Reporter: Elisabeth Adventa, Maizal Walfajri, Nur Pehatul Janna, Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Salah satu kegiatan di rumah tangga yang terkadang malas untuk dikerjakan adalah mencuci serta menyetrika baju dan celana. Tak heran bila bisnis laundry atau jasa binatu masih tetap eksis dan makin menjamur hingga saat ini. Malah, masih ada yang tetap menawarkan kemitraan usaha.
Dua tahun belakangan, muncul inovasi berupa mesin laundri koin. Mesin binatu koin kini mulai banyak dipakai pelaku usaha laundri yang baru saja muncul. Inilah yang membuat persaingan di bisnis ini makin sengit dan memaksa untuk tetap bisa bertahan ditengah gempuran inovasi bisnis tersebut.
Lewat review waralaba kali ini, bisa dilihat, kiat dan upaya para pebisnis binatu untuk terus bertahan di bisnis jasa tersebut. Seperti apa strateginya, berikut ulasannya.
1. Nito Laundry
Salah satu pelaku usaha kemitraan laundri adalah Muhammad Alfian Perdana di Bekasi. Ia mendirikan Nito Laundry pada 12 November 2016.
Setelah menjalankan usaha beberapa bulan, dia mantap menawarkan kemitraan usaha awal Januari 2017. Saat KONTAN mengulas awal Januari 2017, belum ada mitra yang bergabung karena baru menawarkan kemitraan.
Kini bisnis Nito Laundry masih stagnan. Jelang satu tahun kemudian, bisnis ini masih memiliki satu gerai. Itu pun dimiliki oleh pusat yang berlokasi di Bekasi. Alfian mengaku lantaran dia lebih fokus pada bisnis lain. "Saya sudah tidak terlalu fokus dengan laundri. Tapi masih membuka kemitraan. Saat ini fokus agen cemilan Makaroni," katanya ke KONTAN.
Sama dengan tahun lalu, bagi mitra yang ingin bergabung dengan Nito Laundry, ada paket senilai Rp 85 juta. Mitra akan mendapat mesin, pencuci, perlengkapan dan peralatan usaha, bahan baku seperti deterjen dan pewangi, juga pelatihan karyawan.
Kerjasama kemitraan berlangsung selama setahun. Setelah itu, mitra akan dikenakan biaya waralaba Rp 2 juta setiap tahun untuk perpanjang kontrak dan biaya royalti 7% dari omzet per bulan.
Alfian menyebut mitra ditargetkan untuk mendulang omzet minimal Rp 8,4 sampai Rp 21 juta juta per bulan. Setelah dikurangi biaya pembelian bahan baku, sewa tempat, gaji pegawai dan biaya operasional lain, mitra akan mendapat laba bersih sekitar 40% sampai 50% dari omzet perbulan. Mitra bisa balik modal sekitar satu tahun.
Mitra yang ingin menjalankan usaha ini bisa menggunakan ruangan dengan luas minimal 4 meter x 10 meter di area ruko atau perumahan yang ramai penduduk. Bicara soal pegawai, mitra bisa dibantu dua orang pegawai.
Adapun kendala dalam bisnis ini yakni masih soal tenaga kerja yang kerap keluar masuk. Sedangkan untuk target mitra yang dipatok sampai akhir tahun ini, tidak mematok secara spesifik. Sebelumnya, tahun lalu, Alfian pernah menargetkan bisa menjaring tiga mitra.
2. Nandawash Laundry
Usaha jasa cuci pakaian ini dibesut oleh Andri Kristanto asal Ngawi, Jawa Timur sejak tahun 2004 lalu. Pasca satu tahun menjalankan usaha, sistem kemitraan pun mulai dibuka.
Sebelumnya, KONTAN sempat mengulas ini tahun lalu. Saat itu, Nandawash Laundry memiliki sekitar 55 mitra.
Selang satu tahun, usahanya kian berkembang pesat karena jumlah yang telah bergabung sekarang sudah lebih dari 100 mitra. Lokasinya pun tersebar di dalam dan luar Pulau Jawa.
Andri mengaku bertambahnya jumlah mitra secara signifikan dipengaruhi potensi usaha binatu yang masih menjanjikan hingga tahun-tahun kedepan.
Ada sedikit perubahan dari usaha laundri ini. Sejak awal tahun ini, Andri menawarkan paket kemitraan Rp 10 juta. Dengan modal terjangkau mitra sudah bisa mendapatkan fasilitas satu mesin cuci, pengering, setrika uap, branding, pelatihan, bahan baku kimia, dan kebutuhan lainnya. "Ini untuk memberikan peluang yang baik kepada mitra se-Nusantara untuk bisa mengurangi angka pengangguran," katanya kepada KONTAN, Rabu (2/5).
Sebelumnya, Nandawash Laundry telah membuka paket kemitraan dengan investasi mulai dari Rp 25 juta sampai Rp 50 juta.
