memompa semangatnya. Anak bungsu dari lima bersaudara tak henti memutar otak. Hasilnya, ia mengubah konsep gerai menjadi restoran serta memindahkan gerainya ke lokasi yang lebih strategis dan mudah dijangkau.

Wilson memang bergerak cepat. Saat itu, ia memang mendapat dukungan dari kedua orangtuanya, karena  kedua rekannya telah mengundurkan diri.  

Asal tahu saja, sebelumnya, Wilson sudah punya pengalaman dalam bisnis kuliner. Ia pernah membuka gerai martabak Martabak Gue. Sayangnya, bisnis kulinernya tersebut tak berkembang karena sudah tidak lagi populer di pasaran.

Dia mengaku kesulitan mengembangkan usaha martabak karena persaingan sudah sangat ketat. Lantas, dia pun memutuskan tidak lagi bergabung dengan Martabak Gue dan fokus mengembangkan Burgushi.

Jadi pioner burger sushi, Wilson tak khawatir ada pemain baru

 

Adanya hambatan dalam dunia usaha lumrah dihadapi oleh pengusaha. Wilson Tjandra mengaku, kesulitannya adalah mengatur pasokan bahan baku karena konsumen sering membanjir.  

Untuk mengatasi kendala tersebut, laki-laki berusia 23 tahun ini berencana untuk membuka cabang dibeberapa lokasi di Jakarta. Tujuannya untuk memecah kerumunan konsumen di gerai pusat,  Panglima Polim, Jakarta Selatan.

Bila tidak ada perubahan, dia akan membuka dua gerai cabang di ibukota yaitu Pluit, Jakarta Utara dan Menteng, Jakarta Pusat, serta satu cabang di Surabaya. Tak ketinggalan dapur pusat pun juga bakal segera dibangun.

Dana ekspansi usaha ini didapatkannya dari hasil kerjasama dengan keluarga dan rekan dekat. "Tahun ini, saya juga mau fokus untuk menstabilkan usaha sampai mencapai target yang telah ditentukan. Baru setelah itu ingin meng-update konsep gerai," jelasnya.

Kedepan, Wilson berencana membuat konsep kasual dan cepat saji untuk seluruh gerai cabang miliknya. Ia menyesuaikan target konsumennya kalangan milenial.

Sebagai pioner burger sushi, Wilson tak khawatir jika ada pemain meniru produknya. Mempertahankan kualitas produk serta terus berinovasi menjadi jurusnya untuk bertahan.  

Asal tahu saja, untuk menciptakan menu baru Wilson banyak terinspirasi dari hobinya berburu makanan. Ia juga banyak meriset di internet soal dunia kuliner. Biasanya dia membutuhkan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan formula yang pas untuk setiap menu baru yang diluncurkan.

"Saya suka memasak. Karena sudah menjadi kebutuhan bagi saya, mau tidak mau harus belajar setelah membesut usaha kuliner," jelasnya.

Dalam penilaian Wilson, usaha makanan fusion kreasinya masih akan dapat bertahan karena sudah mempunyai pasar sendiri. Disisi lainnya, dia tidak dapat memprediksikan apakah makanan ini dapat menjadi tren kedepan.

"Waktu satu sampai dua tahun pertama menjadi patokan usaha. Bila berjalan terus maka saya selamat dan bila gerai cabang nanti jumlah konsumennya stabil maka bisa dibilang usaha ini mempunyai potensi usaha yang bagus," pungkasnya.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×