kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menggeluti bisnis kopi meski bukan penggemar kopi


Sabtu, 09 Juni 2018 / 14:05 WIB
Menggeluti bisnis kopi meski bukan penggemar kopi


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Bagi masyarakat Indonesia, kebiasaan minum kopi atau ngopi merupakan salah satu budaya warisan nenek moyang. Di samping itu, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil kopi terbaik di dunia. Banyak daerah penghasil biji kopi dengan kekhasan masing-masing.

Belakangan, tren ngopi pun makin gencar. Terutama sejak munculnya produk kopi susu kekinian. Dengan komposisi yang pas, kopi terasa ringan.

Nah, siapa yang tidak kenal es kopi susu tetangga buatan Kopi Tuku? Pelopor es kopi susu kekinian asal ibukota ini berhasil menembus pasar, tak hanya bagi para pecinta kopi, tapi juga penyuka kopi pemula. Ada sosok Andanu Prasetyo atau yang akrab disapa Tyo dibalik populernya Kopi Tuku.

Merintis Kopi Tuku sejak tahun 2015, Tyo mengaku menghabiskan modal kurang dari Rp 500 juta untuk mendirikan gerai Kopi Tuku sederhana di kawasan Cipete Raya. Ketertarikan pria berdarah Jawa ini menjalankan bisnis kopi berawal dari keinginannya untuk punya kontribusi terhadap industri kopi tanah air.

"Kalau dibilang saya pecinta kopi sih bukan juga, biasa aja. Saya hanya berusaha menyediakan kopi yang diminati oleh konsumen, kopi seperti apa yang disukai oleh pasar," jelasnya.

Dalam meracik es kopi susu yang nikmat, Tyo mengumpulkan masukan dan pendapat para pelanggan, tetangga, teman dekat dan keluarganya. Sehingga, es kopi susu racikan pria berkacamata ini sesuai dengan keinginan pelanggan. Kopi dengan selera pasar ini dijual Rp 18.000 per gelas.

"Sejak dulu, olahan kopi nusantara pengen bisa dinikmati oleh banyak orang. Konsumsi kopi di tanah air, maunya meningkat. Tapi masalahnya, rasanya belum tentu sesuai lidah pasar dan harganya juga cukup tinggi, sekitar Rp 30.000 - Rp 40.000 per gelas," jelasnya. Jadi dengan es kopi susu tetangga yang harganya terjangkau, kopi bisa dinikmati semua kalangan.

Tiga tahun berjalan, Toko Kopi Tuku kini telah memiliki empat gerai di kawasan Cipete, Pasar Santa, Bintaro sektor 1 dan Abdul Majid Raya. Dua gerai di Abdul Majid Raya dan Pasar Santa khusus melayani penjualan online atau take away. Sedangkan dua gerai lain khusus melayani penjualan offline. Satu gerai Toko Kopi Tuku minimal bisa menjual 1.000 gelas saban harinya.   

Kunjungan presiden menjadi pemompa semangat

Sang pemilik, Andanu Prasetyo yang akrab disapa Tyo mengungkapkan, kedatangan Presiden tersebut membawa dampak positif sampai saat ini. Tak hanya soal gerai Kopi Tuku yang makin ramai pembeli, tapi lebih soal semangat tersirat dari kedatangan Jokowi.  

Tyo mengaku, sampai saat ini, dirinya tak tau pasti, mengapa kala itu, Presiden memilih gerai Kopi Tuku untuk disambangi. "Jujur, sampai sekarang saya juga ngga tahu alasannya. Ajudan baru memberitahu sehari sebelumnya. Tapi yang jelas, kedatangan Bapak ke Kopi Tuku bikin saya lebih bersemangat membesarkan Kopi Tuku dan kontribusi ke industri kopi tanah air," ungkapnya.

Dunia bisnis bukanlah hal  baru bagi pria kelahiran Juli 1989 ini. Sebelum nama Kopi Tuku melejit, Tyo sudah lebih dulu membuka kafe bernama Toodz House di kawasan Cipete pada 2010. Beberapa tahun sebelum membuka Toodz House, dirinya juga sempat membuka distro bersama sang kakak.

