kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengolah laba keju yang kian gurih


Rabu, 13 Juni 2018 / 08:05 WIB
Mengolah laba keju yang kian gurih


Reporter: Ragil Nugroho | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - Siapa yang tidak kenal keju? Produk olahan susu ini sudah sangat populer di kalangan anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. Citarasanya yang manis dan gurih diklaim mengandung vitamin A, B12, dan C, lalu kalsium, seng, fosfor, zat besi, kalium.

Nah, di Indonesia, konsumsi keju terus meningkat, seiring semakin banyak makanan yang menggunakan produk yang melalui proses peragian ini. Ya, keju banyak dipakai sebagai bahan baku dalam berbagai resep masakan dan kue.

Alhasil, Tri Haryanto, pemilik Trie’s Cheese di daerah Sentul, Bogor, bilang, sejak memulai usaha pembuatan keju rumahan pada 2011 lalu, pertumbuhan permintaannya per tahun mencapai 20%. “Kebutuhan keju terus meningkat karena produsen piza dan pengusaha kue yang memakai keju semakin bertambah banyak,” kata dia.

Saat ini, Tri mengolah minimal 4.000 liter susu sapi segar per bulan, dengan penjualan paling sedikit 400 kilogram keju sebulan. Ada empat jenis keju Trie’s Cheese yang beredar di pasar, yakni keju edam, mozarella, paneere, serta cheese cream. Kebanyakan konsumen membeli produk keju bikinan Tri untuk bahan tambahan pembuatan piza dan pasta.

Banderol harga keempat produk tersebut seragam: Rp 140.000 per kilogram. Alhasil, omzetnya per bulan berkisar Rp 65 juta hingga Rp 100 juta, dengan margin sebesar 20%.

Tri mengklaim, keju buatannya sudah tersebar hampir di seluruh kota besar di tanah air. “Total, ada sekitar 80 reseller bergabung,” ungkapnya.

Keunggulan keju yang Tri produksi adalah lebih segar karena jarak antara pembuatan dengan penyajian hanya sekitar satu minggu. Berbeda dengan keju impor yang perlu waktu bulanan, dari mulai pembuatan hingga disajikan. Selain itu, jika disimpan dalam lemari pendingin, produk Trie’s Cheese bisa tahan sampai 12 bulan.

Pemain lain yang menekuni usaha ini adalah Ayu Linggih. Menggulirkan usaha sejak 2013 lalu, kini pemilik Rosalie Cheese di Denpasar, Bali, ini bisa mengolah minimal 2.000 kilogram susu murni untuk menjadi berbagai produk keju. Beda dengan keju kebanyakan, produk buatan Ayu sebagian besar berasal dari susu kambing.

Produk keju buatan Ayu yang paling laku adalah black and white cheese with coconut ash atau keju asam dengan taburan kelapa kering di bagian atas. Kelapa kering untuk pengganti sayuran kering yang biasanya ada di produk keju made in Eropa. “Biar ada citarasa lokal,” ucapnya.

Rosalie Cheese juga memproduksi keju chevre, black pepper goat cheese, mozzarella, dan bocconcini. Ayu memberi banderol harga produknya mulai Rp 40.000 hingga Rp 60.000 per pak. Satu pak ada yang ukuran 100 gram dan 200 gram.

Konsumen Rosalie Cheese membeli keju, selain buat campuran makanan, juga untuk langsung dikonsumsi. Sayang, Ayu tidak bersedia memaparkan berapa angka penjualannya per bulan.

Yang jelas, ia memberikan gambaran, bahwa produknya banyak dipakai oleh hotel-hotel di Bali dan Jakarta. “Ada juga konsumen individu ekspatriat,” imbuhnya.

Modal mini

Untuk memulai usaha pembuatan keju rumahan, yang harus Anda perhatikan adalah pemilihan bahan baku. Ayu awalnya mulai dengan susu sapi.

Namun, seiring berjalannya waktu, ia lebih banyak menggunakan susu kambing.  Dia punya alasan: selain lebih sehat lantaran gampang dicerna tubuh, di Indonesia juga belum banyak produsen keju rumahan yang memakai susu kambing sebagai bahan baku.

Memang, sih, untuk permulaan tidak mudah meyakinkan konsumen. Sebab, rasanya yang berbeda dengan keju berbahan susu sapi. Cuma akhirnya Ayu menemukan pasar yang setia terhadap produknya.

Ayu mendapatkan bahan baku susu kambing dari peternak di Bali dan Jawa Timur. Harga belinya antara Rp 10.000 sampai Rp 35.000 seliter.

Sementara Tri memperoleh susu sapi segar dari mitra peternak di kawasan Sentul dan sekitarnya. Ia mendapat pasokan bahan baku itu dengan harga Rp 6.000–Rp 8.000 per liter.

