kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Melipir ke tambak udang di Degayu, Pekalongan (2)


Rabu, 19 April 2017 / 19:00 WIB
Melipir ke tambak udang di Degayu, Pekalongan (2)


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.

Budidaya udang vaname memang mampu menghasilkan cuan yang besar. Namun, modal untuk mengawali proses persiapan sampai dengan panen juga gendut. Maklum, untuk menghasilkan udang yang sehat dengan ukuran besar dibutuhkan media yang steril dan perawatan intensif.

Lantaran tak punya modal untuk memulai budidaya secara mandiri, tiga kelompok petambak udang di Kelurahan Degayu, Kecamatan Pekalongan Utara, Pekalongan, Jawa Tengah memilih untuk menjalin kerjasama dengan investor.

Gufron anggota kelompok tani udang Mina Barokah mengaku, butuh modal hingga ratusan juta untuk persiapan lahan. Alhasil, mereka lebih memilih untuk menyewakan tambaknya. Tambak yang dia sewakan seluas 6.000 m2. Lokasinya ada di belakang pemukiman warga.

Saat KONTAN berkunjung ke lokasi pada Jumat (7/4), kolam milik laki-laki berkulit gelap ini sedang dalam proses pembersihan, pencucian plastik sebelum proses tabur. Gufron mengaku, sebagai pemilik tambak dia hanya memantau para pekerja.  

Untuk memenuhi kolamnya, dibutuhkan bibit sekitar 900 ribu sampai 1 juta benih udang. Mereka mendatangkan bibit langsung dari Lampung. "Benih dari sana yang cocok dengan kondisi di sini, hasil panennya juga bagus," katanya. Sebelumnya, mereka juga sempat mengambil benih dari Brebes dan Banyuwangi.

Asal tahu saja, para pemilik lahan biasanya menyewakan lahannya selama lima tahun dengan sistem bagi hasil. Pembagiannya, 10% dari omset untuk pemilik tambak dan 90% sisanya untuk investor. Gufron mengaku, dalam sekali panen dia dapat mengantongi puluhan sampai dengan ratusan juta tergantung harga jual udang di pasaran.

Dalam sekali panen, lahannya dapat menghasilkan sekitar 13 ton udang. Seluruh hasil udang dari tambaknya langsung dijual kepada tengkulak asal Brebes yang nantinya didistribusikan ke pabrik.

Gufron juga pernah mengalami gagal panen. Udang di tambaknya terjangkit virus, sehingga tidak dapat tumbuh besar. Meski begitu, nilai penjualannya ternyata masih tinggi dan mampu menutup modal kerja.

Berbeda Gufron, Munadi memilih untuk membudidayakan tambak udang secara mandiri. Dia menggunakan dana pinjaman bank serta tabungannya, untuk memulai budidaya udang. Sayangnya, dia enggan menyebutkan total modal yang digunakannya.

Untuk menekan biaya, dia memilih untuk tidak menggunakan plastik sebagai media kolam. Sebagai gantinya, dia membersihkan kolamnya menggunakan shampo khusus. Tidak hanya itu, pakannya pun dibuat sendiri.

Laki-laki berbadan kecil ini  mendapatkan ilmu membuat pakan dari para akademisi Universitas Negeri Pekalongan. "Resepnya dari dosennya langsung, tapi saya perbaiki sendiri karena kadar proteinnya kurang," katanya.

Sekadar informasi, komposisi bahan baku yang digunakan adalah 7 kilogram (kg) kedelai giling, 10 kg jagung giling, 1 kuintal bekatul, dan 1 kuintal daging ikan basah. Semua bahan tersebut digiling menjadi satu kemudian dimasak sampai empat jam. Sebagai catatan, proses memasak ini tidak boleh terburu-buru, makanan harus dijamin benar-benar matang karena bila tidak dapat mempengaruhi merusak air dalam tambak.       

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×