kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengajak generasi muda lestarikan tenun ikat (3)


Kamis, 24 Juli 2014 / 15:42 WIB
Mengajak generasi muda lestarikan tenun ikat (3)
ILUSTRASI. Asam lambung merupakan asam yang diproduksi oleh lambung untuk membantu mencerna makanan.


Reporter: Rani Nossar | Editor: Rizki Caturini

Alfonsa Raga Horeng, wanita asal Flores ini memang mendedikasikan hidupnya untuk memasarkan tenun ikat hingga ke seluruh pelosok dunia. Ia ingin tenun ikat tidak hanya digunakan sebagai pakaian adat di Flores tapi juga digunakan untuk kegiatan sehari-hari maupun untuk acara formal.

Seperti halnya batik yang sudah lebih terkenal di dunia, dia ingin tenun ikat juga bisa menyamai bahkan melebihi pamor batik. Alfonsa bilang, dibandingkan dengan batik, proses pembuatan tenun ikat lebih rumit, detail, dan lama. Tidak heran, harganya pun juga mahal.

Saat mengembangkan bisnis tenun ikatnya, Alfonsa banyak belajar dari kaum ibu di Flores yang sudah puluhan tahun menenun untuk memahami makna di balik motif-motif di kain ikat. Ia meramu pewarna alami sendiri, mendokumentasikan, hingga meneliti postur penenun yang baik untuk menghasilkan tenun yang kencang. "Semua hal itu saya lakukan untuk mutu yang baik, sebab ini harus benar-benar detail. Tidak seperti kain lain yang asal lukis-lukis, celup pewarna, dan selesai dalam sehari, " kata dia.

Alfonsa bercerita, jika sedang pameran di luar negeri, dia tidak hanya sekedar berjualan, namun juga menyebarkan nilai budaya yang terkandung dalam kain tenun ikat tersebut. Sehingga ia kerap diundang ke acara peragaan busana dan banyak kain-kain tenunnya dijadikan sebagai bahan baku untuk koleksi baju para perancang busana ternama. Beberapa desainer yang menggunakan kain ikat miliknya sebut saja Anne Avantie, Stephanus Hammy, Priyo Oktaviano, Lenny Agustin, Samuel Wattimena, dan banyak lagi.

Banyak penghargaan yang ia dapat dari dalam dan luar negeri, salah satunya dari Fashion Institute of Technology New York sebagai Master Weaver 2012. Kini, ia juga sering keluar masuk universitas menjadi dosen tamu di berbagai negara dalam kegiatan kebudayaan. Ia melakukan demo pembuatan tenun ikat, mengajarkan pembuatan pewarna alami, dan menyebarkan makna yang terkandung dalam sebuah kain.

Workshop tempat ia dan para penenun memproduksi tenun juga sering dijadikan tempat wisata. Jadi, siapapun yang ingin melihat atau mencoba menenun bisa datang ke studionya di Kabupaten Sikka, Flores, NTT.

Setelah belajar menenun, pelancong juga bisa membeli kain-kain di sana. Rok tenun dia jual seharga Rp 1,2 juta per unit. Sementara baju, sarung, gaun dibanderol bervariasi, bisa mencapai Rp 10 juta per unit.

Selama ini, cuaca kadang kala menjadi kendala dalam produksi. Curah hujan tinggi akan mempengaruhi kualitas benang yang dihasilkan. Saat musim penghujan tiba, biasanya pengerjaan menjadi lebih lama karena banyak penenun yang memilih untuk menunda produksi. "Pewarnaan tidak bisa dilakukan jika sedang hujan," ujar dia.

Selain itu, hingga kini, Alfonsa terus berjuang untuk melestarikan tenun ikat dengan mengajak generasi muda di Flores agar tetap mau menenun.    n

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×