kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Memungut peruntungan benih jamur dalam kotak


Selasa, 19 Agustus 2014 / 14:18 WIB
Memungut peruntungan benih jamur dalam kotak
ILUSTRASI. Investor mengamati pergerakan saham di main hall Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta. KONTAN/Carolus Agus Waluyo


Reporter: Sri Sayekti | Editor: Tri Adi

Belakangan, makanan berbahan dasar jamur kian akrab bagi masyarakat kita. Di pinggir jalan, misalnya, banyak gerobak penjual jamur krispi. Begitu pun restoran yang mengandalkan menu jamur yang dianggap lebih sehat ketimbang olahan hewani.

Nah, jamur yang kian populer ini memancing kreativitas empat pengusaha muda untuk membuat growbox, yakni bibit jamur yang dikemas dalam kotak, untuk dipelihara dan dipanen sendiri hasilnya. Target pasar mereka adalah masyarakat perkotaan yang umumnya tidak punya halaman atau lahan yang luas di rumah.

Ide pengusaha growbox, yang terdiri atas Adi Reza Nugroho, Ronaldiaz Hartantyo, Robbi Zilda Ilham, dan Anissa Wibi, ini memang muncul setelah mereka makan bersama di sebuah resto jamur Kota Gudeg itu. Di bagian depan resto tersebut dipajang beberapa tanaman jamur untuk edukasi pembeli. Nah, saat itulah muncul ide untuk mengemas ulang bibit jamur sehingga lebih mudah dipelihara dan dipanen.

Mereka berempat patungan sehingga terkumpul Rp 2 juta untuk modal awal mendirikan PT Ideas Indonesia. Nama perusahaan ini adalah singkatan dari Innovation, Design, Engingeer, Art, and Science. Modal yang terkumpul digunakan untuk membuat kotak kardus, menyablon, membeli bibit jamur, dan membuat media tanam dari serbuk kayu.

Mereka melakukan riset selama sepuluh bulan, sebelum akhirnya meluncurkan growbox pada September 2012. Ini adalah bibit jamur yang dikemas dalam kotak berukuran 15  cm x 15 cm dan telah dilengkapi media tanam. “Semua kami kerjakan sendiri, termasuk sablon,” jelas Adi.

Maklumlah, untuk mengorder kardus bersablon ke pihak lain, ada minimal jumlah pesanan 100 buah. Adapun modal mereka hanya cukup untuk mengemas 80 buah growbox.


Varian warna

Bermodal 80 buah growbox, mereka ikut pameran di BNI Mitra Kampus ITB dan menang dalam ajang presentasi ide bisnis. Para pengusaha muda ini mendapatkan hadiah Rp 10 juta, selain growbox yang ditawarkan Rp 40.000 per kotak ludes.

Tak lama kemudian, mereka berangkat ke Singapura, memboyong 20 buah growbox untuk ikut Urban Picnic Archifest. Ternyata, growbox mendapat respons yang sangat baik dari anak-anak. Respons masyarakat yang antusias inilah yang bikin mereka berempat yakin growbox berpotensi besar menjadi bisnis yang menjanjikan.

Jadilah awal tahun 2013, mereka menggarap growbox dengan lebih serius dan merekrut beberapa orang untuk membantu, termasuk lulusan Mikrobiologi ITB yang bertugas pada pengembangan produk jamur.

Untuk pemasaran, mereka melakukan penjajakan terhadap toko yang bersedia kerjasama titip jual dan pameran mana saja yang perlu diikuti.

Adapun benih jamur growbox berasal dari Dio Mushroom di Lembang. Adi mengatakan, mereka sengaja memilih Dio Mushroom karena petaninya adalah lulusan Fakultas Biologi, sehingga dipercaya menjamin kualitas benih.

Secara bertahap penjualan growbox meningkat. Dari 50 kotak sampai Januari 2014 lalu, mereka sudah mampu memproduksi 1.000 kotak per bulan.

