kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Membingkai laba kacamata kayu


Sabtu, 10 Oktober 2015 / 10:35 WIB
Membingkai laba kacamata kayu
ILUSTRASI.


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Tri Adi

Sebagai negara tropis, potensi Indonesia dalam menghasilkan kayu sangat besar. Tak heran bila bahan baku kayu digunakan untuk berbagai macam keperluan. Produk kerajinan dari kayu tak terhitung jumlahnya, mulai dari furnitur, peralatan makan, pajangan, dan aksesori.

kaca mata kayuNah, ada satu lagi produk yang terbuat dari bahan kayu, yaitu bingkai kacamata. Saat ini, kacamata bukan hanya digunakan oleh orang-orang yang punya gangguan cacat mata. Kacamata juga jadi aksesori wajib bagi mereka yang ingin tampil gaya. Apalagi, pengguna kacamata biasanya punya lebih dari satu buah kacamata. Dus, tak mengherankan bila produksi kacamata jadi bisnis yang menggiurkan.

Beberapa tahun terakhir, muncul tren kacamata berbingkai kayu. Adalah Imam Khifni yang jadi pelopor produk bingkai kacamata dari kayu di negeri ini. Sebelum merintis usaha bingkai kacamata dari kayu pada 2011, Imam sudah akrab dengan bahan kayu karena ia juga kerap membuat mainan edukasi dari kayu.

Dia terinspirasi dari limbah kayu mebel di Tegal, Jawa Tengah. Biasanya limbah kayu itu dibuang atau digunakan untuk kayu bakar. Padahal menurut Imam, limbah kayu bisa bernilai ekonomis bila diolah. “Akhirnya saya coba buat bingkai kacamata dari potongan kayu sisa yang ada,” ujarnya.

Selain itu, Imam juga terinspirasi dari bingkai kacamata bercorak kayu dari bahan plastik sehingga ia lantas berkreasi membuat bingkai kacamata dari kayu. Imam mengaku, ia belajar membuat bingkai kacamata kayu secara otodidak.

Latar belakang teknik sipil dan pengalaman membuat mainan edukasi dari kayu jadi bekalnya untuk mencoba memproduksi bingkai kacamata kayu. “Prosesnya cukup lama sampai saya bisa membuat produk yang layak jual,” kata pria kelahiran Tegal, 25 Desember 1974 ini.

Awalnya justru orang asing yang tertarik dengan produk bingkai kacamata kayu buatan Imam. Lama-kelamaan, produknya pun bisa diterima di dalam negeri. Bahkan, produsen baru bermunculan. “Setidaknya setahun terakhir, permintaan bisa naik 50%,” sebut dia.

Kini, ia memasarkan sepuluh model bingkai kacamata kayu dengan kisaran harga Rp 800.000–Rp 1,5 juta per unit. Imam juga menerima permintaan untuk pembuatan model khusus serta menawarkan jasa maklun dengan pesanan minimal 100 unit. “Untuk order maklun, kami berikan potongan harga,” tambah dia.

Dibantu tujuh orang karyawan di bagian produksi dan tiga karyawan administrasi, Imam bisa memproduksi 100 unit–150 unit per bulan. Sejatinya, permintaan bingkai kacamata kayu bisa lebih dari itu. Namun, Imam tak menyanggupi agar kualitas produknya terjaga karena proses pembuatan dilakukan secara manual. proses pembuatan kaca mata kayu

Dus, dari usaha ini, Imam bisa mengantongi omzet sekitar Rp 100 juta saban bulan. Imam bilang, dari tiap produk, ia bisa mendapatkan laba bersih sebesar 30%.

Pemain lainnya dari usaha ini ialah Yogie Irawan Cendana, pemilik Eastwood Ltd di Solo, Jawa Tengah. Bersama rekannya, Yogie merintis usaha pembuatan bingkai kacamata kayu sejak 2013. Yogie mengatakan, konsep produk Eastwood mengakar pada konsep natural, daur ulang, dan ramah lingkungan, handmade namun tetap fashionable.

Sejauh ini, setidaknya ada tujuh model kacamata yang diproduksi Eastwood. Tiap unit dibanderol seharga Rp 450.000–Rp 650.000. Namun bila memesan lensa dengan resep tertentu, ada tambahan biaya Rp 75.000– Rp 250.000 per unit kacamata.

Saban bulan, Yogie bisa meraup omzet sekitar Rp 150 juta dengan laba bersih sekitar 50%. Yogie menegaskan, peluang pasar domestik dan mancanegara untuk produk ini sangat terbuka lebar. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti cara pengelolaan usaha dan branding produk. “Selama ini, kami memang memasarkan produk ini secara global dengan sistem pemasaran secara online,” imbuhnya.


Ketelitian tinggi
Apakah Anda tertarik menggeluti usaha ini? Sebagai salah satu jenis kerajinan, bingkai kacamata kayu juga memiliki nilai seni. Pembuatannya pun harus teliti supaya kacamata nyaman dipakai. Imam mengatakan, proses pembuatan kacamata bisa dipelajari secara otodidak karena informasinya tersebar di internet. Bahkan Imam juga membagi informasi tentang cara pembuatan bingkai kacamata Rewood di situsnya www.kacamatakayu.com.

