kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Melongok magnet wisata Umbul Ponggok (2)


Kamis, 01 Februari 2018 / 11:35 WIB
Melongok magnet wisata Umbul Ponggok (2)


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Sekitar tahun 1990' an, Desa Umbul Ponggok, Ponggok, Palanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, hanyalah sebuah desa yang berada di antara kaki gunung Merapi dan Merbabu. Salah satu yang terkenal dari desa itu adalah adanya lokasi pemancingan.

Tempat pemancingan umum tersebut dibangun setelah beberapa warga suka memelihara ikan nila. Mereka mengawali budidaya nila dari sebidang tanah dengan bibit yang di datangkan langsung dari Tasikmalaya dan Bandung, Jawa Barat.

Meski lokasi pemancingan ini cukup kondang di telinga penggemar mancing di sekitar Klaten, sayangnya, potensi ini tidak tergarap dengan baik. Sebab, wisata pemancingan ini tak bisa menopang kehidupan banyak warga Desa Umbul Ponggok.

Berdasarkan penelusuran KONTAN, lebih dari 10 tahun lalu, desa ini merupakan sasaran empuk para rentenir. Pasalnya, nilai pendapatan yang warganya tidak mampu menyokong kebutuhan rumah tangga dan lainnya.

Perayaan pernikahan, khitan, dan kelahiran anak pun cukup sering digelar. Acara tersebut membuat warga harus merogoh kocek lebih dalam untuk memberikan sumbangan.

Melihat kondisi semakin buruk, Jumadhi Mulyono yang waktu pada 2007 diangkat menjadi Kepala Desa Umbul Ponggok memasang target untuk menghapuskan kemiskinan. Selain itu, dia ingin membuat wilayahnya menjadi desa mandiri.

Untuk mempermudah mewujudkan impiannya tersebut, Jumadhi mengumpulkan seluruh warga untuk menyampaikan visi dan misinya untuk mengubah kondisi desa. Banyak warga pun mendukungnya. Namun, banyak dukungan saja masih belum cukup. Kendala paling besar yang dia hadapi adalah terbatasnya jumlah sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.

Lantas, Jumadhi pun berinisiatif untuk meminta bantuan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Dia ingin kalangan akademisi tersebut melakukan survei sosial dan ekonomi di desanya. Bak gayung bersambut, pihak universitas segera menerjunkan tim untuk pendataan.

Laki-laki berkulit sawo matang ini mengatakan bila proses survei berjalan selama satu tahun. Dari hasil survei diketahui kondisi ekonomi warga di bawah rata-rata dengan total utang kepada rentenir sebesar Rp 60 juta.

Jumadhi pun segera menetapkan langkah untuk menghilangkan rentenir dari wilayahnya. Bukan melunasi seluruh utang warga dengan menggunakan dana simpanan desa, tapi membangun Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Memang tidak serta merta warga mau untuk beralih. Joko Winarno Direktur BUMDes Tirta Mandiri menuturkan, awalnya  warga diberi edukasi terlebih dulu. Selain itu, BUMDes juga memberikan promosi langsung pada warga desa.  

Perlahan tapi pasti, warga pun mulai beralih menggunakan fasilitas desa daripada jasa rentenir. Alhasil, para rentenir mulai meninggalkan warga Desa Umbul Ponggok ini.  

Selanjutnya, perangkat desa dengan BUMDes sepakat untuk meningkatkan kondisi ekonomi warga melalui pengolahan potensi alam yang melibatkan warga. "Saya lebih suka pengolahan terpusat daripada dibentuk kelompok yang diberi bantuan langsung, karena faktor pertanggungjawabannya susah serta tidak ada yang menjamin bakal sukses," jelas Joko.     

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×