kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengintip produksi songket di Gelgel, Bali (1)


Kamis, 08 Juni 2017 / 08:05 WIB
Mengintip produksi songket di Gelgel, Bali (1)


Reporter: Nisa Dwiresya Putri | Editor: Johana K.

Bali hingga kini masih menjadi salah satu destinasi wisata favorit. Selain keindahan alamnya, para pelancong juga melirik Pulau Dewata karena budayanya yang masih kental. Daya tarik lainnya, Bali juga kaya akan produk-produk kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi.

Salah satunya adalah songket Bali. Pusat kerajinan songket Bali ini bisa ditemukan di Desa Gelgel, Kabupaten Klungkung, Bali. Sejak zaman dulu, desa ini terkenal sebagai penghasil songket khas Bali.

Berangkat dari Denpasar, Desa Gelgel dapat dijangkau dengan berkendara ke arah timur, melewati Jalan Diponegoro dan Jalan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra. Butuh waktu sekitar 45 menit hingga satu jam perjalanan dari Denpasar. Lokasi para penenun tepatnya ada di Dusun Pegatepan, Gelgel, Klungkung.

Memasuki dusun atau orang Bali bilang Banjar ini, KONTAN disuguhi infrastruktur jalanan desa yang rapi dan bersih. Sementara kiri kanan jalan sudah dipenuhi rumah-rumah penduduk. Bahkan di pinggir jalan juga terdapat empang yang dialiri air jernih yang biasa digunakan penduduk untuk kegiatan MCK.

“Di sini kebanyakan yang tinggal ya penduduk asli Bali, dan dari dulu hampir semuanya menenun,” ujar Dian Agustini, salah satu pemilik rumah tenun di Gelgel. Dian sendiri merupakan pendatang dari Tabanan. Ia baru belajar menenun pada tahun 1996.

“Yang asli Desa Gelgel itu suami dan mertua saya, mereka yang awalnya mengajarkan saya menenun,” tuturnya. Dibantu mertua dan ipar, Dian mengawali bisnis rumah tenunnya dengan memproduksi sendiri kain songket, endek, dan produk kain tenun lain. Kini usahanya sudah besar, selain punya workshop dan menjadi pengepul kain songket, Dian juga mengelola Gallery milik pribadi.

Di rumah tenun bernama UD Dian itu bisa ditemukan beragam produk, seperti songket, kain endek, selendang, ikat kepala hingga tas. Selain itu, juga ada beberapa produk kombinasi seperti batik dan kain endek bordir. “Ini semua kami produksi sendiri, beberapa seperti bordir dan batik itu joinan,” tutur Dian.

Dian bilang, harga produk tenun yang dijual di galerinya cukup beragam, dibedakan berdasarkan kerumitan motif dan kualitas bahan. Satu helai songket Bali hasil tenunan bisa dijual seharga Rp 1 juta-Rp 15 juta. Sementara produk kain endek dan lainnya dihargai Rp 200.000 hingga Rp 2,5 juta.

Dian bilang, minat pasar terhadap songket masih cukup meningkat. Selain pembeli domestik, banyak pendatang dari luar negeri yang membeli hasil tenunan di galerinya, seperti Singapura dan lain-lain. Ada pun omzet yang diperolehnya mencapai ratusan juta per bulan.

Penenun lainya adalah Nyoman Sukerti. Wanita 36 tahun ini mengaku sudah bisa menenun sejak usia remaja. Nyoman dulunya memiliki satu mesin tenun songket di rumahnya. Kini, mesinnya sudah rusak dan ia bergabung dengan workshop rumah tenun.

Sukerti bilang, hampir semua rumah dulunya memiliki mesin tenun. “Sekarang setidaknya ada 15 penenun yang masih aktif,” tutur Sukerti.          

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×