Lainnya, harga servis cuci kiloan dinaikkan sejak awal tahun. Alasannya harga beli perlengkapan kimia alias sabun, pewangi, dan lainnya terus melonjak.
Kini setiap kilo pakaian dikenakan harga Rp 4.000 per kg khusus area Jawa Timur dan Jawa Tengah dan Rp 7.000 per kg untuk area Jawa Barat. Sebelumnya dibanderol mulai Rp 3.500 per kg.
Meski tumbuh pesat, tidak berarti Andri lepas dari permasalahan. Kendala yang dihadapinya kini adalah distribusi perlengkapan bahan cuci cair alias bahan kimia.
Dia mengaku cukup sulit untuk mengirimkan kepada mitranya yang berada di kawasan Jawa Barat karena tidak semua kargo menyediakan layanan antar bahan kimia. Sehingga, dia harus menyewa kendaraan pribadi untuk mengantarkannya ke setiap gerai mitra.
Makanya, kini Andri mulai membuka peluang reseller bahan baku disetiap kota untuk memudahkan pemenuhan kebutuhan gerai mitra.
3. Laundromat System
Pelaku usaha lainnya adalah Laundromat System asal Jakarta Barat yang mulai berdiri sejak 2012 langsung menawarkan kemitraan. Saat diulas KONTAN Desember 2016 sudah ada 35 gerai yang tercatat bekerja sama dengan Laundromat, lima di antaranya gerai pusat dan 30 gerai milik mitra.
Nah, saat ini, Laundromat sudah memiliki 205 gerai yang terdiri dari 170 gerai mitra, 15 gerai pusat, dan 20 mitra Daily Wash Laundromat (waralaba) yang tersebar dari Aceh hingga Manado.
Lianto, Manajer Konsultasi Bisnis Laundromat Sytems mengatakan mulai akhir tahun 2017, Laundromat mulai merubah sistem manajemen dengan memfokuskan untuk menarik mitra ke Daily Wash.
Selain mitra tambah banyak, paket kemitraan yang ditawarkan yang tadinya tiga kini menjadi lima paket. Yakni paket dahsyat 1 Rp 375 juta, dahsyat 2 Rp 417 juta, dahsyat 3 Rp 520 juta, dahsyat 4 Rp 520 juta, dan dahsyat 5 Rp 715 juta. "Paket tersebut sudah komplit, mulai dari mesin hingga interior sehingga mitra hanya perlu menyediakan tempat saja," ujarnya kepada KONTAN, Kamis (3/4).
Selain itu, tambah Lianto khusus untuk paket dahsyat 5 mesin yang digunakan sudah lebih canggih. Mesin itu ia klaim sudah bisa dipantau lewat aplikasi untuk bisa mengontrol jumlah pemakaian dari satu mesin cuci.
Perubahan ini dilakukan untuk mengantisipasi persaingan di lapangan yang makin sengit. Selain itu untuk tetap menjaga layanan ke para konsumen.
Sementara untuk biaya laundri masih tetap sama. Yakni antara Rp 20.000 – Rp 40.000 per lot atau sekitar 10,5 kg pakaian. Ia proyeksi bisnis ini bisa menghasilkan omzet antara Rp 20 juta sampai Rp 50 juta per bulan.
Dengan proyeksi tersebut, prakiraan balik modal antara sembilan sampai 26 bulan. "Itu juga tergantung dari pemilihan lokasi yang strategis," ucapnya.
Sayang, Lianto tidak merinci target tambahan mitra sepanjang tahun ini. Yang jelas, manajemen Laundromat System menargetkan bisa memiliki hingga 1.500 gerai dalam waktu 10 tahun nanti.
Masih bagus di perkotaan
Pengamat Waralaba dari Proverb Consulting, Erwin Halim berpendapat bisnis binatu masih terus prospektif untuk beberapa tahun ke depan, terutama bagi masyarakat perkotaan. Padatnya kesibukan dan waktu yang terbatas jadi penyebab bisnis ini masih dibutuhkan bagi masyarakat perkotaan. "Bisnis laundri masih tetap bagus dan terus berkembang," katanya ke KONTAN.
Tak heran bila pemain baru masih terus bermunculan. Untuk menghadapi ketatnya persaingan, para pelaku usaha harus benar-benar teliti dalam menentukan segmentasi pasar dan lokasi. Jadi tidak sembarangan asal membuka usaha saja.
Terkait persoalan klasik di bisnis ini yakni keluar masuk pegawai, bisa disiasati. Tidak cuma dari besaran gaji saja tapi juga dari hal lainnya. Semisal pebisnis menerapkan sistem insentif berdasarkan kinerja. "Pelaku usaha bisa buat key performance indicator atau KPI untuk karyawan," terangnya.
Kendala pasokan bahan baku seperti sabun cair dan bahan lainnya bisa diatasi dengan membuka sistem keagenan di tiap wilayah untuk permudah alur distribusi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News