Secara singkat Imam menjelaskan proses pembuatan bingkai kacamata dari kayu. Pertama-tama, ia membuat pola bingkai sesuai model yang diinginkan. Selanjutnya, limbah kayu dipotong secara manual dengan gergaji. Langkah terakhir ialah mengamplas bingkai kacamata hingga layak dipakai.

Walau terdengar mudah, proses pembuatan bingkai kacamata bisa memakan waktu hingga tujuh hari, lo. Penyebabnya, seluruh proses dikerjakan secara manual. Di samping itu, butuh ketelitian untuk memastikan bingkai sudah presisi dan nyaman untuk digunakan. “Kualitas harus betul-betul dijaga,” ujarnya.

Adapun peralatan untuk membuat bingkai kacamata kayu cukup sederhana. Selain gergaji untuk memotong kayu, Imam menggunakan mesin amplas kayu yang dibuatnya dari modifikasi pompa air bekas.

Saat merintis usaha ini, Imam bilang, ia hampir tak mengeluarkan modal lantaran menggunakan limbah kayu dari pengrajin mebel setempat. Namun saat mengembangkan usahanya, ia menggelontorkan modal sekitar Rp 10 juta untuk membeli peralatan dan lensa kacamata.

Pembeli awal produk Rewood berasal dari Singapura dan Malaysia. Menurut Imam, produk kerajinan seperti yang dibuatnya lebih dihargai oleh orang asing. Namun saat ini, sudah banyak orang Indonesia yang juga menyukai bingkai kacamata dari kayu.

Butuh waktu bertahun-tahun bagi Imam untuk mengedukasi masyarakat mengenai produknya. Beberapa kali ia mengikuti pameran untuk mengenalkan produk Rewood. Imam juga kerap mempromosikan Rewood melalui media sosial.

Ia terbantu oleh pemain baru yang membuat bingkai kacamata kayu jadi tren. Dus, ia tak perlu repot-repot lagi mempromosikan produknya. “Malahan sekarang pembeli yang mencari-cari produk saya,” ucap pria berumur 41 tahun ini.

Makanya Imam tidak merasa tersaingi dengan merek-merek baru yang bermunculan. Imam menjelaskan, Rewood punya beberapa keunggulan, seperti ukuran yang tipis, sehingga tidak berat ketika digunakan. Selain itu, Imam tidak melakukan proses finishing dengan bahan kimia. Hasilnya, bingkai kacamata Rewood memiliki warna dan bau yang alami. “Tiap produk pasti beda dari tampilan serat kayu dan warna karena tak ada proses finishing,” katanya.

Ada tiga jenis kayu yang digunakan untuk membuat bingkai kacamata, yakni kayu jati, kayu rosut, dan kayu lurik. Semua bahan kayu ini didapatkan dari sekitar rumahnya di Tegal. Tak semua jenis kayu bisa dijadikan bingkai kacamata karena ada jenis kayu yang rapuh alias mudah keropos. Tiap potongan kayu berukuran 20 cm bisa diolah jadi lima unit kacamata.

Sementara itu, biaya paling besar dikeluarkan Imam ialah untuk membeli lensa kacamata lantaran harus impor. Sampai sekarang, Imam belum menemukan lensa yang dijual di dalam negeri dengan harga dan kualitas yang menyamai produk impor. Imam bilang, lensa yang digunakan merupakan lensa polarized alias ditanami film polarisator. Dus, Rewood bisa digunakan bukan saja untuk aksesori tapi juga untuk orang-orang yang punya gangguan kesehatan mata.

Sementara, Yogie merogoh kocek sebesar Rp 15 juta untuk modal awal. Modal itu digunakan untuk produksi awal, mematangkan konsep produk, dan strategi branding. Yogie memaparkan pembuatan bingkai kacamata kayu dimulai dengan desain lewat komputer. Lantas, bahan kayu disiapkan sesuai kebutuhan untuk dibentuk sesuai desain frame menggunakan mesin cutting laser. Selanjutnya, bingkai dan komponen lain dirakit dan dihaluskan sampai memasuki tahap finishing. “Proses yang terakhir adalah pemasangan lensa,” ujar dia.

Yogie menggunakan kayu sonokeling, jati, mahogani, mindi, kayu mangga, kayu kelapa, dan beberapa varian kayu lokal lainnya untuk membuat produk Eastwood. Yogie bilang, standar kayu yang digunakan ialah kayu yang padat serat, getahnya tidak banyak, kering, kuat serta lentur. “Secara estetika, kami memprioritaskan jenis kayu dengan motif serat yang eksotik,” tutur Yogie.

Yogie menambahkan, salah satu kendala yang ditemui dalam usaha ini ialah menjaga kualitas produksi saat permintaan naik. Untuk mengatasinya, ia kerap menambah tenaga pengrajin dan mengajarinya sesuai standar. “Produk ini harus dikerjakan secara handmade dan ekstra hati-hati untuk mendapatkan detail yang maksimal,” ucap dia

Siap menjajal usaha ini?     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×