kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mendorong Ibu Rumahtangga Kembali Menenun (2)


Jumat, 05 Februari 2016 / 19:33 WIB
Mendorong Ibu Rumahtangga Kembali Menenun (2)


Reporter: Nicholas Gandhi | Editor: S.S. Kurniawan

Jiwa sosial yang sudah terasah selama menjadi aktivis perempuan membuat Dinny Jusuf tidak bisa tinggal diam melihat kondisi perajin tenun Toraja yang kurang kesejahteraannya.

Apalagi, melihat hasil budaya lokal yakni kain tenun Toraja yang indah terbengkalai begitu saja di daerah Sa'dan, salah satu kecamatan di Kabupaten Toraja, kampung halaman sang suami.

Hasil tenun para perajin Toraja tidak laku, bahkan orang Toraja pun terkesan enggan memakai baju dari kain ini.

Wanita kelahiran 17 April 1956 ini lantas mencoba untuk mencari jalan keluar dari masalah sosial yang terjadi di sana. Dinny mencoba bertukar pikiran dengan Obin, perancang busana ternama Indonesia pemilik Rumah Kain Indonesia.

Dari situ, dia mendapat pandangan bahwa kain Toraja ini harus dijadikan produk siap pakai. Ia pun meminta bantuan para koleganya terdahulu untuk bisa mewujudkan niat baiknya tersebut.

Namun, pendekatan kepada para penenun setempat tidak mudah. Rencana besarnya ini sempat dianggap mengada-ada oleh warga sekitar.

Toh, itu tidak menjadikan Dinny patah semangat. Hasil tenun para penenun di daerah itu dia beli, apapun kualitasnya.  

Dengan bantuan adiknya, Nina Jusuf yang bertugas merancang busana, kain Toraja dibuat menjadi produk fashion bernilai jual tinggi. Dinny menggandeng ibu-ibu rumah tangga dari Yayasan Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) di Jakarta untuk menjahit. 

Dalam waktu enam bulan, berbekal promosi dari mulut ke mulut, produknya bisa terjual hingga 100 potong. Pemasarannya baru kepada teman-teman maupun koleganya.

Permintaan makin berdatangan. Produk yang dihasilkan pun makin beragam, mulai dari tas, sepatu baju dan berbagai aksesoris dari kain tenun Toraja. 

Tapi, ini ternyata menimbulkan masalah lanjutan. Usia para penenun yang sudah tua membuat produksi tidak bisa ditingkatkan dengan cepat.

Dinny kemudian mendekati ibu-ibu rumah tangga di Toraja untuk diajak menenun. Cuma, mayoritas di antara mereka tidak memiliki keahlian itu.

Dinny pun mulai mengadakan pelatihan menenun. Pelatihan-pelatihan dengan skala kecil dilakukan secara berkesinambungan. 

Kualitas kain tenun yang dihasilkan para penenun sedikit demi sedikit juga coba ditingkatkan. Dinny langsung membawa benang-benang berkualitas dari Jakarta dan Surabaya untuk memasok kepada para penenun.

Bahan baku benang tersebut dia impor dari China. Biaya produksi memang menjadi salah satu faktor mengapa harga jual kain Toraja lumayan mahal. Harganya bisa mencapai Rp 3 juta per meter. 

Bahan baku impor seperti benang yang datang dari luar negeri masuk lewat beberapa kota di Pulau Jawa. Lantas dibawa ke Makasar dengan kapal. Setelah itu dibawa oleh truk ke Toraja dan mulai disebar ke daerah-daerah. Itu memakan waktu sekitar 10 hari.

Setelah selesai di tenun, kain-kain tersebut harus dikirim lagi ke Jakarta untuk diproduksi menjadi produk fashion.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×