Tyo menjelaskan, ketertarikannya kepada industri kopi sudah ada sejak mendirikan Toodz House. Bahkan, awalnya Toodz House ingin dibranding sebagai kafe dengan menu spesial aneka olahan kopi. Namun, ternyata usaha Tyo kala itu belum berhasil. Sebagian besar pengunjung Toodz House lebih memilih minuman lain dibanding kopi.

Dari situ, Tyo belajar, kalau ingin membesarkan kopi harus buat brand tersendiri. Pengalaman ini juga mendorong lulusan Universitas Prasetya Mulia ini gencar riset soal kopi sejak 2010, mulai dari mencari ragam jenis kopi sampai menemukan racikan kopi yang pas di lidah pasar.

Akhirnya, dia menemukan racikan kopi susu tetangga. "Namanya kopi susu tetangga karena kopi tersebut sesuai dengan tetangga sekitar rumah saya dan gerai Kopi Tuku. Dan hasil riset saya, rasa kopi yang disukai ya seperti itu, kopi dengan susu dan manis," jelasnya.

Mulanya, kopi susu tetangga hanya hadir dalam bentuk panas. Namun, banyak konsumen yang menanyakan versi dinginnya.  Kopi Tuku lantas membuat es kopi susu tetangga yang ternyata disukai pasar.

"Proses riset dan belajar itu terus berlangsung sampai sekarang. Bahkan,  saya masih terus menggali segala hal tentang kopi, mulai dari jenisnya, teknik pengolahannya sampai rasanya, sesuai jenis kopi," kata Tyo.           

Memahami kapasitas diri jadi kunci sukses

Seperti usaha lainnya, butuh waktu untuk pengenalan pasar. Saat bulan pertama gerai Kopi Tuku berdiri tak lantas langsung ramai. Fase awal Kopi Tuku cukup berat.

"Dulu waktu awal buka, sebulan pertama, seharian buka, cuma bisa jual sekitar 20-40 gelas," ujar Tyo. Waktu itu, dia hanya menjual kopi susu panas.

Tak patah arang, sepinya gerai membuatnya terus memperbaiki rasa kopi sesuai lidah konsumen dan menambah varian menu. Pria kelahiran Jakarta ini pun mengumpulkan testimoni dari pembeli yang datang.

Cara tersebut dilakukan untuk menelisik mayoritas rasa kopi seperti apa yang banyak disukai konsumen.
Maklum, selera orang soal kopi kan berbeda-beda. Rasa yang menurut kita pas dan enak, belum tentu enak juga di lidah konsumen. Sebagai pelaku usaha, Tyo pun sadar untuk mencari rasa kopi keinginan kebanyakan konsumen. "Bukan memaksa orang-orang harus satu selera dengan saya, harus obyektif," ungkapnya.

Namun, bagi Tyo, hal terpenting dalam memulai sebuah bisnis adalah memahami diri sendiri. Dengan memahami diri sendiri, seorang pengusaha bisa memahami kekuatan, kelemahan dan kapasitas dirinya.

Dengan demikian, membuka bisnis bukan hanya karena ikut tren semata. Lebih dari itu, sebuah bisnis yang baik bisa berdampak pada lingkungan sekitarnya untuk jangka panjang.

"Starting point orang bikin bisnis pasti berbeda. Kalau saya pribadi, bikin bisnis diawali dengan memahami diri sendiri dan kebutuhan lingkungan sekitar dimana kita tinggal. Target pasar juga ngga usah jauh-jauh, di sekitar tempat tinggal juga bisa. Makanya, Toodz House jaraknya 2 langkah dari rumah saya dan Kopi Tuku sekitar 50 langkah dari rumah saya," jelasnya.

Soal rencana ke depan, pria yang hobi main basket ini ingin melebarkan sayap bisnis kopinya sampai ke luar kota, bahkan ke luar negeri. Tidak harus menggunakan brand Kopi Tuku, mungkin bisa dengan brand lain sesuai kondisi target pasarnya. "Kota-kota lain, saya lihat juga potensial, seperti Jogja. Bulan depan, bakal buka gerai baru di daerah Jagakarsa," pungkasnya.        

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×