kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Membentangkan laba dari usaha matras yoga


Senin, 30 Mei 2016 / 14:12 WIB
Membentangkan laba dari usaha matras yoga


Reporter: Dian Sari Pertiwi, Ruisa Khoiriyah | Editor: S.S. Kurniawan

Peningkatan kemampuan ekonomi seseorang kadangkala justru menjadi pedang bermata dua. Satu sisi, kemampuan kocek yang kian tebal memungkinkan seseorang mendapatkan segala yang terbaik di banyak hal.

Di sisi lain, kemampuan konsumsi yang kian tinggi juga membawa imbas negatif. Obesitas, stres, juga aneka ragam penyakit degeneratif akibat gaya hidup kurang sehat pun semakin banyak bermunculan.

Kondisi ini akhirnya memicu gerakan penawar. Tren gaya hidup lebih sehat pun merebak. Misalnya, tren diet seperti raw foodist, food combining sampai organic healthy lifestyle.

Juga, kesadaran masyarakat untuk menjadikan olahraga sebagai kebutuhan dan rutinitas. Pilihannya beragam, mulai dari lari maraton, bersepeda, zumba, hingga pilates dan yoga.

Yoga sejatinya sudah cukup lama menjadi tren di tengah masyarakat urban. Olahtubuh yang berasal dari India ini digemari oleh banyak kalangan di seluruh dunia.

Di Indonesia, popularitas yoga sebagai salah satu bagian dari tren healthy lifestyle terkini sudah cukup lama berlangsung.

Semakin ke sini, pamor yoga sebagai salah satu olahtubuh pilihan juga kian melambung. Studio yoga banyak bermunculan, begitu pula komunitas-komunitas penggemar yoga yang kian menjamur.

Tren yoga di tengah masyarakat Indonesia, terutama di perkotaan, yang tengah terjangkiti tren gaya hidup back to nature, tak ayal melahirkan pula banyak inspirasi bisnis.

Anda yang pernah menjajal olahtubuh ini tentu paham, ada satu peralatan utama yoga yang penting dan hampir wajib dimiliki oleh praktisi yoga, yaitu alas atau yoga mat. Yoga mat kadang disebut juga dengan nama matras yoga.

Tentu ada alasan mengapa matras yoga menjadi benda wajib apabila Anda hendak berlatih yoga. Pose-pose yoga tertentu membutuhkan alas yang aman dan nyaman agar yoga Anda bisa berjalan sesuai harapan dan menghindarkan Anda dari cedera.

Misalnya, pose downward facing dog, extended puppy, cat pose, happy baby pose, dan lain sebagainya.

Gerakan yoga menuntut kelenturan dan kekuatan tubuh, selain aktivitas meditasi, olah nafas dan relaksasi. Keringat yang mengucur di sesi yoga bisa sangat mengganggu gerakan yoga apabila alas licin karena  tetesan keringat.

Berangkat dari sini, muncul peluang bisnis alas yoga. Salah satu yang tertarik melakoni segmen bisnis ini adalah Dyah Shinta, produsen alas yoga bermerek Lana.

Wanita yang biasa dipanggil Shinta ini menuturkan, usaha pembuatan alas yoga dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan alas yoga yang berkualitas namun ringan di kantong. Maklum, di pasar saat ini, alas yoga berkualitas acapkali berharga mahal hingga jutaan rupiah.

Sebagai penggemar yoga, bersama dua kawannya yang juga menyukai olahtubuh ini, Shinta terpikir untuk mencoba membuat sendiri produk tersebut yang sesuai kantong dan ekspektasi kualitas.

Di awal-awal usaha, yaitu kisaran tahun 2014, Shinta mengakui yang paling menantang adalah mencari formula produk, terutama bahan baku yang tepat. Pasalnya, jenis bahan alas akan sangat memengaruhi kualitas produk alas yoga ini.

Riset dan survei pun dia lakoni, mulai dari mencoba alas-alas yoga yang sudah ada di pasar hingga mencari pabrikan yang bisa menyediakan bahan seperti yang dia inginkan.

Bahan harus oke

Fase ini cukup memakan waktu, tenaga dan dana. Namun, bekal riset dan survei ke sana-sini, alumnus Jurusan Desain Produk, ITB, itu akhirnya menemukan bahan yang tepat di sebuah pabrik di kawasan Jawa Barat.

Dengan sistem maklun, Shinta memesan alas yoga di pabrik tersebut sesuai ukuran dan bahan yang dia mau. “Order pertama ketika itu sekitar 200 alas yoga,” kata Sinta.

Shinta dan kawan-kawannya di Lana mengeluarkan modal cukup besar, namun tak sampai Rp 80 juta, hingga akhirnya mereka meluncurkan produk alas yoga lokal bermerek Lana. “Yang terbanyak memakan modal itu, survei dan menemukan jenis bahan yang tepat,” beber Shinta.

Alas yoga merek Lana yang berasal dari Bandung, Jawa Barat, ini memakai bahan utama karet, yaitu Nitrile Butadiene Rubber (NBR) yang diklaim cukup tahan terhadap minyak dan zat asam. Kelebihan bahan ini adalah tidak licin.

Namun, bahan NBR kadang dinilai terlalu tebal sehingga agak berat untuk dibawa. “Sekitar dua kilogram bobotnya,” kata Sinta.

Kini, matras yoga Lana tersedia dalam tiga pilihan warna dengan harga mulai dari Rp 744.500 per unit.

Peluang bisnis pembuatan alas yoga ini juga ditangkap oleh Priscilla Aliwarga, pemilik Cuca Yoga Mat. Kegemaran Priscilla beryoga memantik kebutuhan dia akan alas yoga yang berkualitas tapi tetap dengan  harga terjangkau.

