kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Membuka lebar laba dari tas berbahan resleting


Rabu, 13 April 2011 / 12:43 WIB
Membuka lebar laba dari tas berbahan resleting
ILUSTRASI. Petugas SPBU menggunakan alat pelindung wajah saat melayani pengendara di SPBU 31-164-01, Margonda, Depok, Jawa Barat, Jumat (8/5/2020). Penggunaan alat pelindung wajah (Face Shield) tersebut sebagai salah satu upaya untuk melindungi diri saat berhubungan


Reporter: Handoyo | Editor: Tri Adi

Selama ini, banyak orang menggunakan resleting sebagai perangkat yang menggabungkan dua sisi baik itu di bahan seperti kain atau kulit. Apakah itu untuk baju, celana, rok, dompet, hingga koper. Namun, di tangan orang kreatif, resleting bisa menjadi bahan baku produk tas unik, bermanfaat dan bisa menghasilkan omzet hingga jutaan rupiah.

Dengan kreativitas, fungsi resleting tidak hanya digunakan sebagai alat penutup saja, tapi bisa juga digunakan sebagai bahan baku utama untuk membuat produk seperti tas, dompet, kotak pensil, kotak kosmetik, hingga wadah makanan.

Adalah Dyah Kusumawati, perempuan asal Bogor, Jawa Barat menjadi salah satu pengusaha yang membuat berbagai produk dengan menjadikan resleting sebagai bahan baku utamanya.

Dyah mulai menekuni usaha tersebut sejak bulan Desember 2009 silam. Ide awal pembuatan produk dengan bahan dasar resleting muncul pada saat ia mengunjungi work shop produk Jepang. Salah satu yang ikut pameran dalam acara itu adalah produsen resleting. "Dari situ, muncul ide untuk bikin karya dari resleting," ujarnya.

Awalnya, Dyah yang dibantu dengan adiknya, hanya menjadikan usaha berbahan baku resleting tersebut sebagai usaha sambilan saja. Pasar yang dituju juga masih sangat kecil yakni teman-teman mereka sendiri.

Seiring dengan waktu, Dyah mulai fokus dalam bisnis ini dengan mengiklankan produknya lewat internet. Tak cuma kenalannya saja yang memesan, pesanan juga datang dari Kalimantan, Padang, Lombok, Bali hingga Papua. Bahkan, pesanan datang juga dari Jepang.

Produsen lain yang memanfaatkan resleting sebagai bahan baku utama adalah Yoseph Dwi Prasetia Adi. Pria asal Blitar, Jawa Timur ini membuat tas dari resleting sejak Juni tahun lalu.

Adi, begitu Yoseph Dwi Prasetia Adi biasa dipanggil juga menggunakan dunia maya untuk mempromosikan dagangannya. Lewat blog miliknya, Adi menjual tas, dompet, tempat tisu berbahan baku resleting. Meski dalam jumlah terbatas, peminat produk bikinan Adi berkembang, bahkan sampai mendapat pesanan dari orang Australia.

Untuk memenuhi pesanan yang mengalir, saat ini Dyah dibantu oleh empat karyawannya. Dalam sehari, mereka bisa membuat sekitar 10 tas dengan harga bervariasi, mulai dari Rp 15.000 sampai Rp 100.000, tergantung dari besar kecil tasnya.

Misalnya, untuk tas dengan ukuran 35x35 cm, Dyah membanderol Rp 85.000 per unit. "Maksimal resleting yang dibutuhkan tas ini 25 meter resleting," ujarnya.

Adapun Adi mampu memproduksi lebih banyak lagi, yakni sekitar 30 tas sehari. Dengan ukuran 35x40 cm, harga tas bikinan Adi juga terbilang lebih murah yakni Rp 35.000 per tas.

Ia biasanya berbelanja resleting di Surabaya. Dalam satu minggu, ia biasanya membeli lima rol resleting. Satu rol resleting memiliki panjang sekitar 90 meter dengan harga Rp 100.000.

Dari sekian banyak produk yang Adi maupun Dyah hasilkan, tas dengan ukuran sedang yakni 35x35cm dan 35x40cm merupakan produk yang paling laris. "Kebanyakan yang beli remaja dan anak kuliah," ujar Adi.

Dari sini, omzet penjualan untuk produk resleting yang mengalir ke kantong mereka lumayan banyak. Dyah misalnya. Saban bulan, ia bisa mengantongi omzet Rp 10 juta. "Menjelang lebaran lebih banyak lagi bisa sampai Rp 15 juta," ujarnya. Adapun Adi mengaku, omzetnya baru Rp 10 juta saja saban bulan.

Menurut Dyah, untuk bisa terjun ke bisnis ini dibutuhkan ketrampilan menjahit dalam media resleting. "Tak semua orang bisa melakukannya, dibutuhkan orang yang telaten melakukannya," ujarnya. Apalagi, 100% bahan baku untuk membuat tas, dompet, tempat tisu adalah resleting. "Bila tidak telaten, hasil jahitannya tak rapi," imbuh Adi.

Semakin membutuhkan ketelitian jika pesanan yang datang menginginkan kombinasi warna tertentu. "Ini lebih rumit," ujar Adi. Pasalnya, tak semua resleting bisa dikombinasikan hingga menghasilkan warna sesuai pesanan dengan keinginan konsumen. Harga resleting yang tidak stabil juga menghambat penjualan produk-produk kerajinan berbahan baku resleting.

Dengan bahan yang unik, baik Dyah dan Adi yakin, bisnis ini akan tetap berprospek bagus ke depan. Apalagi, produk berbahan baku resleting ini juga tak membutuhkan perawatan khusus. Saat menjemur tas setelah dicuci, semua resleting harus dibuka agar terpapar matahari. "Biar enggak macet," ujar Dyah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×