kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mantan napi yang kini jadi produsen kacamata kayu


Selasa, 04 Juli 2017 / 17:04 WIB
Mantan napi yang kini jadi produsen kacamata kayu


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Menjadi mantan pecandu narkoba bukan berarti menjadi sampah masyakarta. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk kebaikan sendiri maupun orang lain.

Muhammad Tio Zainuri salah satunya. Theo, panggilan akrabnya, mendirikan Yayasan Harapan Hati sebagai tempat bagi komunitas mantan narapidana, pecandu narkoba dan  pengidap HIV/Aids untuk beraktifitas guna memenuhi kebutuhan ekonominya.

Ia terinspirasi oleh Simon Feield, aktivis HIV/Aids asal Australia, saat berkunjung ke yayasannya dan memperkenalkan kacamata kayu. Melihat prospek kacamata menjanjikan, Theo pun menjajal produksi kacamata ini dengan mengusung merek Sahawood.

Dengan mempekerjakan mereka yang telah menyelesaikan masa rehabilitasi, Theo ingin mengurangi risiko kegagalan. Maklum, sebelumnya, ia sudah terjun ke berbagai bidang bisnis, seperti clothing, pertanian organik dan pernak pernik aksesoris dan mengalami kegagalan. 

Bukan perkara murah menggandeng mantan pecandu ini. "Meyakinkan mereka cukup sulit, karena narapidana dan pecandu ini memiliki mental instan dalam mencari uang. Belum lagi, banyak pemicu yang membuat mereka kembali," jelas Theo.

Sahawood juga merupakam produk daur ulang. Theo memanfaatkan  kamprat rantai sepeda sebagai engselnya. Kacamata dari kayu juga lebih ramah lingkungan dibandingkan plastik. Ia menggunakan bahan baku dari sisa mebel kayu jati, loakan kayu jadi dan sonokeling dari Malang dan Surabya. 

Meski memakai kayu, Theo bilang, kualitas Sahawood tak kalah dengan kacamata plastik. Apalagi, kayu membuat setiap produk unik, karena punya serat berbeda. Selain itu Sahawood juga menawarkan kacamata polarized UV 400 sebagai pencegah sinar ultraviolet yang mampu merusak mata. 

Kacamata kekenian ini dibanderol dari harga Rp 150.000 hingga Rp 575.000. Sahawood juga menawarkan custom order dengan biaya tambahan Rp 150.000.

Theo mengaku, dalam satu bulan Sahawood dapat meraup omzet Rp 20 juta di luar produksi ekspor. Selain itu, 10% laba Sahawood dia donasikan bagi program rehabilitasi pecandu, program pendidikan anak-anak yang kurang mampu, dan program penanggulangan HIV/Aids.

Kini, dia mempekerjakan 11 pekerja yang tersebar di dua workshop di Malang. Hampir 80% pekerjanya merupakan mantan napi, pecandu dan pengidap HIV/Aids. Theo memberi upah Rp 100.000 untuk sepasang kacamata. Setiap minggu, 50 kacamata kayu diproduksi dari kedua workshop ini. 

Selain di Malang, penjualannya mencapai Bali, Yogyakarta, Jakarta, hingga pengiriman ke Inggris.  Selain itu, Theo juga berjualan Facebook dan Instragram  dengan akun @sahawood.woodenglasses.

Supaya usahanya terus berkembang, Teho juga berniat memasarkan Sahawood lewat TB Gramedia. Ia juga sudah menandatangani kontrak dengan calon distributor dari Swiss dan Australia.  Selain itu Theo berencana untuk ekspansi ke bisnis jam tangan kayu dan lampu dari kayu, dengan merangkul komunitas serupa dari Pasuruan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×