Menurut pengamatan Priscilla, di pasar saat ini produk alas yoga memiliki jarak harga yang terlalu lebar. Di satu sisi, banyak alas yoga dengan harga mahal hingga jutaan rupiah.

Di sisi lain, ada alas yoga dengan banderol harga sangat murah, tak sampai Rp 200.000 per unit. “Nah, saya ingin masuk di kelas tengah yaitu alas yoga berkualitas dengan harga terjangkau,” kata dia.

Sebelum melansir produk di kisaran 2012, Priscilla menghabiskan waktu menyurvei bahan baku yang tepat ke beberapa pemasok. Namun, pilihan akhirnya dia jatuhkan ke pemasok asal Taiwan.

Priscilla menjelaskan, bahan utama Cuca Yoga Mat adalah Thermoplastic Elastomer (TPE). Keunggulan bahan ini adalah tidak licin dan tidak melar juga. “Bahan ini juga memiliki antiseptik, antibakteri, sehingga bila terkena keringat cukup dilap dan diangin-angin,” terang wanita yang mengantongi sertifikat sebagai pengajar yoga itu.

Namun, bahan ini tidak boleh terkena sinar matahari dalam waktu lama karena bisa terurai sendiri (biodegradable).

Nah, apabila Anda tertarik menerjuni peluang bisnis pembuatan alas yoga, ada baiknya Anda memahami betul jenis-jenis bahan matras. Di pasar saat ini ada beberapa bahan yang umum dipakai sebagai bahan alas yoga, antara lain polyvinyl (PVC), rubber atau karet alam, juga TPE dan busa.

Bahan PVC ada beragam gradasi di pasar. Ada yang berkualitas rendah dan tinggi. PVC berkualitas rendah acapkali licin bila terkena cairan seperti keringat. Namun, ada pula PVC berkualitas bagus (eco-certified safe PVC) yang dipakai oleh alas yoga merek premium seperti Manduka.

Sedang bahan karet dinilai lebih alami dan lentur tapi berisiko memicu alergi bagi yang memiliki alergi terhadap lateks. Ada juga bahan busa atau foam yang unggul dari bobot nan ringan.

Tekstur alas juga harus menjadi perhatian tersendiri. Matras yoga di pasar terbagi atas dua macam tekstur. Ada yang closed cell dan open cell. Fitur closed cell mencegah keringat masuk ke pori-pori alas sehingga alas yoga bisa tetap kering sehingga tidak berbau.

Pengetahuan tentang bahan baku dan fitur-fitur alas yoga ini juga akan bergantung pada segmen pasar yang hendak Anda bidik. Maklum, ada banyak aliran dalam yoga yang membutuhkan berbagai alas yoga dengan spesifikasi berbeda-beda.

Menurut Shinta dan Priscilla, mencari pemasok bahan baku memang menjadi tantangan awal yang paling besar. Priscilla, misalnya, kesulitan mendapatkan bahan baku Cuca Yoga Mat di dalam negeri. Sampai kini, Cuca dibuat di Taiwan. “Di sana, ada pabrik pembuat dan supplier bahan baku. Namun, desain dan riset tetap dari saya,” jelas Priscilla.

Pasar komunitas

Di Indonesia, pamor yoga memang belum semoncer olahraga tim, seperti basket, sepakbola, atau bulutangkis. Yoga juga sejauh ini cenderung lebih ngetren di kelas menengah perkotaan. Hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi para pemasar produk perlengkapan yoga. 

Lebih-lebih di pasar juga sudah melimpah produk alas yoga buatan mancanegara, baik yang premium maupun yang murah meriah. “Pasarnya memang spesifik namun itu juga membawa keuntungan tersendiri bagi pebisnis,” ujar Shinta.

Keunggulan pasar yang sudah tersegmentasi seperti ini, yakni sang produsen bisa memasarkan produk lebih fokus dan terarah. Pasar potensial, antara lain komunitas-komunitas yoga yang semakin menjamur. Studio-studio yoga dan kelas yoga privat juga berpeluang menjadi target pasar.

Sebagai contoh, Shinta memasarkan produk ke studio-studio yoga  yang banyak bermunculan di kota-kota besar. Ia juga meminta sesama yogi mempromosikan produknya.

Cara lain, aktif menjadi sponsor acara-acara komunitas penggemar yoga, seperti Yoga Festival, Namaste Festival, dan lain sebagainya. Pasar berbasis komunitas ini cukup meringankan sang produsen dari sisi pembiayaan pemasaran. Rekomendasi dari mulut ke mulut biasanya malah lebih cespleng mendongkrak pamor merek produk.

Lana juga membangun toko daring mylana.co untuk menjangkau pasar lebih luas. Pemanfaatan media sosial, seperti Facebook dan Instagram, serta online marketplace juga mereka jajaki.

Sedangkan Priscilla memilih mendobrak pasar luar negeri terlebih dulu. Persisnya di Malaysia. “Di Indonesia kami justru ditolak waktu itu karena dianggap masih baru,” kata dia.

Memasuki tahun keempat, Cuca malah sudah menembus department store premium, seperti Seibu dan Metro. Juga, pusat-pusat kebugaran, seperti Fitness First. Priscilla membanderol harga Cuca mulai Rp 699.000 per unit.

Yang pasti, kedua produsen ini sama-sama optimistis pasar alas yoga ke depan bakal makin cerah seiring ketertarikan masyarakat terhadap yoga. “Kami mampu tumbuh dua kali lipat setiap tahun,” kata Priscilla.

Marginnya pun lumayan. Sinta mengaku bisa mengantongi margin untung sekitar 20% dari bisnis ini. Asyik, bukan?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×