kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45937,96   -25,77   -2.67%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mantan arsitek sukses geluti seni potong kertas


Senin, 16 Maret 2015 / 16:12 WIB
Mantan arsitek sukses geluti seni potong kertas
ILUSTRASI. A Birkenstock shoe shop is pictured in Dortmund August 27, 2013. REUTERS/Ina Fassbender


Reporter: Dinda Audriene Muthmainah | Editor: Rizki Caturini

Berawal dari keisengan membuat karya paper cutting art sebagai kado ulang tahun keponakannnya, Dewi Kucu menjadikan karya ini sebagai ladang usaha. Usaha ini dia tekuni sejak tahun 2010.

Latar belakang pekerjaannya sebagai seorang arsitek membuatnya tidak kesulitan mempelajari aneka teknik paper cutting ini. Dewi juga dekat dengan dunia kreatif ketika dia bekerja sebagai fotografer, dan digital marketer selama empat tahun.

Dari berbagai pengalaman dan keahlian yang dia miliki sebelumnya, Dewi memutuskan untuk bekerja penuh waktu menjadi seniman kertas sejak lima tahun silam. Usaha yang diberi nama dengan Cutteristic ini awalnya hanya membutuhkan modal berupa lembaran kertas, frame atau pigura, kemasan, jasa pengiriman, dan printer.

Untuk pemasaran dan promosi, Dewi menggunakan berbagai media online seperti situs, Facebook, Twitter, dan Instagram. Dalam sebulan, rata-rata ia mampu menghasilkan 20 karya paper cutting art. Terkadang dia juga menerima pesanan untuk suvenir yang jumlahnya ratusan.

Hasil karyanya dia banderol mulai dari Rp 887.000-Rp 15 juta per unit. Harga jual tergantung dari ukuran dan kerumitan pembuatan. Yang paling laris adalah paper cutting art berukuran 38 cm x 38 cm seharga Rp 1,7 juta per unit. Bila dihitung, Dewi bisa meraup omzet sekitar Rp 30 juta–Rp 40 juta per bulan. "Namun tak jarang bisa lebih dari itu," ujar dia.

Rata-rata desain yang ia buat merupakan permintaan dari pelanggan, di antaranya seperti sketsa muka untuk hadiah ulang tahun, perpisahan, pernikahan, suvenir, dan lain-lain. Namun tak jarang ia juga menghasilkan karya dari idenya sendiri. Dewi mengaku sering mendapatkan inspirasi setelah melihat aneka jenis seni lain seperti lukisan, ukiran, atau motif-motif tradisional pada kain batik.

Untuk proses pemesanan, biasanya ia akan memberikan tiga contoh desain kepada klien yang nantinya akan dikembangkan sebelum akhirnya dipotong. Pengembangan desain ini biasanya berlangsung selama tiga jam. Untuk proses pemotongan membutuhkan waktu bervariasi, tergantung dari ukuran kertas. "Paling cepat sekitar dua jam dan paling lama 41 jam," kata dia.

Dari semua karya yang pernah dia buat, ada satu karya yang menurutnya paling spektakuler. Desainnya terinspirasi dari sebuah lukisan Leonardo Da Vinci berjudul The Last Supper.

Tak mau hasilnya buruk, ia melakukan riset selama tiga bulan untuk mempelajari dengan detail mengenai lukisan itu berikut pemotongannya. "Semuanya sangat rumit, saya jual dengan harga Rp 15 juta," kenang Dewi.

Selain itu, dia juga pernah mendapatkan klien khusus yang ingin memberikan hadiah untuk mantan presiden SBY. Karyanya berbentuk setengah badan SBY dan Ani Yudhoyono.

Belum puas membuat banyak karya dari kertas, baru-baru ini dia berinovasi berupa papercut sewing. Artinya, kertas yang sudah dipotong ia sulam kembali dengan benang emas. Dewi rajin mengadakan workshop cara membuat seni potong kertas di berbagai kota besar di Indonesia. Targetnya tahun ini dia bisa mengajari 1.000 murid sekaligus melestarikan budaya Indonesia lewat seni   potong kertas ini.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×