Setelah memastikan bahan baku tersedia, tahap selanjutnya tentu adalah proses pembuatan keju. Tri belajar membuat keju secara autodidak dari riset dan tutorial di dunia maya seperti YouTube.

Tri memapasrkan, untuk keju edam, susu harus menjalani proses pasteurisasi terlebih dahulu, dengan suhu tinggi, hingga 70 derajat Celsius. Adapun susu untuk pembuatan keju mozarella tidak perlu melalui proses pemanasan tersebut. “Susu langsung diasamkan dengan asam sitrat dan enzim rennet untuk membentuk gumpalan seperti tahu,” ujar dia.

Tri juga membuat sendiri cetakan keju edam dan mozarella. Peralatan untuk memasak keju pun sederhana, seperti kompor dan panci besar. “Kalau sudah skala pabrik harus memakai mesin-mesin, seperti mesin pasteurisasi, mesin homogenizer, dan mesin koagurasi untuk menggumpal,” imbuhnya.

Waktu memulai usaha ini, Tri hanya mengucurkan modal tidak sampai Rp 1 juta. Duit ini untuk membeli bahan baku susu sapi 20 liter dan peralatan yang terbuat dari stainless steel. Alat ini punya peranan sangat penting karena proses pembuatan keju sangat sensitif.

Dengan menggunakan peralatan stainless steel bisa terhindar dari risiko reaksi antara susu dan garam. Kalau memakai alat dari aluminium, unsurnya bisa larut ke olahan susu. Untuk memperoleh peralatan stainless steel, Tri bilang, tidak perlu jauh-jauh mencari. Sebab, toko perkakas biasa banyak menjual peralatan itu.

Berbeda dengan Tri, Ayu lebih menekankan keutamaan peralatan dari luar negeri. Alasannya, mesin asal negeri seberang biasanya sudah spesifik untuk pengolahan keju. Sedang produksi dalam negeri biasanya harus dimodifikasi dulu.

Meski begitu, produk buatan luar negeri tetap bisa Anda dapatkan di toko-toko dalam negeri. “Tetapi, tergantung pilihan kita. Yang jelas, perbedaan harga jualnya bisa lebih dari dua kali lipat,” ungkap Ayu.

Fasilitas produksi

Untuk tempat pembuatan keju, Ayu memberi saran, sebaiknya harus terpisah dan merupakan bangunan tersendiri. Soalnya, proses produksi keju mudah terkontaminasi. “Tidak masalah ukurannya kecil, yang penting terpisah,” ujarnya.

Saat ini, Ayu sudah memiliki workshop sendiri di daerah Denpasar dengan mempekerjakan 8 orang karyawan.

Sedangkan Tri sekarang sedang bekerjasama dengan investor untuk membangun tempat produksi terpisah dari rumahnya. Memiliki lokasi tersendiri yang standar jadi prasyarat penting saat ia mengajukan izin ke Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Tri mengaku, beberapa kali petugas BPOM melakukan survei ke fasilitas produksinya tapi belum ada lampu hijau. Padahal, kalau lancar, proses perizinan di BPOM hanya butuh waktu sekitar enam bulan. Biaya administrasinya sebesar Rp 600.000 per varian keju. “Saya sedang mendaftarkan empat varian,” katanya.

Ayu juga menekankan pentingnya strategi pemasaran. Karena, menurutnya, siapa pun bisa saja mengolah keju sendiri namun memasarkannya tidak mudah.

Apalagi, produk keju olahan sendiri. Rosalie Cheese sendiri butuh waktu setahun untuk melakukan survei pasar dan percobaan pasar.

Di awal-awal bisnisnya, Ayu pun mencoba pemasaran lewat bazar dan pameran. Tapi, untuk kondisi sekarang, pemasaran via media sosial lebih efektif. Yang penting, mengenalkan produk dulu di pasaran.

Begitu juga dengan Tri yang awalnya kesulitan menjual produk kejunya. Sebab, masyarakat sudah terbiasa dengan keju cheddar impor. Ketika ia menawarkan keju mozarella buatan sendiri, banyak yang tidak kenal. “Awal-awal masyarakat butuh edukasi,” ujarnya.

Strategi Tri ketika itu adalah dengan rajin membikin piza menggunakan keju buatan sendiri lalu memasarkan ke tetangga. Setelah banyak yang suka dengan piza, baru ia mempromosikan keju buatannya.

Beberapa tahun terakhir, Tri juga rajin menampilkan resep masakan atau kue dengan memakai keju di blog, akun Facebook dan Instagram Trie’s Cheese. Dari upaya itu, ia mengaku order makin banyak.

Bagaimana, apakah Anda tertarik juga ikut mencicipi bisnis keju rumahan ini?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×