Bisa jadi, salah satu alasan growbox mudah mendapat pembeli karena perawatannya yang sangat sederhana, yakni cukup ditaruh di tempat yang lembab, tidak terkena sinar matahari langsung, dan disiram air sedikit supaya tetap lembap. Jamur tiram bisa dipanen saat bibit berumur 15 minggu.  

Satu kemasan growbox bisa dipanen sebanyak empat kali. “Satu kali panen jamur tiram biasanya berkisar 150 gram hingga 200 gram,” jelas Adi. Pada panenan kedua dan seterusnya, hasil panen akan sedikit menyusut, karena nutrisi dalam media tanam sudah berkurang.

Pengalaman bertanam jamur inilah yang menjadi daya tarik growbox. Itu sebabnya slogan yang diusung adalah “Grow Your Own Food”. Dengan demikian kaum urban yang tinggal di perkotaan, bahkan yang tak memiliki lahan pun, bisa bertanam jamur tiram organik ini.

Mulai awal 2014, mereka melakukan inovasi baik produk maupun kemasan. Menurut Adi, varian jamur tiram tidak hanya berwarna putih. Ada beberapa warna lainnya, yakni kuning, pink, dan biru. “Ini warna alami, dari benihnya sudah berwarna, dan jamur tiram berwarna ini tidak ada di supermarket mana pun,” jelas Adi. Karena penampilannya unik,  harga jual jamur berwarna ini dibanderol lebih tinggi. Yakni,  Rp 75.000 per kotak.

Selain untuk konsumsi sendiri, pembeli growbox juga memanfaatkannya untuk suvenir atau hadiah. Untuk mengakomodasi permintaan pasar yang baru ini, Adi dan teman-temannya pun menyediakan kemasan botol dengan ukuran lebih kecil. Namanya juga berbeda, yakni growbox in jar.

Karena ukurannya lebih mungil, harganya pun lebih murah, yakni Rp 12.000 per buah. Growbox in jar hanya dapat dipanen dua kali saja. “Biasanya oleh pembeli digunakan sebagai suvenir pernikahan, bingkisan ulangtahun anak,” ujar Adi.

Selain pembeli perorangan, ada pembeli dalam partai besar. Pembeli ini, misalnya saja, penerbit buku hingga sekolah. Growbox dipesan untuk keperluan suvenir sebagai wujud kecintaan terhadap produk ramah lingkungan. Menurut Adi, kini omzet penjualan growbox mencapai Rp 75 juta per bulan. “Keuntungan bersih sekitar 35%,”imbuh Adi.

Sebagai pionir dalam menjual benih jamur untuk edukasi dan pengalaman bertanam jamur, hingga kini growbox masih belum memiliki pesaing. Padahal, menurut Adi, diversifikasi usaha jamur ini masih bisa dikembangkan lagi. Salah satunya adalah media tanam yang berasal dari serbuk kayu bisa diolah menjadi pengganti styrofoam dan bisa pula diolah jadi bioetanol. “Jadi bisa menjadi siklus tertutup, semua limbah yang dipakai dalam growbox tetap bermanfaat,” ujar Adi.

Jika saat awal memulai usaha, promosi produk growbox masih sebatas di pameran, sejak awal tahun 2014, mereka sudah lebih fokus ke pemasaran online melalui situs growbox.com. “Saat ini sekitar 90% pembeli berasal dari pesanan online,” ujar Adi.

Pembeli terbanyak berasal dari Jakarta, Bandung, dan Bali. Jika dikirim ke luar kota,  masa tumbuh jamur akan menjadi sedikit lebih lama. “Baru bisa panen setelah empat minggu,” jelas Adi.

Menurut Adi segmen pasar yang hendak dituju growbox adalah pria dan wanita di rentang usia 20 tahun hingga 35 tahun. “Di Indonesia ada 80 juta penduduk di rentang usia tersebut, jika kami bisa meraih 1% saja itu sudah pasar bisnis yang besar sekali,” ujar Adi.

Nah, jika Anda tertarik menekuni usaha menjual benih jamur dalam kotak, pasar masih terbuka lebar. Sebab, pelakunya baru ada satu.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×